Istriku! Oon!?.
Eric Alaric Wiguna , seorang Mafia & CEO perfeksionis, mendapati hidupnya jungkir balik setelah menikahi Mini.
Mini Chacha Pramesti adalah definisi bencana berjalan: ceroboh, pelupa, dan selalu sukses membuat Eric naik darah—mulai dari masakan gosong hingga kekacauan rumah tangga yang tak terduga.
Bagi Eric, Mini itu oon tingkat dewa.
Namun, di balik ke-oon-annya, Mini punya hati yang tulus dan hangat. Mampukah Eric bertahan dengan istrinya yang super oon ini?
Atau justru kekonyolan Mini yang akan menjadi bumbu terlezat dalam pernikahan kaku mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon simeeee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Episode 23: Gerbang Podgorica dan Aroma Pengkhianatan
selamat Membaca 👇
Eric Alaric Wiguna dan Mini Chacha Pramesti, sebagai Alessandro dan Sofia Moretti, tiba di Podgorica, ibu kota Montenegro. Berbeda dengan kota-kota kuno Italia, Podgorica adalah kota modern dengan arsitektur era Soviet, yang memberikan kesan keras dan tanpa ampun. Di sini, kekuasaan tidak diukur dari kastil, tetapi dari kendali atas infrastruktur.
Mereka menyewa suite mewah di hotel modern, karena Eric tahu kekayaan adalah penyamaran terbaik. Eric segera mengaktifkan perangkat pengacak sinyalnya.
"Mini, kita aman di sini selama 24 jam. Kita harus bertemu dengan Klan Shkreli di restoran yang mereka kendalikan malam ini," kata Eric, melihat jadwal di laptopnya. "Ingat, kita adalah venture capitalist yang ambisius. Kau harus sangat berhati-hati, mereka sangat curiga terhadap orang luar."
Mini mengenakan gaun malam yang elegan. Ia menatap pantulan dirinya dan Eric di cermin. Mereka terlihat seperti pasangan yang kuat dan berbahaya. Mini meletakkan tangan di dada Eric.
"Aku khawatir, Eric," bisik Mini. "Ini wilayah Ayahku. Aku takut..."
"Takut bertemu dengannya?" tanya Eric lembut, membalikkan badan Mini menghadapnya.
Mini menggeleng. "Aku takut intuisi Valerius-ku gagal. Aku takut aku salah membaca mereka. Di Italia, aku hanya bertarung melawan Nenekmu. Di sini, aku melawan darahku sendiri."
Eric memegang wajah Mini, matanya memancarkan janji yang serius. "Mini, kau adalah istriku. Kau tidak bertarung sendirian. Kekuatanmu bukan hanya intuisi; itu adalah kemampuanmu untuk membuatku fokus di tengah kekacauan. Aku akan mengawasi power play-nya, dan kau awasi micro-ekspresi-nya."
Eric mencium Mini. Ciuman itu dalam dan penuh keyakinan, sebuah ritual kecil yang mereka kembangkan di tengah pelarian: menegaskan bahwa di balik penyamaran berbahaya, ada ikatan yang nyata.
"Sekarang, Signora Moretti, mari kita dapatkan janji temu dengan Ayahmu," kata Eric, suaranya kembali ke nada Capo yang dingin.
Eric dan Mini tiba di restoran mewah yang dikendalikan Klan Shkreli. Mereka disambut oleh Nikolla Shkreli, pemimpin klan, dan dua wakilnya. Nikolla adalah pria bertubuh besar dengan mata yang menilai, mengenakan setelan mahal khas Mafia Balkan.
"Selamat datang di Podgorica, Tuan dan Nyonya Moretti," sapa Nikolla, dengan senyum yang tidak sampai ke mata. "Kami mendengar Anda tertarik dengan jaringan pelabuhan kami."
