NovelToon NovelToon
Lentera Jelita

Lentera Jelita

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Anak Genius / Kehidupan Manis Setelah Patah Hati / Dokter Genius / Romansa / Penyelamat
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Alfianita

Meminta Jodoh Di Jabal Rahmah?
Bertemu Jodoh Di Kota Jakarta?


Ahtar Fauzan Atmajaya tidak menyangka jika ia akan jatuh cinta pada seorang wanita yang hanya ia temui di dalam mimpinya saja.


“Saya tidak hanya sekedar memberi alasan, melainkan kenyataan. Hati saya merasa yakin jika Anda tak lain adalah jodoh saya.”


“Atas dasar apa hati Anda merasa yakin, Tuan? Sedangkan kita baru saja bertemu. Bahkan kita pun berbeda... jauh berbeda. Islam Agama Anda dan Kristen agama saya.”

Ahtar tersenyum, lalu...

“Biarkan takdir yang menjalankan perannya. Biarkan do'a yang berperang di langit. Dan jika nama saya bersanding dengan nama Anda di lauhul mahfudz-Nya, lantas kita bisa apa?”


Seketika perempuan itu tak menyangka dengan jawaban Ahtar. Tapi, kira-kira apa yang membuat Ahtar benar-benar merasa yakin? Lalu bagaimana kisah mereka selanjutnya? Akankah mereka bisa bersatu?


#1Dokter
#1goodboy
#hijrah
#Religi

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfianita, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Stuck

...Janganlah memaksa untuk terus bergerak. Tapi paksa lah hati dan pikiran kamu untuk tujuan baru. Hidup itu butuh frase, meskipun itu memang tak mudah. Tapi, setidaknya kita berjuang tanpa ada kata... Menyerah sampai titik darah penghabisan. ...

🌹🌹🌹🌹

"Dokter Akhtar, apa... Rumah sakit kita akan terkenal jika berhasil melakukan operasi besar Tuan Robert?" tanya suster Laura dengan alis bertaut.

Suster Laura memang tidak tahu siapa yang sakit, yang ia tahu hanya Tuan Robert yang datang menemui Akhtar. Dan tentang penyakit putri Tuan Robert sudah di rahasiakan oleh Tuan Alden sebelum operasi itu akan dilaksanakan.

"Mungkin. Tuan Alden pasti akan bangga. Tapi... Tergantung, operasinya seperti apa. Dan kita harus berdiskusi dengan Profesor Edward, biar bagaimana pun beliau lebih tahu," jawab Akhtar, lalu ia memalingkan wajah ke arah pintu dan meraih gagang pintu ruangan itu.

"Eh, Dok. Tunggu!" seru suster Talia.

Akhtar berbalik, ditatapnya suster Laura dengan alis berkerut. "Ada apa?" tanyanya kemudian.

"Hampir lupa, kalau di dalam ada kedua orang tua Dokter Akhtar. Mereka sudah lama menunggu," jawab suster Laura, lalu pamit pergi.

Ada Abi dan Bunda? Dan aku... Mau tidak mau harus siap menghadapi mereka. Karena tak ada alasan untuk tidak menemui mereka. Ya Allah... Kuatkan hamba. batinnya.

Akhtar menghela napas berat sebelum ia memutuskan untuk masuk dan bertemu dengan Abi dan Bundanya. Rasanya berat jika harus menjelaskan bagaimana perasaannya setelah membaca surat dari orang yang dicintainya. Jangan tanya, karena itu sangat menyiksa. Dan Akhtar harus bersikap seolah tak ada apapun yang terjadi dalam hidupnya.

"Bismillah," lirihnya, lalu ia menekan gagang pintu dan masuk.

Senyum terukir begitu indah dari bibir Akhtar untuk menyambut kedatangan Abi dan Bundanya. Tak lupa ia menyalami dua orang itu sebelum mengobrol panjang dan lebar.

"Bagaimana kabar kamu hari ini, Nak? Bunda sangat khawatir dengan kamu," ujar Bunda Khadijah seraya menatap sendu Akhtar yang duduk di depannya.

"Alhamdulillah, Akhtar baik. Bunda dan Abi tidak perlu khawatir seperti itu, Akhtar sudah dewasa." Hanya alibi saja agar Abi dan Bundanya tak dapat melihat kehancuran hatinya.

"Kalau bisa nanti malam kamu pulang dan tidur di rumah, besok pagi Abi, Bunda dan Abidzar akan berangkat ke Indonesia. Kamu tidak lupa itu, kan?" Abi Yulian hanya ingin menghabiskan waktu bersama Akhtar dan benar-benar memastikan bahwa Akhtar baik-baik saja sebelum pergi dari kota Edinburgh—kota yang akan diabadikan oleh Abi Yulian.

