Kairos Lim, aktor papan atas yang terpaksa menghadapi badai terbesar dalam hidupnya ketika kabar kehamilan mantan kekasihnya bocor ke media sosial. Reputasinya runtuh dalam semalam. Kontrak iklan dibatalkan, dan publik menjatuhkan tanpa ampun. Terjebak antara membela diri atau menerima tanggung jawab yang belum tentu miliknya. Ia harus memilih menyelamatkan karirnya atau memperbaiki hidup seseorang.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Susanti 31, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Karir di Ujung Tanduk
Berita kematian Han Sena- aktor yang namanya sedang naik daun, membuat para drama lovers terkejut dan bertanya-tanya hal apa yang membuat wanita cantik nan baik hati itu, mengakhiri hidupnya dengan mudah.
Di lihat dari sisi panggung, hidup Han Sena adalah hidup yang diinginkan semua orang. Terlebih aktor cantik itu sedang membintangi drama "Mystical You" bersama Kairos Lim.
Akibat kematiannya, nama Kairos Lim ikut terseret sebab pernah menjalin hubungan sebelumnya. Terlebih rekaman suara yang entah dari mana, membuat Kairos Lim menjadi tersangka utama atas meninggalnya Han Sena.
Hujatan demi hujatan telah memenuhi kolom komentar Kairos. Namun, tidak sedikitpun yang mati-matian membelanya dan menyakini bahwa Kairos tidak bersalah.
Satu persatu teman Kairos menjauh dan meng unfollow sosial media masing-masing, yang tersisa hanya Shin Hanna dan Park Minho saja.
"Jangan sering-sering keluar masuk di apartemenku. Sebaiknya kamu mencari kesibukan lain," ujar Kairos kepada sahabatnya yang lagi-lagi mendarat di apartemen, padahal situasi di luar sana sedang kacau.
"Aku takut kamu ikut bunuh diri," jawab Minho yang sedang menikmati kopi hangat di meja patri. Seperti rumah sendiri, Minho sering kali membuat kopi atau makanan di dapur.
Kairos tertawa pelan, menghampiri Minho. "Itu tidak akan terjadi. Meski karir di ujung tanduk pun, mengakhiri hidup bukan pilihanku. Memangnya bisa sampai di titik ini tidak membutuhkan perjuangan?"
"Baguslah."
"Manajermu." Kairos melirik ponsel Minho yang terus berdering.
"Biarkan saja."
Minho, keluar dari apartemen Kairos sekarang, para pencari berita sedang menuju ke sana.
"Masih mau tinggal?" Kairos senyum miring membaca pesan yang baru saja masuk ke ponsel sahabatnya.
"Ck." Minho berdecak. Pria itu segera menyeruput kopinya hingga tandas dan meninggalkan apartemen Kairos secepat kilat. Meski sahabat sejati, dia tidak bodoh untuk mempertaruhkan karirnya dengan terang-terangan memperlihatkan kedekatan bersama aktor yang namanya sedang terseret scandal.
Negeri Ginseng bukanlah negara yang lunak pada aktor atau pun idol yang terkena scandal, apalagi jika sudah mengarah pada pelecehan seksual.
Sepeninggalan Minho, Kairos berdiri menghadap dinding kaca. Memperhatikan salju yang mulai turun. Pikirannya sedang kacau, ia khawatir karirnya benar-benar berakhir. Belum lagi hingga saat ini dia tidak mendapatkan kabar dari sang kekasih.
Sayang, jangan lupa membawa jaket tebal udara sangat dingin.
Kairos mengirimkan pesan tersebut, tetapi hanya di read oleh sang kekasih tanpa mendapatkan balasan.
Segalanya, perhatikan kebutuhan Hanna. Jangan biarkan dia kedinginan meski sebentar saja.
Kalian masih di Suwon? Kapan pemotretan Hanna selesai?
Kali ini Kairos mengirim pesan kepada manajer Hanna.
