Setiap perempuan yang berstatus seorang istri pasti menginginkan dan mendambakan memiliki seorang keturunan itu hal yang wajar dan masuk akal.
Mereka pasti bahagia dan antusias menantikan kelahirannya, tetapi bagaimana jadinya kalau seorang anak remaja yang berusia 19 tahun yang statusnya masih seorang gadis perawan hamil tanpa suami??
Fanya Nadira Azzahrah dihadapkan pada situasi yang sangat sulit. Dia harus memilih antara masa depannya ataukah kehidupan dan keselamatan kedua saudaranya.
Apakah Caca bersedia hamil anak pewaris Imran Yazid Khan ataukah harus melihat kakaknya mendekam dalam penjara dan adiknya meninggal dunia karena tidak segera dioperasi??
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon fania Mikaila AzZahrah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 35
Flashback off…
“Apa kita langsung berangkat ke Makassar, Tuan Muda?” Tanyanya Rendy sebelum kembali melajukan mobilnya.
“Bukan, tapi tunggu sampai tahun depan saja!” ketusnya Imran.
“Berarti kita pulang ke rumahnya Nyonya Besar Maryam kalau begitu,” ucap Rendy kemudian menyalakan mesin mobilnya.
Imran menatap tajam ke arah Rendy sang bodyguard merangkap asisten pribadinya, “Rendy!” Imran tak segan-segan melempar tissu bekas ke arah Rendy yang mengoloknya.
Rendy tersenyum samar melihat kekesalannya Imran majikannya yang lebih mirip seperti sahabatnya.
Rendy dan Imran berangkat ke Makassar siang hari itu juga. Imran tidak ingin menunda lebih lama lagi untuk bertemu dengan gadis yang bernama Amirah.
“Bismillahirrahmanirrahim semoga saja aku segera dipertemukan dengan perempuan itu dan aku bisa bertanggung jawab atas perbuatanku. Semoga keluarganya tidak melaporkan tindakanku ke pihak berwajib sebagai pedofil,” cicitnya Imran sambil memandangi jalan yang dilaluinya.
Deringan ponselnya mengalihkan perhatian dari lamunannya, Imran merogoh saku jasnya dimana hpnya berada. Dia melihat nama kedua anak kembarnya yang terpampang di layar ponselnya.
Seulas senyuman tersungging di bibirnya,” assalamualaikum putra sholehnya Papa.”
“Waalaikum salam, katanya Oma, Papa mau ke Makassar? Kok nggak ngajak-ngajak sih! Kami kan pengen juga ketemu dengan adik baru sama Mama baru.”
Abyan dan Ario merajuk karena tidak diajak oleh papanya. Imran tertawa melihat tingkah kedua anak kembarnya.
“Lain kali saja yah papa pasti akan ajakin kalian berdua. Kalau papa sudah menemukan adek sama Mama barulah papa ajakin kalian,” tuturnya Imran yang berjanji suatu saat nanti akan ke Makassar bersama kedua anak kembarnya.
Raut wajahnya kedua bocah itu terlihat sumringah dan ceria mendengarnya,” Alhamdulillah, kami menunggu kabar gembiranya dari papa, iya kan Ario?” Abyan malah bertanya kepada kakaknya.
“Tentu saja kami tidak sabar menunggu saat itu tiba,” timpalnya Ario anak tertuanya Imran.
“Tapi putranya Papa kalian harus doakan papa yah ketika kalian shalat agar bisa ketemu dengan adik dan mama barunya,” imbuhnya Imran yang selalu terhibur dan tenang kalau sudah melihat wajah kedua putranya.
“Janji yah Pah, semoga Papa ketemu dengan adek sama Mama baru,” ucap Abyan.
“Ya Allah, pertemukan papa dengan mama dan adik baru kami. Kami juga pengen punya mama dan adik baru kayak teman-teman sekolah,” ucapnya Ario sambil menengadahkan tangannya ke atas.
