Cinta adalah satu kata yang tidak pernah ada dalam hidup Ruby. Hati dan kehidupannya hanya ada rasa sakit, derita, amarah, kebencian dan dendam yang membara.
Sedangkan Kevin adalah satu nama yang tidak pernah masuk dalam daftar hidupnya.
Sayangnya kehadiran Kevin yang tanpa sengaja mampu menghidupkan rasa cinta dalam hati Ruby. Sekeras apapun Ruby menolak cinta itu, tapi hatinya berkata lain yang membuatnya semakin marah.
Cinta yang seharusnya indah namun membuat hidup Ruby semakin tersiksa. Ruby merasa telah mengkhianati Ibu dan prinsipnya untuk tidak akan jatuh cinta.
Akankah Ruby mengakui dan menerima cinta itu? Atau pergi dan menghilang membawa cinta yang semakin menyiksa hidupnnya?.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Starry Light, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 35
Mereka langsung kembali ke villa, setelah Alika mendapat pesan dari Ruby, jika ia pulang lebih dulu. Namun sesampainya di villa, mereka sudah tidak menemukan Ruby, ternyata yang di maksud pulang lebih dulu bukan pulang ke villa. Melainkan pulang dari liburan itu, sepertinya suasana hatinya benar-benar tidak enak, hingga ia memilih pergi.
"Aku juga mau pulang," Alika berkata pada Kevin. Pria itu hanya mengangguk setuju, memaksa untuk tetap berlibur juga percuma, karena hati dan pikirannya mengarah pada Ruby yang kini sudah kembali.
Dino mendengus kesal, pria itu semakin tidak suka dengan Ruby. Menurut nya, Ruby adalah pengganggu kesenangannya. Selalu ada saja ulah Ruby untuk menggagalkan rencananya.
"Lain kali kalau liburan, gak usah bawa wanita." ujar Dino beranjak dari duduknya, mereka tadinya berkumpul di ruang tengah.
"Tuh anak makin aneh," celetuk Gio, mengikuti Dino yang pergi ke lantai atas untuk membereskan pakaiannya, begitu pula Steve dan Alika.
Kini hanya tinggal Kevin yang ada di ruang tengah, tangannya dengan cepat menggulirkan ponselnya, untuk menghubungi Ruby. Akan tetapi ponsel wanita itu tidak aktif, membuat Kevin mengumpat kesal, akhirnya masuk kamar dan membereskan barang-barangnya.
Pulang liburan seharusnya dengan wajah ceria, namun tidak dengan mereka. Masing-masing tampak murung dengan pikiran yang berkelana. Alika berpikir jika dirinya terlalu banyak bicara hingga membuat Ruby marah, Dino pun tidak jauh berbeda.
"Apa gue udah keterlaluan ama tuh cewek?" batin Dino, tapi sedikitpun tidak ada raut penyesalan di wajahnya.
Gio memilih tidur disamping Dino, sedangkan Steve bermain game online di ponselnya. Pria itu sama sekali tidak terpengaruh atas kejadian, atau perdebatan yang terjadi selama mereka berlibur. Steve hanya menjadi pendengar dan seolah punya dunia sendiri.
Sedangkan Kevin, pikiran pria itu tentu berkecamuk. Ia baru saja kembali memulai hubungan nya dengan Ruby, namun wanita itu tiba-tiba saja pergi dan tidak bisa di hubungi. Membuat Kevin bertanya-tanya, apakah dirinya kembali melakukan kesalahan, sebab Ruby mau mengirimkan pesan pada Alika, dan saat Kevin menghubunginya, malah tidak bisa.
Setelah selesai mengantarkan temannya satu persatu, Kevin segera menuju apartemen Ruby, karena wanita itu tiba-tiba saja menghilang tanpa kabar. Namun Kevin harus menelan kekecewaan saat tak menemukan Ruby disana, sepertinya Ruby belum kembali.
Kevin memilih membersihkan tubuhnya, disana masih banyak pakaiannya. Pria itu masuk kamar mandi dan mulai membasahi tubuhnya di bawah guyuran shower, setelah beberapa menit, ia keluar dengan lilitan handuk di pinggangnya, mengambil salah satu baju dalam lemari.
Karena merasa tubuhnya lebih segar, Kevin mulai menyalakan robot pembersih lantai, sedangkan ia menuju dapur untuk menyiapkan makan malam.
"Dia benar-benar gak berubah," gumamnya melihat isi kulkas hanya ada buah-buahan dan makanan beku. Kevin kembali masuk ke kamar Ruby, mengambil dompetnya dan belanja di swalayan yang ada di lantai dasar.
Kevin membeli makanan segar, seperti sayuran, daging, dan berbagai macam jenis seafood. Setelah semuanya, ia kembali ke apartemen dan mengolah beberapa jenis makanan. Tidak butuh waktu lama, masakan Kevin sudah tersaji manis diatas meja.
Pria itu membereskan dapur, sambil sesekali melihat arloji branded yang ada di pergelangan tangannya. "Ini udah malam, kenapa dia belum datang?" gumamnya. Kevin mengambil ponselnya dan kembali menghubungi Ruby, namun lagi-lagi nomer wanita cantik itu tidak aktif.
"Kamu kemana, Bee?" bisik Kevin khawatir.
Kevin memutuskan menunggu Ruby, tapi hingga pagi datang, wanita itu tak kunjung pulang. Satu hari, dua, hingga tiga hari, Kevin masih belum bisa menghubungi kekasihnya.
....
📍 Zurich, Swiss.
In Memory
Veronica Miranda Andrews
Loving Mother
Ruby menatap batu granit hitam yang dingin dan licin, dengan nama ibunya yang tertulis dengan huruf emas yang mulai memudar. Matanya nya terlihat sendu, namun tidak ada air mata yang membasahi wajah cantiknya. Hampir tiga tahun ia tak mengunjungi makam ibunya, kini ia datang untuk meyakinkan hatinya.