"InshaAllah, Akhtar tidak janji akan pulang atau tidak. Karena Akhtar harus berdiskusi dengan Tuan Alden dan juga Profesor Edward, serta rekan medis yang lain. Setelah me-ngobrol empat mata dengan Tuan Robert Earl Compbell tadi, Akhtar harus mempersiapkan semuanya." Dalam benak Akhtar merasa cemas, takut, gelisah dan senang yang seakan beradu menjadi satu. Ia tak yakin bisa melakukannya, tapi entah mengapa hatinya merasa aman.

"Bukankah Tuan Robert itu... Ras terkuat di Skotlandia? Kenapa dia bicara empat mata denganmu, Nak? Apa ada masalah—"

"Bunda jangan khawatir!" potong Akhtar diakhiri dengan senyum. "Putrinya mengalami jantung koroner, tapi Akhtar tak tahu separah apa. Dan... Tidak tahu kenapa Akhtar merasa ada jaminan aman saat berhadapan dengan Tuan Robert. Karena ekspresi wajahnya berbeda setelah dia menerima telepon dari seseorang entah siapa itu, seolah orang itu memberi ancaman pada Tuan Robert."

Abi Yulian dan Bunda Khadijah saling pandang, lalu saling lempar senyum setelah mendengar penjelasan Akhtar. Karena mereka tahu siapa yang memberi jaminan keamanan pada Akhtar.

"Ya. Abi dan Bunda tidak akan mencemaskan apapun kecuali... Kamu bersikap profesional sebagai dokter kardiologi. Don't get stuck up in a love that will destroy you. You have to rise above it."

"All right. Don't worry!"

Kebersamaan itu masih berlanjut dengan diselingi obrolan ringan, entah itu motivasi ataupun candaan yang membuat ketiganya nampak seru, bahkan sesekali ketiganya tergelak tawa. Dan Bunda Khadijah nampak sibuk, ia menata beberapa rantang di atas meja yang berisi beberapa makanan di dalamnya.

"Semua ini Bunda masak sendiri atau..." Akhtar menggantungkan ucapannya.

"Emm, Bunda tadi beli waktu perjalanan ke sini. Hanya rantangnya saja yang Bunda siapkan," sela Bunda Khadijah, lalu nyengir. "Kamu tak apa kan, makan makanan yang Bunda beli ini?" tanya Bunda Khadijah ragu.

"No. Akhtar tidak masalah kok dengan makanan yang Bunda bawa. Justru akhtar sangat bersyukur mendapatkan perhatian seperti ini dari Bunda dan Abi. Ya sudah, mari kita makan bersama," ucap Akhtar sambil tersenyum lebar.

Kembali Abi Yulian dan Bunda Khadijah saling melempar senyum. Abi Yulian dan Bunda Khadijah merasa jika Akhtar sedang berusaha menciptakan suasana bahagia saat bersama mereka, agar mereka tak merasa khawatir saja.

Abi Yulian menggenggam erat jemari bunda Khadijah sambil menggeleng pelan. Seakan Abi Yulian memberi isyarat pada Bunda Khadijah untuk tidak merasa kasihan dan bertanya tentang perasaan apa pun pada Akhtar. Dan bunda khadijah mengalah, ia memilih untuk diam dan kembali melanjutkan makan siang.

🌹🌹🌹🌹

Zuena duduk di tepi pantai dan menatap hampa lautan di depannya. Dalam diam, Zuena membiarkan angin laut menghempas wajah sendunya. Dia merasa hidup yang dimilikinya tak ubahnya seperti pasir pantai yang dipaksa gelombang untuk tenggelam bersama. Semesta seolah tak lelah membencinya. Takdir seakan mempermainkan hidupnya. Kebahagiaan yang dia minta, yang dia langitkan dalam doa, seolah-olah sangat mahal untuk dia dapatkan. Langit seolah tak mendengar rintihannya, dan bumi seakan tak pernah kasihan pada tiap tetes air mata yang dia tumpahkan.

"Apa yang sedang kamu pikirkan? Strategi? Or... Stuck in love?" tanya Adam sambil menyodorkan minuman kaleng dingin.

"Thank you." Zuena mengambil minuman itu dari tangan Adam. "Chrysanthemum tea, setidaknya bisa melancarkan strategi yang aku susun dan..." Tiba-tiba pikirannya kembali berkecamuk.

