Siapa sangka putri tertua perdana menteri yang sangat disayang dan dimanja oleh perdana menteri malah membuat aib bagi keluarga Bai.
Bai Yu Jie, gadis manja yang dibuang oleh ayah kandungnya sendiri atas perbuatan yang tidak dia lakukan. Dalam keadaan kritis, Yu Jie menyimpan dendam.
"Aku akan membalas semua perbuatan kalian. Sabarlah untuk menunggu pembalasanku, ibu dan adikku tersayang."
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Reinon, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter 26
"Ada apa?" tanya Fang Li.
"Li Jing pingsan," jawab Fang Ling.
"Kakak, bantu aku memindahkannya ke tempat tidur!" pinta Yu Jie.
Fang Hua turut serta membantu Yu Jie, Fang Li, dan Fang Ling mengangkat tubuh Li Jing. Untungnya saat ini mereka sedang berada di kamar Yu Jie. Memudahkan Yu Jie untuk memeriksa dan memberinya obat.
Yu Jie duduk di samping tempat tidur dan mulai memeriksa kondisi Li Jing. Suasana di kamar langsung hening. Mereka tidak ingin mengganggu Yu Jie yang sedang konsentrasi memeriksa Li Jing.
Beberapa saat kemudian Li Jing siuman sambil mengaduh. Gadis itu memegang kepalanya. Rasanya sangat sakit seperti ditusuk oleh ribuan jarum.
"Sakit kepalamu kambuh lagi?" tanya Yu Jie kasihan.
Li Jing mengangguk, "Rasa sakitnya luar biasa hebat, nona."
"Istirahatlah sebentar!" seru Yu Jie.
"Baik nona," jawab Li Jing menahan sakit.
"Kakak, apa kak Li Jing akan baik-baik saja?* tanya Fang Ling khawatir.
Yu Jie bangkit lalu berjalan menuju lemari tempat penyimpanan obat dan ramuan khusus miliknya, "Dia akan baik-baik saja. Setelah meminum obat ini, sakitnya akan hilang."
"Ibu akan menemui pengawal itu. Memintanya untuk menunggu sebentar," ucap Lian.
"Tunggu, ibu! Aku belum menambah hiasan di wajah ibu. Fang Ling, kau saja yang memberitahu pengawal itu," perintah Yu Jie.
"Baik kak," jawab Fang Ling seraya meninggalkan kamar Yu Jie.
"Setelah aku memberi Li Jing obat, aku akan menambah hiasan di wajah ibu," ucap Yu Jie sambil tersenyum.
Entah hiasan seperti apa yang akan Yu Jie lukis di wajah ibunya. Yu Jie mengambil dua butir obat dengan warna dan ukuran yang sedikit berbeda.
Satu obat berukuran sebesar kelereng berwarna hitam dan satunya lagi berukuran lebih kecil dari obat hitam dengan warna cokelat muda.
"Minumlah!" perintah Yu Jie pada Li Jing.
Li Jing segera meminum kedua obat itu bersamaan. Fang Li memberikan air minum untuk Li Jing agar mudah menelan obat.
"Nona, obat yang kecil tadi untuk apa?" tanya Li Jing penasaran karena selama ini nona ketiganya hanya memberinya obat berwarna hitam.
Yu Jie tersenyum, "Obat yang kecil itu untuk memulihkan ingatanmu. Aku sudah lama mempersiapkannya dan menunggu waktu yang tepat untuk memberikan obat itu padamu."
"Terima kasih nona," jawab Li Jing disertai dengan kelopak matanya yang perlahan terpejam.
"Jadi, ingatan Li Jing akan segera kembali!" seru Fang Hua senang.
"Obat hanya membantu saja. Jika dia tidak memiliki keinginan yang kuat untuk mengembalikan ingatannya, butuh waktu lama agar ingatannya pulih kembali," jelas Yu Jie.
"Aku akan menyemangatinya," ucap Fang Hua.
"Kau itu penasaran makanya ingin menyemangatinya, kan!" seru Lian.
"Ibu tahu saja," jawab Fang Hua sambil terkekeh karena ketahuan oleh ibunya.
"Memangnya ibu tidak penasaran?" Fang Hua balik bertanya.
"Jika memang masa lalunya baik, ingatannya akan segera pulih. Jika masa lalunya buruk baginya, tentunya lebih baik ingatan itu tidak usah kembali," jelas Lian.
"Ibu sangat bijaksana," ujar Fang Li.
"Aku kasihan padanya. Mana tahu dia masih memiliki keluarga di luar sana," ucap Fang Hua sedih.
