NovelToon NovelToon
Bidadari Pilihan Zayn

Bidadari Pilihan Zayn

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Cinta pada Pandangan Pertama
Popularitas:3.6k
Nilai: 5
Nama Author: Hania

“Le, coba pikirkan sekali lagi.”

“Aku sudah mantap, Umi.”

Umi Shofia menghela nafas berkali-kali. Dia tak habis pikir dengan pilihan Zayn. Banyak santri yang baik, berakhlak, dan memiliki pengetahuan agama cukup. Tetapi mengapa justru yang dipilihnya Zara. Seorang gadis yang hobinya main tenis di sebelah pondok pesantren.

Pakaiannya terbuka. Belum lagi adabnya, membuatnya geleng-geleng kepala. Pernah sekali bola tenisnya masuk ke pesantren. Ia langsung lompat pagar. Bukannya permisi, dia malah berkata-kata yang tidak-tidak.Mengambil bolanya dengan santai tanpa peduli akan sekitar. Untung saja masuk di pondok putri.

Lha, kalau jatuhnya di pondok putra, bisa membuat santrinya bubar. Entah lari mendekat atau lari menghindar.

Bagaimana cara Zayn merayu uminya agar bisa menerima Zara sebagaimana adanya?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hania, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penyematan Tanda Ikatan

Zayn benar-benar tersentuh. Dia pun menatap Zara dengan lekat, memandangnya dengan penuh rasa, senyumnya  mengembang saat mendapati Zara mengucapkannya dengan tulus. Niat baiknya telah disambut dengan hati yang ikhlas.

Ada desiran halus yang tak bisa Zayn tolak, saat untaian kata yang begitu indah keluar dari bibir Zara. Yang menunjukkan akan sebuah tekad kuat dan keberanian untuk menatap masa depan dengan penuh harapan kebaikan karena Allah semata.

Dia tak bisa lagi menghentikan Jantungnya semakin berdetak syahdu, memperkuat irama romantis nan indah yang Ia ingin bangun bersama di masa mendatang.

Serasa angannya terbang melayang ke surga sebelum waktunya. Sampai-sampai doa yang diucapkan oleh Kyai  tak lagi menarik untuk didengar apalagi mengamininya.

Dia baru tersadar saat semua serempak mengucapkan Al-fatihah sebagai pertanda doa berakhir.

“Monggo pak Kyai, Bu Nyai dan Gus, kita ke ruang sebelah. Menikmati menu utama,” ajak Paman Zara kepada mereka dengan ramah.

Kyai Munif dan Bu nyai Shofia segera bangkit mengikuti arahan paman Zara. Adapun Zayn, ia bangkit dengan ragu. Dia merasa ada sesuatu yang kurang. Apa ya?

Dia baru sadar saat merogoh kantong sakunya. Tangannya menyentuh sebuah benda,  yang telah lama dia siapkan.

Zayn mengeluarkan sebuah kotak kecil berbentuk hati, terbungkus indah dengan kain bludru yang berwarna merah maroon. Sebagai tempat penyimpanan sebuah benda yang amat berharga untuk sebuah hati yang ingin dia miliki.

Dia pun berbisik pada umi Shofia.

“Umi, cicin ini?” kata Zayn sambil menunjukkan cincin dengan bertahtakan berlian, cahayanya berkilau sangat indah kepada Umi Shofia.

“Kok nggak bilang dari tadi. Sekarang sudah waktunya makan. Lagian kenapa tidak kamu berikan ke Umi. Nggak percaya sama Umi?” kata umi Shofia sambil berlalu pergi.

“Eh nggak begitu Umi,” gumam Zayn sambil melongo, menatap umi Shofia pergi tak lagi memperdulikan dirinya.

“Ya, Umi. Masak aku sendiri yang menyematkan.”

Zayn tertunduk lesu. Ia pun memasukkan kembali cincin tersebut ke dalam saku. Mungkin waktu pernikahan saja disematkannya. Tapi kok tidak Afdhol jika tidak ada penyematan cincin sebagai tanda ikatan.

Meskipun demikian agak kesal, Zayn tetap melangkah dengan gontai, mengikuti rombongan bapak-bapak memasuki ruang makan.

Umi Shofia tak tega. Dia menghampiri putranya.

“Mana cincinnya , Biar Umi sematkan,” kata umi Shofia kemudian.

Zayn kembali ceria, senyumnya mengembang. Dia mengeluarkan kembali cincin yang sempat dia simpan dan memberikannya dengan umi Shofia.

Umi Shofia menolak.

“Ikut Umi!”

Zayn dengan patuh mengikuti langkah umi Shofia, menyibak para tamu, menuju ke tempat Zara berada. Di mana dia masih berdiri malu-malu di samping bunda Ana.

Paman Zara yang melihat Umi Shofia dan Zayn mendekati Zara dengan membawa sebuah kotak merah hati, segera tanggap. Dia yang memang belum beranjak dari tempatnya semula, segera menyalakan mikrofon dan mendekati mereka. Memandu jalannya acara yang sempat terlewatkan.

“Ngapunten Bapak ibu sekalian. Ada satu acara yang penting yang kita lewatkan yaitu acara penyematan cincin pada calon pengantin wanita.

Sambil menikmati hidangan yang tersedia, marilah kita beri kesempatan pada Gus Zayn untuk memberikan cincin pengikat pada neng Zara. Monggo Bu nyai.”

Umi Shofia diikuti oleh Zayn segera datang mendekat.

“Nak Zara,” panggil Umi Shofia dengan penuh kelembutan,

Bunda Ana yang sudah pernah merasakan bagaimana dag-dig-dug nya ketika harus berhadapan dengan calon mertua segera menepuk pundaknya dengan lembut. Membisikkan kata-kata penyemangat.

