NovelToon NovelToon
Aku Pergi...

Aku Pergi...

Status: sedang berlangsung
Genre:Selingkuh / Penyesalan Suami
Popularitas:2.3k
Nilai: 5
Nama Author: Call Me Nunna_Re

Luna Maharani.

Nama yang sudah lama tidak ia dengar. Nama yang dulu sempat jadi alasan pertengkaran pertama mereka sebelum menikah. Mantan kekasih Bayu semasa kuliah — perempuan yang dulu katanya sudah “benar-benar dilupakan”.

Tangan Annisa gemetar. Ia tidak berniat membaca, tapi matanya terlalu cepat menangkap potongan pesan itu sebelum layar padam.

“Terima kasih udah sempat mampir kemarin. Rasanya seperti dulu lagi.”



Waktu berhenti. Suara jam dinding terasa begitu keras di telinganya.
“Mampir…?” gumamnya. Ia menatap pintu yang baru saja ditutup Bayu beberapa menit lalu. Napasnya menjadi pendek.

Ia ingin marah. Tapi lebih dari itu, ia merasa hampa. Seolah seluruh tenaganya tersedot habis hanya karena satu nama.

Luna.

Ia tahu nama itu tidak akan pernah benar-benar hilang dari hidup Bayu, tapi ia tidak menyangka akan kembali secepat ini.
Dan yang paling menyakitkan—Bayu tidak pernah bercerita.

Akankah Anisa sanggup bertahan dengan suami yang belum usai dengan masa lalu nya??

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Call Me Nunna_Re, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

BAB 22

Pagi itu, udara masih terasa segar, tapi jantung Anisa berdetak begitu cepat.

Ini hari pertamanya menjadi sekretaris pribadi Jovandra Millanoz, CEO muda yang terkenal perfeksionis, cerdas, dan nyaris tanpa cela, pria yang banyak dibicarakan oleh karyawan maupun mahasiswa magang lainnya.

Anisa menatap dirinya di cermin kamar nya,

Sisa memar di pipinya masih terasa perih saat disentuh, namun ia sudah menutupi semuanya dengan riasan tipis yang dipertebal di bagian wajah.

Ia menarik napas panjang.

 “Kamu harus kuat, Nisa. Anggap saja ini pengorbanan buat adik-adik kamu.”

Ia mengenakan kemeja putih rapi dan rok pensil hitam selutut. Rambutnya disanggul sederhana, memberi kesan profesional.

Semerbak parfum lembut mengiringi langkahnya menuju gedung Millanoz Group yang menjulang megah di jantung kota. pagi ini Anisa lega Iya tidak harus berhadapan dengan Luna dan juga Bima karena mereka masih tertidur nyenyak saat Nisa berangkat ke kantor.

Begitu sampai di depan gedung, Anisa sempat terdiam sejenak, menghela napas dalam-dalam sebelum melangkah masuk.

Gedung itu begitu besar dan berkilau, mencerminkan citra kesempurnaan yang dibangun oleh tangan dingin Jovandra.

Di lobi utama, para mahasiswa magang sudah berkumpul.

Sebagian besar dari mereka sibuk memperbaiki dandanan, memoles lipstik, atau sekadar memastikan jas dan blazer mereka jatuh sempurna di bahu.

Mereka tahu hari ini bukan sekadar hari pertama magang, tapi juga kesempatan pertama untuk meninggalkan kesan di hadapan sang CEO muda yang konon terlalu sempurna untuk didekati.

 “Katanya, dia itu bener-bener detail, bahkan bisa langsung tahu kalau meja kerja kamu geser dua sentimeter dari posisi semula,” bisik salah satu peserta magang dengan nada kagum.

“Dan katanya, dia gak pernah senyum ke karyawan,” sambung yang lain.

"Gue juga pernah dengar nggak ada yang lebih dari 10 hari menjadi sekretarisnya, semuanya dipecat sebelum mereka bekerja sampai 10 hari."

"Lo serius?."

"Serius banget karena sepupu gue salah satu dari kekejaman Tuan Jovan, sepupu gue dipecat hanya karena salah mengeja nama klien."

"What??."

"Gue serius, dan itu fakta."

