Dinikahi Om Dari Sang Penghianat

Sudah dua minggu berlalu sejak acara keluarga besar Davin yang penuh dengan kejutan, terutama untuk Alya. Sejak saat itu, nama Alya kembali mencuat di media sosial.

 Banyak orang mengaguminya bukan hanya sebagai istri seorang pebisnis sukses, tetapi juga karena pencapaiannya sendiri sebagai pendiri lembaga sosial dan aktivis muda yang menginspirasi.

Bahkan, undangan talkshow mulai berdatangan.

“Alya, kamu dapat undangan dari tiga stasiun TV berbeda,” ucap Citra, sahabat Alya sekaligus manajer lembaganya.

“Mereka pengen kamu jadi pembicara soal pemberdayaan perempuan muda dan ibu muda sukses.” tabah citra lagi

Alya terdiam. Matanya melirik ke arah Aluna yang sedang duduk di lantai, menumpuk balok warna-warni sambil sesekali tertawa kecil.

“Aku gak yakin harus tampil di TV sekarang. Aluna masih butuh aku…”

“Tapi justru karena itu kamu istimewa, Ly,” kata Citra pelan. “Kamu bisa jadi inspirasi banyak perempuan yang berpikir bahwa setelah jadi istri dan ibu, mimpi harus ditunda.”

Sementara itu, Davin memperhatikan semua dari kejauhan. Ia tahu Alya sedang dihadapkan pada dilema, dan sebagai suami, ia ingin jadi pendorong yang lembut, bukan paksaan.

Davin lalu diam-diam menghubungi beberapa kenalan.

Ia juga bekerja sama dengan Citra dan bahkan melibatkan Ibu Alina —ibunda Alya yang kini mulai akrab kembali setelah menyadari betapa istimewanya anak perempuannya itu.

“Kejutannya harus bikin dia menangis haru,” ucap Davin, tersenyum kecil sambil membelai foto pernikahan mereka.

Dua minggu kemudian…

Alya dikejutkan oleh Davin yang mengajaknya ke sebuah gedung auditorium besar di pusat kota, tanpa banyak penjelasan. Ia hanya bilang, “Ada sesuatu yang ingin aku tunjukkan.”

Ketika mereka tiba, puluhan mobil media sudah berjejer. Banyak orang keluar masuk gedung. Alya mulai bingung.

“Mas… kita ke mana ini?”

Davin hanya menggenggam tangannya dan tersenyum. “Ke tempat di mana dunia akan tahu siapa Alya sebenarnya.”

Begitu pintu auditorium dibuka, sorotan kamera langsung menyambut Alya. Spanduk besar terpampang di atas panggung bertuliskan:

“Malam Penghargaan Perempuan Muda Inspiratif 2025”

Dan di tengah panggung, nama Alya terpampang megah sebagai penerima utama penghargaan tahun ini.

Mata Alya membulat. “Apa… ini?”

Davin menuntunnya ke arah panggung, lalu membisikkan, “Ini kejutan kecilku. Kamu pantas mendapatkannya. Semua ini karena kamu tidak pernah menyerah.”

Alya dibimbing naik ke panggung oleh panitia. Presenter membacakan perjalanan hidupnya—dari pengkhianatan, dijauhi keluarga, hingga menjadi istri, ibu, dan pemimpin lembaga sosial yang berdampak besar bagi masyarakat.

Semua hadirin berdiri memberikan tepuk tangan meriah.

Sambil menahan tangis, Alya menerima penghargaan itu.

“Aku berdiri di sini bukan karena ingin dianggap sempurna,” katanya dalam pidato. “Tapi karena aku tahu, setiap luka bisa jadi kekuatan. Aku pernah dihancurkan oleh cinta dan kepercayaan, tapi dari reruntuhan itu, aku membangun diri menjadi ibu, istri, dan pejuang.”

Di barisan depan, Davin menggenggam tangan Aluna dan menatap Alya dengan mata berkaca-kaca.

“Alya, kamu pemenang yang sebenarnya,” bisiknya dalam hati.

Malam itu, setelah acara selesai, Alya memeluk Davin erat-erat di balkon hotel tempat mereka menginap.

“Terima kasih… untuk semua ini. Aku gak pernah nyangka bisa sampai di titik ini.”

Davin membalas pelukannya. “Kamu selalu pantas untuk sampai di sini. Aku hanya memastikan kamu gak lupa betapa hebatnya dirimu.”

Alya tertawa pelan. “Aku gak minta kejutan lagi ya… cukup bikin jantung deg-degan.”

“Terlalu terlambat,” jawab Davin sambil mengeluarkan kotak kecil berisi tiket perjalanan ke tempat impian Alya sejak lama,

“Anggap saja liburan keluarga pertama kita.”

Alya menatapnya tak percaya, lalu langsung memeluk Davin erat. Di belakang mereka, Aluna tertawa-tawa sambil memeluk boneka domba barunya.

Dan untuk pertama kalinya dalam hidup Alya, ia merasa… lengkap.

Bersambung