“Dia ibu banyak santri, tentu mudah baginya untuk menerima mu, Zara,” bisiknya lembut.

Zara pun mengangguk.

Meskipun Zara masih gemetaran, dia pun memberanikan diri, melangkah mendekati Umi Shofia dan juga Zayn. Jantungnya tak berhenti berdebar manakala langkah kakinya semakin mendekat pada pemuda yang sangat tampan, berwibawa yang berdiri malu malu di samping Umi Shofia.

“Umi.” Dia segera mencium tangan wanita itu dengan takzim.

Usapan lembut dari telapak tangan umi Shofia, membuat hati Zara menghangat dan tenang. Ia tak memungkiri kalau sedang benar benar nerveos, mengalahkan nerveosnya saat pertama kali terjun ke lapangan tenis saat pertandingan. Semua mata tertuju padanya, mengalihkan perhatian mereka pada nasi serta lauk pauk yang telah lengkap di dalam piring mereka.

“Zayn, mana cincinnya?” kata Umi Shofia.

Zayn pun mengangkat kepala. Ada rasa bangga saat Zara telah berdiri di samping Umi Shofia. Setapak lagi langkahnya akan mencapai tujuan, meski semua masih misteri untuk kehidupannya. Biarlah saat ini semua orang bertanya-tanya akan keputusannya. Mengambil Zara sebagai pemilik hatinya. Biarlah...

Namun apa yang ingin ia wujudkan untuk hidup bersama dengan Zara merupakan pekerjaan rumah yang harus segera ia selesaikan.

Dia dengan sigap membuka tempat cincin berada. Sebuah cincin yang mengharuskan dirinya mengeluarkan uang tak kurang dari lima ratus juta rupiah dari kocek nya.

“Ini Umi,” jawab Zayn sambil menyerahkan cincin pada umi Shofia. Bukan dirinya yang akan menyematkannya, namun umi Shofi.

Dengan senyum yang menyejukkan, Umi Shofia menyematkan cincin dari Zayn ke jari manis Zara.

Masyaallah...sungguh indah cincin itu ketika sudah berada di tempatnya. Zara sangat bangga. Dia memandangi cincin di jari manisnya dengan mata berbinar-binar.

“Terima kasih, Umi.” Ucapnya kemudian.

Demikian juga dengan Zayn. Dia sangat puas dengan pilihannya. Apalagi cincin itu begitu pas di jari Zara. Padahal dia membelinya tidak dengan Zara.

Acara demi acara telah terlewati dengan baik. Tanpa suatu halangan yang berarti. Dan hari pernikahan pun sudah diumumkan di waktu itu juga. Sehingga semua lega dan mengucapkan syukur untuk ujung malam yang sempurna, dalam sebuah rencana jalinan kekerabatan yang lebih erat.

Ada senyum kepuasan pada kyai Munif saat meninggalkan rumah Zara. Dia melihat Zara anak yang baik dan berbakti. Itu sudah cukup baginya untuk bisa menerimanya sebagai menentu.

Ia menerima Zara apa adanya, meski diakuinya kalau Zara bukan dari keluarga pondok atau religi yang selama ini dia harapkan. Tapi kalau  ini sudah merupakan kehendak Yang Kuasa, apa dayanya untuk menolak.

🌺

Tiap moment dalam perjalanan menuju halalnya terasa sangat panjang dan melelahkan. Baik bagi  Zayn maupun Zara.  Dari menyusun rencana persiapan  menuju hari H. Dari pelaminan, lifting baju pengantin, menu, undangan, fotografer, perias dan lain sebagainya. Agar acara yang diharapkan bisa berjalan lancar.

Pada mulanya resepsi akan diadakan di sebuah hotel, agar  teman-teman Zara juga bisa hadir, namun Kyai Munif menghendaki lain. Dia tak ingin resepsi mewah untuk sekedar mengumumkan pernikahan putranya. Yang penting, hadirnya banyak kyai yang akan memberikan doa bagi mempelai berdua.

Sebuah pemikiran yang bagus yang tak pernah terpikirkan oleh Zayn sebelumnya. Tapi dia sudah terlanjur booking hotelnya. Zara juga sudah terlanjur mengundang teman-temannya di tempat yang sudah direncanakan.  Zayn cukup dibuat pusing juga dengan situasi semacam ini.

Pada akhirnya Zayn memilih untuk mengikuti saran dari kyai Munif. Acara resepsi cukup diadakan di pondok saja. Dengan memasang terop besar yang akan memenuhi lapangan yang ada di tengah pondok. Selain menghemat biaya dan bisa mengundang sahabat-sahabatnya sesama kyai se kota daerah istimewa di bawah lereng merapi ini.

Dan Zara mau mengalah. Dengan mengalihkan mengundang teman-temannya yang semula bertempat di hotel, menuju  ke pondok pesantren. Semoga tidak akan terjadi apa-apa.

 

1
Anto D Cotto
menarik
Anto D Cotto
lanjut crazy up Thor
Rian Moontero
mampiiiir🖐🤩🤸🤸
Titik Sofiah
awal yg menarik ya Thor moga konfliknya nggak trlalu berat dan nggak ada drama'' poligami.a ya Thor
hania: Beres kakak 😍
total 1 replies
hania
terimakasih kakak
❤️⃟Wᵃfℛᵉˣиᴀບͤғͫᴀͣⳑ🏴‍☠️ꪻ꛰͜⃟ዛ༉
bagus ceritanya seru kayaknya lanjut kak
hania: ok kakak
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!