Anisa hanya tersenyum tipis, tak begitu menanggapi.

Dalam hati, ia hanya berharap bisa menjalani hari dengan lancar tanpa membuat kesalahan.

Sementara itu, tanpa mereka sadari, lift khusus VIP di lantai dasar baru saja terbuka.

Langkah sepatu kulit terdengar mantap di lantai marmer.

Seorang pria tinggi dengan jas hitam berpotongan tegas melangkah keluar.

Wajahnya dingin, rahangnya tegas, dan sorot matanya tajam, cukup untuk membuat semua yang melihat menunduk.

Seluruh ruangan mendadak hening, bahkan suara langkah kaki pun terasa terlalu berani untuk terdengar.

Jovan berjalan lurus menuju arah ruang tunggu, diikuti oleh asistennya, Damian.

Namun langkahnya sempat melambat sesaat ketika matanya menangkap satu sosok di antara kerumunan, yaitu Annisa.

Gadis itu menunduk sopan, tidak seperti yang lain yang menatapnya dengan pandangan kagum.

Ada sesuatu yang membuatnya menoleh lagi, mungkin ketenangan yang terpancar dari wajah Anisa, atau mungkin tatapan teduh di balik riasan tebal yang berusaha menutupi luka yang ada di wajahnya.

 “Kenapa dia memakai riasan cukup tebal hari ini?” batin Jovan.

"Selamat pagi pak Jovan." sapa anak magang serentak.

Tanpa berkata apa pun, ia melangkah melewati kerumunan. Namun sebelum benar-benar pergi, matanya sempat berhenti sesaat menelisik wajah Anisa. Sebuah kontak mata singkat terjadi, membuat Anisa refleks menunduk dengan jantung berdegup kencang.

“Anisa Putri,” suara Jovan tiba-tiba terdengar, tenang namun dalam.

“Mulai hari ini, kamu ikut saya.”

Semua mata langsung menatap ke arah Anisa dengan tatapan iri dan terkejut.

Bahkan Damian menatap bosnya dengan ekspresi bingung, seolah ingin memastikan ia tidak salah dengar.

Anisa menelan ludah, lalu menjawab pelan,

 “Baik, Pak Jovan.”

Sementara Jovan berjalan lebih dulu menuju lift pribadinya, ia tersenyum samar, hal yang jarang sekali ia lakukan di depan siapa pun.

Ruang kerja Jovandra Millanoz tampak luas, dindingnya didominasi kaca transparan yang memperlihatkan panorama kota dari lantai 30. Semua tampak rapi, nyaris steril seperti pemiliknya yang dikenal perfeksionis dan dingin.

Anisa berdiri tegap di hadapan meja kerja besar berwarna hitam pekat itu, kedua tangannya saling menggenggam di depan tubuhnya. Ia bisa merasakan hawa dingin dari ruangan, entah berasal dari pendingin ruangan atau dari aura pria di depannya yang sedang menatapnya dengan tajam.

Jovandra bersandar di kursinya, kedua tangan bertaut di depan dada. Tatapannya menyapu wajah Anisa perlahan, bukan dengan maksud menilai penampilan, tapi lebih seperti sedang membaca sesuatu yang tersembunyi.

Di bawah cahaya lampu yang jatuh dari langit-langit, samar terlihat bekas memar keunguan di pipi kiri Anisa, meski telah berusaha ia tutupi dengan makeup. semua itu tak luput dari mata tajam Jovan.

Namun Jovan tidak berkata apa pun. Ia tahu, menyinggung hal itu hanya akan membuat gadis itu tak nyaman.

“Luka itu… seperti luka memar” batinnya dalam diam.

Beberapa detik berlalu tanpa suara. Hanya terdengar bunyi jam dinding dan deru lembut AC.

Lalu akhirnya, suara berat Jovan memecah keheningan.

“Duduk.”

Nada bicaranya tenang, tapi penuh otoritas.

Anisa menuruti perintah itu dengan cepat, duduk di kursi di seberang meja kerja Jovan.

Jovan mengambil beberapa berkas dari lacinya, lalu menyerahkannya kepada Anisa.