"Come on, Zuena! Janganlah memaksa untuk terus bergerak. Tapi paksalah hati dan pikiranmu untuk tujuan baru. Hidup itu butuh frase, meskipun itu memang tak mudah. Tapi, setidaknya kita berjuang tanpa ada kata... Menyerah sampai titik darah penghabisan." Adam menyodorkan kalengnya di depan Zuena.

"Agree," ucap Zuena, lalu menyatukan kalengnya dengan kaleng Adam—bersulang.

🌹🌹🌹🌹🌹

Malam minggu itu, rumah keluarga Abi Yulian terlihat lengang, karena memang kesibukan dua putranya yang tidak bisa ikut mengisi kebersamaan terakhir mereka sebelum Abi Yulian dan Bunda Khadijah beserta anak bungsunya melakukan penerbangan ke Indonesia besok pagi. Bahkan para kaum wanita juga tidak ada di rumah, yang ada hanya Abi Yulian, satpam depan dan tukang kebun yang sudah tidur di ruang jaga.

"Begini amat nasib, punya istri tiba-tiba keluar sama menantu mengurus butik, punya dua anak lelaki sibuk di rumah sakit, punya anak gadis masih di asrama, dan punya si bontot... udah molor saja." Abi Yulian mendesah lesu.

Tadinya Abi Yulian berpikir malam minggu terakhir di Edinburgh akan ramai dan menyenangkan, tapi nyatanya malah membuatnya merasa kesepian. Dan ya... Abi Yulian stuck dalam rencananya sendirian.

Untuk mengisi kekosongan waktu Abi Yulian membuka handphonenya, dan ada pesan masuk yang belum sempat dibacanya.

Papa 📹 📞 :

Papa sudah siapkan beberapa pesta kecil untuk menyambutan kedatangan kalian. Tapi sayangnya... kalian semua tidak bisa pulang sekaligus. Masih ada kloter kedua, seperti sepak bola saja. Dan itupun masih lama, enam bulan lagi.

Papa 📹 📞 :

Tolong bilang sama Arjuna untuk ajak pulang adik-adiknya segera. Jangan lama-lama! Papa ini sudah tua, sudah waktunya menikmati masa tua bersama keluarganya.

Abi Yulian menggeleng-geleng saja setelah membaca pesan dari Kakek Adi. Namun, biar begitu apa yang dikatakan Kakek Adi benar. Kakek Adi butuh waktu untik bersama anak dan cucunya. Mengingat usia Kakek Adi yang sudah tidak muda lagi membuat Abi Yulian

Abi Yulian menghela napas panjang sebelum mengirim balasan, yang meminta Kakek Adi untuk mencoba mengerti jika dua putranya itu masih sibuk di dunia mereka.

“Maaf kan Yulian karena memang tidak bisa memaksa keadaan. Yulian harap Papa mengerti. Dan Yupian bersyukur sampai detik ini Papa masih berada di sisi Yulian. Andai saja kalian semua masih ada, pasti kalian akan ikut bahagia atas keberhasilan mereka sampai di titik ini.” Begitu ungkap Abi Yulian dengan diakhiri helaan napas berat.

Karena merasa sendirian Abi Yulian memutuskan untuk keluar, mengisi malam minggunya dengan berjalan kaki di Royal Mile.

🌹🌹🌹

Arjuna yang baru saja selesai melakukan operasi caesar, ia pun segera menemui Akhtar yang diyakini masih ada di ruang kerjanya.

Dan benar saja, Akhtar memang masih ada di ruangannya yang sedang fokus menatap layar laptopnya.

“Dek, pulang yuk! Abang mau bicara serius sama kamu,” ajaknya dengan tatapan serius.

“Mau bicara apa sih, Bang? Tanggung ini, masih mau mencari belajar.” Begitu jawab Akhtar tanpa mengalihkan pandangannya dari depan layar laptopnya.

“Ada pokok nya. Ikut saja,” pinta Arjuna lagi.

“Okay. Tapi tunggu, aku harus siap-siap dulu,” balas Akhtar dengan memutar bola mata jengah.

Setelah selesai bersiap Akhtar dan Arjuna berjalan menelusuri lorong rumah sakit menuju ke tempat parkir.

“Kita pakai mobil masing-masing, setelah itu ketemu di Guajira cafe.”

“Kenapa di sana? Kenapa tak di rumah saja?” tanya Akhtar dengan alis berkerut.

“Ada yang ingin abang bicarakan padamu, penting.”

“Ok.”

‘Memang mau bicara apa sih? Bikin penasaran orang saja deh,' tanya Akhtar dalam batinnya.

Bersambung...

1
Althaf_Nur11
Memberikan apresiasi itu penting loh! Bahkan sangat berarti..
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!