"Inikan yang Mama inginkan? Katakan padaku jika aku benar." ia memejamkan mata, menahan sesak yang menghantam ulu hatinya. Ingatannya melayang pada saat terakhir ia bersama ibunya.
~Fifteen years ago~
Malam itu hujan turun dengan derasnya mengguyur kota Zurich, kilat menyambar diikuti dengan suara guntur yang saling bersautan di langit, belum lagi hembusan angin kencang. Membuat malam semakin mencekam untuk seorang gadis berusia enam tahun.
Ruby, yang kala itu terlelap di kamarnya terbangun, karena suara guntur yang menggelegar. "Mama," tangan kecilnya membuka kenop pintu, dengan ragu ia melangkahkan kaki kecilnya mencari sang ibu.
"Mama, mama, mama dimana!" teriak Ruby kecil, karena tak kunjung menemukan ibunya. Kaki kecilnya menuju lantai atas, berharap ia menemukan ibunya disana. Tidak ada pelayan yang bisa ia tanyai, karena semua pelan berada di bangunan belakang saat malam.
"Mama!" teriak Ruby melihat ibunya berdiri ditengah derasnya hujan.
Veronica, wanita cantik berusia 31 tahun itu menoleh dan tersenyum pada putrinya. "Jangan mendekat, Anne." ucapnya memperingatkan Ruby saat gadis kecil itu hendak menghampiri nya.
"Mama, hujan. Kenapa berdiri di situ?" Ruby menghapus air matanya, gadis kecil itu merasa lega karena sudah menemukan ibunya.
Veronica tersenyum, namun tanpa Ruby ketahui, ia juga menangis. Air matanya sederas air hujan yang turun malam itu. "Mama mencintaimu, sayang. Hanya mama yang mencintaimu." ucap Veronica mengungkapkan perasaannya.
"Hiduplah dengan bahagia, cinta mama akan selalu bersamamu. Jangan pernah mencintai orang lain, jika kamu tidak ingin hancur seperti mama." ucap Veronica, Ruby kecil mengangguk meskipun ia tidak paham kata-kata wanita dewasa. "Bahkan kau tidak boleh mencintai ayahmu, karena dia adalah pria yang kejam."
Veronica mengusap wajahnya dengan kasar, mengingat kembali kenangan pahit tentang mantan suami yang tega meninggalkannya. Ia masih mengingat jelas kata-kata pedas mantan suaminya, yang telah menghancurkan harga dirinya.
Veronica memberikan seluruh hati dan menggantungkan hidupnya, pada sang suami. Namun, hanya karena kesalahan pahaman, membuatnya terhina dan tidak lagi berarti di mata sang suami.
"Aku juga cinta mama, ayo kita masuk." pintanya, Ruby kecil kembali menangis.
Namun Veronica menggelengkan kepalanya. "Maafkan mama, tapi benar-benar tidak tahan lagi. Mama mencintaimu, mama benar-benar sangat mencintaimu." semua ucapan itu terekam jelas dalam ingatan Ruby yang saat itu sudah berusia enam tahun.
Veronica tersenyum dan melambaikan tangannya. "Tetaplah hidup, dan berbahagialah." ia melangkahkan mundur, mungkin ia egois, namun untuk bertahan jiwanya sudah tak sanggup lagi.
"Mama, jangan mundur nanti jat...," teriak Ruby kecil, bersamaan dengan Veronica yang menjatuhkan dirinya dari atas balkon lantai empat rumahnya.
"Jatuh, mama." Ruby melanjutkan kata-katanya pelan. Untuk sesaat gadis kecil itu terdiam, mencerna apa yang terjadi pada ibunya. "Mama," ia berlari menerjang hujan dan melihat kebawah.
Tubuh Veronica terbaring tak bernyawa, darah mengalir dari kepala yang terluka parah, bercampur dengan air hujan yang membasahi wajah pucat dan matanya terbuka.
Ruby merasa waktu berhenti sejenak, tubuhnya menggigil melihat pemandangan mengerikan itu, ia ingin berteriak, namun suaranya tercekik di tenggorokan. Padahal di alam bawah sadarnya berteriak histeris memanggil ibunya, entah kenapa suaranya tidak keluar.
~Masa kini~
"Anne, Ann ...." seseorang mengguncang pundaknya.
"Mamaahh!" teriak Ruby, napasnya tersengal-sengal, keringat dingin membasahi tubuhnya. Ruby melihat sekitar, ternyata ia masih berada di makam ibunya.
"Ini sudah hampir malam, ayo kita pulang." ajak orang yang tadi membangunkan Ruby.
Tanpa banyak bicara, Ruby beranjak dari duduknya. "Bagaimana Tante tahu jika aku ada di sini?"
Linea, wanita itu tersenyum. "Mamang kamu mau kemana lagi?" sahutnya. "Lain kali jangan seperti ini, bibi Kimmy sangat mengkhawatirkan mu." pesan Linea, namun Ruby hanya diam dan melamun sepanjang perjalanan pulang.
"Apa kamu mau bertemu dokter Gilbert?" tanya Linea, Ruby menatap tidak suka.
"Aku tidak gila," sahutnya mendengus kesal.
Linea melirik Ruby, lalu kembali fokus mengemudi. "Tante tahu, tapi kamu....,"
"Tante, please." potongnya, membuat Linea diam. Ia cukup paham bagaimana sifat Ruby, yang tidak suka di paksa. Linea memilih diam agar mood wanita muda labil itu tetap bagus.
*
*
*
*
*
TBC
Happy reading 🤗🤗🤗