“Amin ya rabbal alamin, Masya Allah, anak-anaknya Papa manis dan pinter banget. Udah dulu yah, papa sudah sampai di airport. Kalian jangan nakal yah, rajin belajar…” ucapannya terpotong karena anak kembarnya buru-buru memotong ucapan.
Imran hanya terkekeh melihat sikap anaknya itu.
“Rajin sholat sama ngaji juga kan, nggak boleh gangguin suster Eni sama ngerecokin kerjaannya Opa,” ujar keduanya yang memotong perkataan papanya.
“Assalamualaikum,”
“Waalaikum salam,” balas keduanya kemudian mematikan sambungan teleponnya.
Imran selalu bisa terhibur dengan ulahnya kedua anak kembarnya. Dia bersyukur karena dua anak kembar yang selalu menjadi hiburan dan penyemangatnya dikala sedih dan galau dengan menghadapi rutinitasnya di kantor yang akhir-akhir ini padat dan perceraiannya dengan Selina beberapa hari belakangan.
“Gimana kalau Tuan Imran mengetahui kalau dia memiliki seorang anak gadis yang cantik dan pintar? Semoga saja dia tidak berniat membuang anaknya seperti dahulu,” batinnya Rendy.
Rendy mengecek ponselnya ketika sudah duduk di dalam kabin pesawat sebelum diminta oleh pramugari untuk mematikan ponselnya.
“Tuan Muda Emir sudah mengetahui kalau Caca ada di Makassar dan Chelsea adalah keponakannya sendiri rupanya,” gumamnya Rendy.
Imran tanpa sengaja mendengar perkataannya Rendy,” maksudnya Caca?”
Rendy gelagapan mendengar perkataannya kalau ternyata Imran mendengar gumamannya dan berfikir cepat apa yang harus dia ucapkan untuk mengalihkan perhatiannya Imran.
“Caca, maksudnya sudah enam tahun kami tidak bertemu. Aku berharap dimanapun dia berada semoga selalu bahagia,” Rendy berkelit untuk menutupi kenyataan yang ada.
Imran hanya ber oh ria saja mendengar kebohongannya Rendy karena memang Imran tidak ingin tahu apapun tentang Caca.
Imran kemudian memejamkan matanya karena tubuhnya hari ini cukup kelelahan seharian sibuk bekerja dan sekarang dalam perjalanan menuju ke Sulawesi Selatan.
Rendy mengusap dadanya karena bisa lega tidak keceplosan ataupun rahasianya terbongkar.
“Alhamdulillah rahasia kami masih aman saja,” monolognya Rendy.
Makassar….
Emir memakai masker wajahnya untuk menemui Pak Farhan sebagai kepala sekolah Athirah sekolah tempat Caca mengabdi sebagai seorang guru.
Kedatangannya tidak diketahui oleh Caca karena dia diam-diam mengunjungi sekolah itu.
Emir membawa sekotak cokelat yang dulunya adalah cokelat kesukaannya Caca ketika mengandung anak kembarnya.
“Aku yakin Caca pasti menyukai cokelat dan krupuk kentang dan tempe yang aku belikan,” cicitnya sambil berjalan ke arah dimana ruangan kepala sekolah berada.
Caca yang baru saja menemui wakil kepala sekolah keluar dari dalam lift membawa beberapa berkas administrasi murid kelas 12. Sedangkan Emir masuk ke dalam lift di sebelahnya sehingga mereka tidak bertemu satu sama lainnya.
“Bu Fanya, sini saya bantuin bawain buku-bukunya,” tawarnya seorang siswi yang akan diajarnya setelah jam istirahat kedua.
“Masya Allah baik banget, nggak perlu repot-repot Nak, ibu masih sanggup membawanya kok,” tolaknya Caca secara halus.
“Nggak ngerepotin kok Bu, lagian ibu itu akan mengajar di kelas saya jadi sekalian mi kita barengan jalannya ke sana,” siswi yang bername tag Fatimah itu tidak nyerah juga untuk menawarkan bantuannya.