Eric memulai negosiasi dengan percaya diri. "Jaringan pelabuhan Anda sangat menarik, Nikolla. Klan kami—Moretti—berpikir untuk mengakuisisi 40% saham untuk memperluas jalur kargo kami dari Laut Hitam ke Adriatik. Kami menawarkan uang tunai dari Dana Investasi Swiss kami."
Nikolla terkesan dengan jumlah uang tunai yang ditawarkan Eric. Ini adalah uang dari DOE, Dana Operasional Darurat yang sudah dibuka Eric.
"Tawaran Anda murah hati, Tuan Moretti. Tapi jaringan ini memiliki pemilik yang sangat kuat. Kami tidak bisa menjualnya tanpa persetujuan dari Mr. X," kata Nikolla, menghindari menyebut nama Silvio Valerius.
Mini mengambil inisiatif. Ia memiringkan kepalanya sedikit, meniru arogansi Sofia Moretti.
"Kami tidak bernegosiasi dengan 'Mr. X', Nikolla," kata Mini, suaranya tenang. "Kami hanya bernegosiasi dengan pemegang kendali. Jika Anda memerlukan persetujuan dari pihak yang lebih tinggi dari Anda, itu berarti Anda tidak memegang kendali. Itu membuat investasi kami sangat berisiko."
Nikolla mulai panik. Mini, dengan intuisi Valerius-nya, menyadari bahwa Nikolla sangat takut pada Silvio, yang bersembunyi di suatu tempat di Podgorica dan mengawasi negosiasi ini.
Eric melihat bahwa Mini berhasil menekan Nikolla. Eric mengambil alih pembicaraan. "Jika Anda dapat mengatur pertemuan dengan 'Mr. X' besok, kami akan menaikkan tawaran kami 15%. Kami tidak punya waktu untuk drama Balkan."
Nikolla setuju untuk mengatur pertemuan tersebut. Saat bersalaman, Eric memberikan sinyal kepada Mini. Mereka tahu mereka telah mendapatkan apa yang mereka inginkan.
Namun, saat mereka berjalan keluar dari restoran, Mini merasakan sensasi yang berbeda. Bukan ketakutan atau keserakahan, melainkan pengakuan dan perhatian yang kuat.
Mini berbisik kepada Eric, suaranya terkejut: "Eric, ada seseorang di restoran ini. Mereka menatapku, bukan cincin atau uangmu. Mereka tahu aku bukan Sofia Moretti."
Mini secara intuitif menoleh ke sudut gelap ruangan dan melihat seorang pria paruh baya yang tenang, tinggi, dan berjanggut perak. Pria itu tidak tersenyum, tetapi tatapannya intens. Pria itu mengangkat gelasnya sedikit ke arah Mini—sebuah gestur pengakuan.
"Siapa itu, Mini?" tanya Eric.
Mini merasakan ikatan darah yang dingin. "Itu... Silvio Valerius. Ayahku," bisik Mini.
Saat itu juga, pria itu berdiri dan berjalan ke pintu samping, menghilang di kegelapan Podgorica.
Tiba-tiba, ponsel Eric berdering. Itu adalah pesan terenkripsi dari kontak yang tidak dikenal.
Pesan Terenkripsi (Dari "X"):
"Selamat datang, Nyonya Wiguna. Pertemuan Anda dengan Ayah mertua Anda diatur. Besok, Puncak Biara Durmitor. Kami akan menjemput Anda. Jangan bawa senjata. Datanglah berdua."
"Sial," umpat Eric. "Dia tahu kita ada di sini, dan dia tahu kita sudah menikah. Dia menggunakan nama 'Wiguna' untuk menunjukkan bahwa dia tahu segalanya. Dia tidak tertarik pada bisnis, dia tertarik pada permainan kekuasaan."
Mereka telah berhasil memancing Silvio Valerius, tetapi sekarang mereka harus berhadapan langsung dengan sang pangeran Mafia.
BERSAMBUNG.
contohnya:
"Lari! Jangan diam saja!"
"Dan, kenapa istrimu lama sekali?!"
Begitulah yang di ucapkan konsen padaku.
jadi mudah dipahami kan?