"Baiklah sekarang waktunya aku merias ibu sedikit," timpal Yu Jie.
Jika tidak dipotong pembicaraan mereka, bisa-bisa tidak selesai. Yu Jie mengambil adonan di mangkuk yang tadi dia gunakan untuk membuat luka kering di wajahnya, tapi Yu Jie tidak melakukan hal yang sama. Dia membuat beberapa kerutan agar ibunya terlihat tampak lebih tua. Terakhir, Yu Jie tambahkan tahi lalat di ujung atas bibir kanannya.
"Sempurna!" seru Fang Hua.
"Kalau sudah begini, selir Huang tidak akan mengenali kita," ucap Lian.
Ketiga gadis itu mengangguk setuju. Keempat wanita berbeda generasi itu kembali disibukkan dengan perihal keberangkatan mereka.
Berbeda dengan Li Jing yang saat ini sedang bergelut dengan rasa sakit di kepalanya. Ingatan-ingatan akan masa lalunya perlahan muncul. Terlihat seperti lembaran buku yang dibalik dari halaman ke halaman.
Li Jing bisa mendengar suara riuh rendah nyonya dan ketiga putrinya, tapi dia tidak bisa membuka mata dan menggerakkan tubuh. Seperti dia dipaksa untuk mengingat masa lalunya.
Perlahan, efek dari kedua obat yang tadi dia minum mulai bereaksi. Bayangan ingatan itu perlahan memudar disertai dengan berkurangnya rasa sakit di kepala. Entah bagaimana, tapi yang pasti setelah itu Li Jing terlelap.
Tepat sebelum matahari berada di atas kepala yang menandakan tengah hari, rombongan tabib Lin berangkat menuju kota. Li Jing juga sudah siuman. Gadis itu terlelap hanya sebatas seperempat bakaran dupa.
Pengawal baru dari kediaman Bai itu memilih menunggang kudanya sendiri. Dia tidak ingin berada di dalam satu kereta dengan wanita-wanita buruk rupa. Untung saja salah satu dari mereka mengenakan cadar. Dia tidak tahan melihat bekas luka kering di wajah gadis itu.
Perjalanan mereka berjalan aman, damai, dan lancar. Tidak ada hambatan sama sekali. Tentu saja, daerah-daerah yang mereka lalui adalah daerah kekuasaan Fang Li dan Yu Jie. Jika ada yang ingin membuat masalah dengan keluarga tabib Lin, jangan harap Yu Jie akan membantu mereka.
Setelah enam hari perjalanan, mereka akhirnya tiba di kediaman Bai. Tampak beberapa orang pelayan berjejer rapi menyambut kedatangan mereka.
Nyonya Lin Lian dan Fang Hua turun lebih dulu. Lian ingin memastikan bahwa dua wanita itu tidak mengenali mereka. Biarlah dia yang lebih turun dari kereta.
Fang Hua tak tinggal diam melihat ibunya turun dari kereta. Dia bergegas menyusul. Fang Hua tak ingin sesuatu yang buruk terjadi pada ibunya. Meski wajah mereka sudah disamarkan tetap saja rasa takut bercampur amarah itu berkumpul di dalam hati.
Suhu tubuh Fang Hua seketika berubah tak karuan menjadi panas dingin. Jantungnya berdebar lebih cepat dari biasanya. Dia pernah menjadi seorang pelayan di kediaman ini. Tak ayal membuat nyalinya sedikit menciut.
"Mereka bukan siapa-siapa," bisik Lin Lian.
Wanita paruh baya itu berusaha menenangkan putri keduanya. Nyonya Lin memegang tangan putri keduanya yang sedikit gemetar. Wajar jika Fang Hua merasakan seperti itu.
Bagaimana pun kediaman ini sempat memberi kesan tidak baik untuk Yu Jie dan disaksikan oleh Fang Hua. Lin Lian mengeratkan pegangannya memberi kode pada Fang Hua bahwa nyonya utama kediaman Bai beserta putri tercintanya sedang berjalan ke arah mereka.
Fang Hua mengatur napas dan berusaha untuk tetap tenang. Dia berusaha menguatkan diri sendiri di dalam hati. Jangan sampai terjadi kesalahan pada pertemuan pertama.
Nyonya besar itu berdiri tepat di hadapan Lin Lian dan Fang Hua. Wajahnya masih secantik dulu hanya terlihat tua. Matanya menatap tajam Lin Lian. Memperhatikan wajah wanita itu tanpa berkedip. Jantung Fang Hua semakin tak karuan.
Apa kami ketahuan? Fang Hua bertanya dalam hati.
lanjut up lagi thor
lanjut up lagi thor