Sudah Kai, semuanya aman terkendali. Kita akan pulang besok.
Manajer yang baru saja membalas pesan Kairos, segera menyimpan ponselnya dan menghampiri Hanna yang baru saja selesai pemotretan di ruangan terbuka. Wanita yang sudah dianggap sebagai kakak oleh Hanna, memasangkan jaket tebal dan memberikan penghangat tangan.
"Makasih Unnie."
Manajer Hanna mengangguk dan segera undur diri sebab di panggil oleh tim fotografer yang sedang menangani iklan yang dibintangi oleh Hanna.
"Sejak pagi nona Shin tidak fokus dan selalu melakukan kesalahan. Ini tidak seperti nona Shin yang saya kenal," protes penanggung jawab kepada manajer Hanna.
"Maaf Pak, saya akan memberitahu nona Shin agar lebih fokus lagi."
"Jika ada masalah, sebaiknya kesampingkan dulu. Ini demi kebaikan bersama. Cuaca tidak mendukung jika harus berada di ruangan terbuka terus-menerus."
"Akan saya sampaikan, Pak."
Manajer tersebut kembali menghampiri Hanna yang lagi-lagi melamun dengan tatapan kosongnya. Bahkan teh hangat yang disediakan tidak perempuan itu sentuh.
"Fokuslah sedikit Nona, agar pemotretan cepat selesai dan kita pulang," ujar sang manajer.
"Bagaimana bisa, Unnie?" Hanna menoleh dengan tatapan terlukanya. "Oppa sedang dalam masalah dan karirnya terancam hancur. Berita terus menyudutkan dirinya padahal tidak tahu apa yang sebenarnya terjadi."
"Kamu mempercayainya?"
"Tentu, oppa Kai bukan orang seperti itu. Setelah kembali, akan kubuktikan pada dunia bahwa oppa bukanlah orang jahat. Si Sena-Sena itulah yang licik."
Manajer Hanna mengeleng dan mengenggam tangan Hanna yang mengepal. "Pelankan suaramu, ada banyak mata dan telinga di sekitar kita. Benar atau tidaknya Kai, kita tidak boleh memperlihatkan dukungan secara terang-terangan."
"Tapi Unnie ...."
"Kamu bisa percaya pada Kai sebesar apapun, tapi jangan mengambil tindakan yang akan mempertaruhkan karirmu."
"Unnie percaya pada oppa?" tanya Hanna memastikan dan dijawab gelengan oleh manajernya. "Kenapa?"
"Ya karena kehidupan kita layaknya sebuah panggung dimata orang lain. Sama seperti Kai, mungkin saja sikap baik yang aku perlihatkan padamu hanyalah sebuah drama."
Hanna terdiam, membenarkan ucapan manajernya. Berpikir secara logika, tidak ada seorang pun yang benar-benar mengenali orang lain, bahkan untuk mengenali diri sendiri saja sudah sulit.
"Kami berteman sejak kecil, oppa tidak mungkin menyembunyikan sesuatu padaku," lirih Hanna dengan sudut bibir melengkung ke bawah.
"Faktanya nona Han dan Kai pernah menjalin hubungan sangat dalam sampai tinggal serumah."
"Maksud Unnie sulit untuk mereka berdua tidak melakukan hal ...."
"Kamu seperti orang polos saja."Manajer tersebut tertawa.
"Unnie!" Hanna merengut.
"Jangan lepaskan penghangat tangannya Nona, sepuluh menit lagi kita mulai pemotretan," ujar sang manajer dan berlalu pergi.
Hanna mengangguk, ia mengambil ponselnya dan kembali membaca pesan yang dikirimkan oleh Kairos. Sebenarnya ia sedih karena dua hal. Karir sang kekasih yang berada di ujung tanduk dan pengakuan Sena yang hamil.
"Bagaimana jika benar oppa adalah penyebab kematiannya?"