“Mulai hari ini, kamu akan menjadi sekretaris pribadi saya selama masa magang. Tugas kamu sederhana, tapi tidak mudah,” lanjutnya datar. “Setiap pagi, saya ingin kopi hitam sudah ada di meja lima menit sebelum saya tiba. Tak lebih, tak kurang.”

Anisa mencatat cepat di buku kecil yang ia bawa.

“Kedua, kamu harus memastikan semua dokumen rapat siap paling lambat dua jam sebelum rapat dimulai. Jangan ada kesalahan, sekecil apa pun. Sata tidak suka ketidaktepatan, kecerobohan, terutama dari orang yang bekerja langsung dengan saya.”

Nada suaranya tajam, tapi bukan membentak. Lebih seperti bentuk disiplin keras yang sudah mendarah daging.

Anisa mengangguk pelan.

“Baik, Pak. Saya mengerti.”

Jovan menatapnya lagi, kali ini lebih dalam.

“Dan satu hal lagi, Anisa. Saya tidak suka orang yang terlalu banyak bertanya. Kalau kamu tidak mengerti, pelajari. Kalau kamu ragu, cari tahu sendiri. Jangan tanya hal-hal bodoh, apalagi di jam sibuk.”

Anisa menggenggam tangannya erat. Ia tahu, pria di depannya bukan tipe yang mudah diajak kompromi. Tapi justru itu membuatnya tertantang.

“Baik, Pak. Saya akan berusaha sebaik mungkin.”

Senyum samar nyaris tak terlihat muncul di ujung bibir Jovan.

“Kalau kamu bisa bertahan sebulan bekerja langsung dengan saya tanpa membuat kesalahan, saya akan merekomendasikan kamu untuk diterima di sini setelah lulus. Tanpa tes. Anggap saja... hadiah karea sudah bekerja dengan baik.”

Anisa menatapnya, sedikit terkejut, namun segera menunduk sopan.

“Terima kasih, Pak. Kesempatan ini sangat berarti untuk saya.”

Jovan menatapnya beberapa detik lagi, lalu berdiri, berjalan ke arah jendela.

Ia menatap langit kota yang cerah, sementara bayangan Anisa terpantul samar di kaca.

“Kenapa gadis ini terlihat... berbeda dari yang lain?” pikirnya.

“Ada sesuatu di matanya, seperti seseorang yang sudah terlalu sering menahan sakit, tapi tetap memilih untuk tersenyum.”

Ia kembali berbalik, nadanya kini sedikit lebih lembut.

“Kamu boleh mulai bekerja sekarang, ruangan kamu di depan ruangan saya. Pastikan datang sebelum saya datang. Damian akan memberimu akses ruangan. Dan juga segala hal yang akan kamu kerjakan sebagai sekretaris pribadi saya."

Anisa berdiri dan menunduk sopan.

"Baik, Pak. Saya permisi.”

Saat ia berjalan keluar ruangan, Jovan masih memandang punggungnya yang perlahan menjauh.

Ia tak tahu kenapa, tapi hatinya terasa hangat, perasaan yang asing bagi seorang Jovandra Millanoz.

"Selamat bekerja, Anisa…” gumamnya pelan,

1
Ma Em
Anisa kalau Luna berbuat macam macam pada Anisa lawan saja jgn mau dihina atau diinjak injak harga diri Anisa , Anisa bkn babu tapi istri sah daripada Luna cuma selingkuhan , Anisa berhak usir Luna dari apartemen yg Anisa tinggali dan kalau Bima marah lawan jgn diam saja .
Ma Em
Cepatlah enam bulan berlalu agar Anisa bisa secepatnya meninggalkan Bima , semoga Anisa berjodoh dgn Jovan .
Ma Em
Anisa semangat dan sabar semoga enam bulan cepat berlalu lalu tinggalkan Bima seumpama Bima berubah jadi jatuh cinta sama Anisa jgn mau terima biarkan Bima dgn Luna , semoga Anisa bisa berjodoh dgn Jovan dan berbahagia .
Ma Em
Thor banyak typo harusnya disita negara bkn disiksa negara 🙏🙏
Call Me Nunna_Re: nanti di revisi ya kak🙏
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!