Caca terseyum simpul mendengarnya kemudian membagi dua beberapa tumpukan berkas dan beberapa buku yang dibawanya.
“Baiklah karena kamu tidak keberatan membantu ibu kalau gitu ini ibu sudah bagi agar nggak terlalu berat,” imbuhnya Caca lalu menyerahkan beberapa tumpukan berkas tersebut.
Caca memulai pembelajaran di kelasnya dengan mengecek kehadiran siswa, kedisiplinan siswa seperti pakaiannya dari ujung kaki hingga ujung rambut.
Caca terkenal disiplin dan tegas dikalangan siswa dan guru-guru. Ia tidak terima kalau ada siswa pembangkang, tetapi akan ringan tangan membantu siswanya jika ada yang mengalami kesulitan baik itu dalam hal akademik maupun finansial.
Caca mencari seorang siswinya yang cukup pintar tapi hari ini tidak masuk sekolah.
“Aprilia Ika Pratiwi,” ucap Caca yang mengabsen siswanya dan mengerutkan keningnya ketika melihat ada dua bangku kosong kebetulan pemilik bangku itu tidak masuk karena berhalangan hadir dengan alasan yang berbeda.
Ika Pratiwi adalah salah satu murid yang berprestasi, tetapi bisa sekolah di Athirah karena mendapatkan bantuan beasiswa pintar padahal dia adalah anak yatim piatu dan dibesarkan oleh tantenya yang sudah dianggapnya ibu kandungnya sendiri.
“Ika hari ini absen Bu,katanya Ibunya sakit jadi harus jagain di rumah sakit,” jawab Winda teman dekatnya Ika.
“Kalau Faqih kenapa nggak masuk, apa sakit atau gimana karena nggak ada informasi mengenai ketidakhadirannya,” imbuhnya Caca.
“Kalau Faqih kayaknya bantuin bapaknya jualan di pasar Bu, bapaknya kemarin jatuh dari motor jadi dia yang gantiin bapaknya sementara waktu,” jelas temannya yang lain.
Sama halnya dengan Ika Pratiwi, Faqih juga terlahir dari kalangan kurang mampu yang bisa sekolah di SMA mahal itu karena bantuan dari pemerintah yaitu beasiswa pintar dan juga tidak mampu.
“Ketua kelas, apa kalian sudah mendatangi rumahnya Faqih dan Ika untuk menjenguk orang tuanya yang sedang sakit?” Tanyanya Caca yang menelisik satu persatu raut wajah siswanya.
“Belum Bu, insha Allah rencananya balik dari sekolah saya dengan Arbi akan ke sana membesuk dan kami sudah patungan untuk membawa buah tangan untuk bapaknya Faqih dan ibunya Ika,” ujarnya Fahmi sang ketua kelas.
“Syukur Alhamdulillah kalau seperti itu, gimana kalau kita barengan ke sana? Kebetulan ibu ada waktu luang jadi bisa sama-sama kalian ke sana. Kalian tau kan alamat rumah mereka?” tanyanya lagi Caca.
“Kami tau Bu Fanya rumahnya,” jawab ketua kelas yang bernama Fahmi.
Caca kembali melanjutkan proses belajar mengajarnya yang sempat tertunda karena Caca selalu memulai pembelajarannya dengan bertanya mengenai kesiapan mental siswanya untuk menerima pelajaran yang akan disampaikannya.
Tujuannya agar anak-anak lebih siap mental dan fisik menerima pelajaran dengan baik sehingga target yang direncanakan oleh Caca tercapai.
Hal itu sangat disukai oleh anak-anak karena lebih santai dan lebih siap menjalani proses belajar mengajarnya.
Proses belajar mengajar di kelas Caca terbilang lancar dan berjalan baik karena Caca mendidik dan mentransfer ilmu kepada peserta didiknya dengan baik dan jelas.
