Setelah kepergian Dean, sahabatnya, Nando dihadapkan pada permintaan terakhir yang tidak pernah ia bayangkan, menikahi Alea, istri Dean. Dengan berat hati, Nando menerima permintaan itu, berharap bisa menjalani perannya sebagai suami dengan baik.
Namun, bayangan masa lalu terus menghantuinya. Arin, wanita yang pernah mengisi hatinya, masih terlalu nyata dalam ingatannya. Semakin ia mencoba melupakan, semakin kuat perasaan itu mencengkeramnya.
Di antara pernikahan yang terjalin karena janji dan hati yang masih terjebak di masa lalu, Nando harus menghadapi dilema terbesar dalam hidupnya. Akankah ia benar-benar mampu mencintai Alea, atau justru tetap terjebak dalam bayang-bayang Arin?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon xxkntng, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
33. Reza
Nando meneguk minumannya pelan-pelan, sorot matanya menatap malas ke arah laki-laki yang kini duduk di depannya.
"Saya gak butuh ceramah dari orang yang bahkan gak ngerti apa-apa soal hubungan saya," ucap Nando tajam.
Reza menyandarkan tubuh ke sandaran kursi, menatap Nando tajam. "Saya tahu kamu gak suka sama saya, Nan. Tapi saya ngomong kayak gini bukan karena mau ikut campur. Saya cuma gak pengen kamu kehilangan Alea... cuma karena gengsi dan keras kepala kamu sendiri."
"Ini acara satu tahun pernikahan saya sama mama kamu. Tolong jaga sikap kamu," lanjut Reza.
"Kamu minum alkohol sebanyak itu, mama kamu bisa mikir yang aneh-aneh. Dia bisa overthinking dan ngerasa kalau pernikahan kamu sama Alea gak bahagia."
"Saya tahu kamu sayang sama Alea. Tapi karena tuntutan dari mama kamu, kamu jadi gak leluasa buat nunjukin rasa sayang itu ke dia."
"Kamu tahu sendiri kan, Nan... mama kamu sayang banget sama Arin. Karena Arin yang nolongin dia waktu kecelakaan lima tahun lalu. Jadi gak heran kalau dia lebih condong ke Arin."
"Saya gak butuh kamu ikut campur urusan saya," potong Nando dingin.
"Saya tahu alasan kamu bawa Alea ke acara ini apa, Nan. Padahal biasanya kamu selalu absen setiap kali diundang." Reza menatap tajam.
"Kamu pengen nunjukkin ke mama kamu kalau istri kamu jauh lebih spesial dari Arin. Tapi, Nan... mama kamu mungkin gak akan pernah benar-benar lihat itu. Dia bisa nutup mata ke siapa pun perempuan yang berdiri di samping kamu... kecuali Arin."
"Tapi kamu harus punya pendirian. Kamu bukan anak kecil lagi. Kamu udah dewasa, udah jadi seorang suami, kamu harus bisa tentuin sendiri siapa yang harus kamu prioritaskan dalam hidup kamu."
"Papa cocok banget sama Alea. Dia cantik, baik, berkarakter, tau sopan santun. Meski pernikahan kalian dimulai karena hal yang bikin kita semua shock... tetap aja, Alea istri kamu, dia yang pantes dapat semuanya dari kamu."
"Kamu yang janji di depan Tuhan buat jagain dia, sayangin dia."ucap Reza. "Saya gak mau kamu nge khianatin janji kamu hanya karena seorang perempuan. "
"Jangan tunggu sampai Alea mulai percaya kalau Arin punya tempat yang lebih besar di hidup kamu daripada dirinya."
"Sekarang kamu cari alea, alea, dimana. "
-
Bianca melangkah keluar dari kamarnya dengan sorot mata berbinar. Senyum bahagia mengembang di wajahnya saat pandangannya menangkap sosok Arin yang berdiri tak jauh dari sana.
Tanpa ragu, Bianca menghampirinya. Wajahnya tampak puas.
"Gimana?" tanya Arin, menaikkan alis sambil tersenyum licik.
Bianca menjulurkan tangannya, dan mereka bertepuk tangan secara bersamaan, kode keberhasilan yang sudah mereka sepakati.
"Berhasil. Pintunya udah aku kunci," ucap Bianca mantap.
"Dhipa?" tanya Arin, memastikan.
"Masih di dalam kamar yang sama. Jadi otomatis, mereka berdua terkunci di dalam sana, kan?"
"Dengan begitu, dhipa, bisa dapetin kak alea, dan kamu, bisa dapetin kak Nando. "
"Jadi aku gak perlu deh capek capek buat bujuk kak Nando buat ceraiin dia,"
Bianca tertawa kecil, matanya tak lepas dari wajah Arin. "Ide kamu itu nggak pernah gagal bikin aku kagum, Kak."
"Acting kamu tadi waktu pura-pura panik di kamar mandi juga keren. Kayaknya kamu cocok banget deh jadi artis... kayak kakak kamu." ucap Arin.
"Menurut kamu dia bakal curiga gak kalau aku keluar dari kamar ninggalin dia sendirian?"
"Enggak lah. Kamu tadi bilang keluar buat ambil GoFood, kan?"
Bianca mengangguk cepat. "Yup. Dan dia percaya seratus persen."