Publik speaking yang dikuasai oleh Caca cukup bagus sehingga setiap makna dari apa yang disampaikan dalam materi pelajaran tersebut tersampaikan dengan jelas dan tepat.
“Baiklah seperti biasa sebelum ibu tutup pelajaran hari ini, kerjakan tugas di rumah yang ada di halaman 123 sesuai dengan apa yang ibu jelaskan barusan. Jika ada yang sulit untuk dikerjakan bisa bertanya di grup whatsapp saja, insha Allah ibu pasti akan membantu kalian,” ujarnya Caca.
“Baik Bu guru,” balasnya semua anak-anak.
“Kalau begitu kita akan mulai ice breakingnya yah dimulai dari Hilmansyah,” ucap Caca secara bergantian hingga semua muridnya mendapat giliran sebuah pertanyaan.
Tanpa sepengetahuan siapapun kecuali pegawai khusus yang memegang kendali semua cctv di sekolah itu, diam-diam Emir menyambung langsung ke layar ponselnya kelas 12 A dimana Caca mengajar.
Dia senyum-senyum memperhatikan kekasih pujaan hatinya yang serius mengajar. Ia tak pernah lelah dan bosan untuk mengagumi wanita yang sedari enam tahun lebih itu dicintainya.
“Kamu semakin cantik, hatimu juga nggak berubah masih peduli dengan kesusahan orang-orang yang ada di sekitarmu,” gumamnya Emir.
“Tuan, saya sudah menyimpan hadiah istimewa itu di atas mejanya Bu Fanya sesuai dengan perintah Anda,” tuturnya seorang OB.
Emir tersenyum simpul sebelum merogoh dompetnya dari dalam saku celananya dan mengambil dua lembar uang kertas bergambar Presiden RI yang ke satu.
“Ini untukmu, mulai hari ini kamu akan bekerjasama denganku. Aku akan telpon kamu nanti kalau aku butuh tenaga dan bantuan Kamu,” ucap Emir.
Ob itu bahagia karena mendapatkan uang tip,” Alhamdulillah makasih banyak Tuan, insha Allah, saya akan selalu siap 24 jam untuk membantu Anda.”
Ob itu gegas pergi setelah mengambil uang tip untuknya. Emir meninggalkan sekolah itu dan akan menemui murid yang kebetulan membutuhkan bantuan sambil menunggu kedatangan Caca di sana.
Setelah menuntaskan jam mengajarnya siang hari itu, Caca berjalan ke arah kantor khusus guru. Dia terkejut melihat ada sebuah buket bunga mawar putih dan juga buket cokelat di atas meja kerjanya.
“Maaf apa Pak Danu tahu siapa orang yang mengirimkan benda ini?” Tanyanya Caca.
“Saya juga baru sampai, jadi nggak tau. Coba kita tanyami guru yang lain barangkali ada yang mengetahui siapa pengirim paket hadiahnya,” balas Pak Danu.
“Mungkin saja itu dari Pak Arfah, Bu Fanya secara dia kan pedekate sama kita ibu,” celetuknya Bu Narti.
“Kayaknya bukan deh Pak Arfah soalnya yang bawa ke sini kalau nggak salah ingat OB yang namanya Suardi karena tadi dia bertanya yang mana meja kamu,” timpalnya Bu Yuliana.
Caca memeriksa paket hadiah itu dan tertulis nama si pengirim EYK.
“EYK? Siapa?” Tanyanya Caca.
Entah kenapa pikirannya tiba-tiba tertuju kepada Emir pria yang sampai detik ini dirindukannya tetapi tidak berani menemuinya.
“Nggak mungkin lah kalau itu namanya kak Emir Yazid Khairi Khan,” cicitnya sembari menggelengkan kepalanya.
btw.. Selamat yaa udah TAMAT.. 👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻👏🏻
Anugerah Allah yg paling indah mas Emir.. 😍😍😍😍😍