NovelToon NovelToon
DEMI KAMU,NAK

DEMI KAMU,NAK

Status: sedang berlangsung
Genre:Single Mom
Popularitas:5.8k
Nilai: 5
Nama Author: Sunflowsun

Pemerkosaan yang terjadi di masa lalu menciptakan trauma yang hebat dalam diri Viela.
Namun, seiring berjalannya waktu, sekali lagi semesta mempertemukannya dengan seorang pria yang menyambut dia dan tak mempersalahkan masalalunya.

Desakan orang tua dan saudaranya memaksa Viela untuk segera mengiyakan maksud dari pria itu. Namun,Viela masih meragu dan memilih untuk menjalani hubungan sebatas pertemanan dulu. Hingga suatu hari keluarga dan pria itu sekongkol untuk membuat sang pria tidur dengan Viela. Dengan begitu kedepannya tak mungkin lagi Viela bisa menolak lamaran sang pria.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Sunflowsun, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Perpisahan

Genap sudah telah satu tahun pernikahan kontrak dijalani kedua insan itu.

Untuk yang terakhir kalinya, dalam merayakan keberhasilan kerja sama diantara mereka, keduanya pun sepakat jalan keluar malam ini.

Festival menjelang tahun baru, yang tinggal beberapa jam lagi, membuat para pejalan kaki memenuhi jalanan di sana.

Butiran-butiran salju lembut berjatuhan dari atas sana.

Bayi kecil itu begitu nyaman dan hangat dalam dekap dada bidang Peter.

Kain gendongan cukup aman dan nyaman di sana, meskipun begitu, Peter masih memeluknya dengan satu tangan kanan, selalu memastikan dan memberikan bayi itu rasa aman.

Tangan kirinya, memegang payung bening, melindungi mereka dari butiran salju yang turun, pecah, meresap jika jatuh ke pakaian tebalnya.

Vei memegang tas berisi dot, susu, dan beberapa produk bayi lainnya.

Peter begitu menikmati tiap waktu saat-saat seperti ini.

Saat-saat yang begitu terasa hangat baginya. Dalam dirinya, berharap waktu berhenti saat ini saja. Berharap putaran jam tidak berputar ke angka lebih tinggi lagi.

Sedangkan jam besar di bangunan tinggi itu memperjelaskan sangat jelas bahwa jarum merahnya berputar lambat tanpa jeda henti di sana.

Hiasan lampu-lampu meteor memperdalam makna tiap detik-detik yang berdetik.

Kali ini, kali yang terakhir keduanya membiarkan mereka ke dalam perasaan itu.

Beberapa pasangan dengan status pacaran, tampak iri sekaligus senang melihat Peter, Vei dan sang bayi begitu hangatnya dalam lindung satu payung.

Peter membawa Vei kesana.

Sebuah meja telah khusus lebih dulu Peter pesan untuk malam ini.

Dari kaca bening sana, mereka masih bisa menatap dan menikmati suasana salju turun dan menatap jam besar itu.

"Vei... "

"Hum? " Gumam Vei menjawab panggilan namanya dari bibir Peter.

"Tidak, tidak ada! " Ucap Peter kemudian.

Peter masih ingin menikmati suasana ini lebih lagi. Namun, dia sendiri tak punya hak untuk memaksa takdir memihak padanya.

'Entah mengapa, jujur hatiku tak menginginkan perpisahan terjadi. '

Peter mengusap lembut punggung bayi itu.

"Apa Alberto bangun? " Tanya Vei, melihat Peter mengusap bayi itu, "Sini, kamu makan saja dulu, Peter. "

"Tidak, dia tidak bangun. Dia hanya bermimpi. Dia tertawa, sepertinya mimpi indah. " Ucap Peter memandang sang bayi. "Makanlah, Vei. "

Vei mengangguk, kemudian lanjut memotong potongan daging, ke bentuk lebih kecil lagi.

"Ini! " Vei menukar piring miliknya dengan milik Peter.

Raut wajah Peter seakan bertanya, 'kenapa? '

"Makanlah, kamu tak mungkin bisa memotong itu kalau satu tangan. " Ucap Vei yang melirik tangan Peter yang selalu mengusap memeluk bayi itu.

"Terimakasih."

"Ucapan Terimakasih ngak bikin perutku kenyang, Peter! "

"Dasar! Ni orang ngak bisa diajak romantis! " Ucap Peter sangat pelan.

"Kenapa, Peter? "

"Tidak! Tidak ada! "

"Seriuslah? "

"Iyaya, serius! itu pipimu ada nempel cabe. "

"Hah? Beneren?" Panik Vei langsung mengambil ponsel, ke mode kamera depan.

"Usil banget sih! " Geram Vei.

"Lah? kamu aja ngak mikir dulu sebelum panik. Di makanan ini emang ada yang pake cabe? " Peter menahan tawa.

Setiap hari, setiap keduanya bersama selalu saja ada keusilan di antara mereka. Tak ada hal yang bisa di bawa serius oleh kedua insan itu.

Canda, tawa, ngambek, marah, dan keusilan mewarnai hari mereka setiap hari.

Pertengkaran-pertengkaran kadang juga menyapa, namun selalu bisa selesai dengan 'makanan' sebagai alat sogok. Mudah tapi sulit.

Hubungan mereka sama sekali tak tampak celah cacat ataupun minusnya.

Siapapun tak akan percaya jika hubungan itu hanya sebatas hitam diatas putih, yang bahkan masa berlakunya tinggal beberapa jam lagi dari saat ini.

Peter menyendok makanan ke dalam mulut.

Menikmati potongan-potongan kecil itu, sambil memastikan remah ataupun makanannya tidak jatuh pada bayi dalam dekapan.

Air matanya lolos tanpa seizin nya lebih dulu.

Cepat-cepat Peter menyeka sebelum Vei melihatnya yang meneteskan air mata.

Lalu melirik Vei singkat, 'Dia tak melihatku. '

Vei mengambil gelas, dan meneguk sesuatu yang terasa mencegat tenggorokannya.

Bukan potongan daging, atau potongan paprika, ataupun potongan makanan lainnya.

Perasaan hangat yang sekaligus dingin bersamaan hadir kini menyapanya.

Sekuat tenaga Vei menahan air mata yang juga menuntut ingin lolos dari netral itu.

Vei melihat, dan menyadari Peter beberapa detik yang lalu.

Setitik kilaunya bahkan seolah memanggil netra Vei untuk memandang kejatuhannya.

Vei mengambil ponsel. Mengetik beberapa kata disana, mengirimnya, lalu beranjak berdiri dan pergi.

Sebelum memanggil, layar ponsel Peter sudah lebih dulu memunculkan pesan di sana.

Peter menatap punggung Vei yang semakin menjauh.

"Al, lihatlah mamamu itu, mau ke toilet saja pakai ngirim pesan segala. Padahal kita jelas-jelas di depannya sendiri. Ada aja tingkahnya, Al. " Ucap Peter pada Alberto.

Kenyamanan dan rasa aman yang diberikan Peter, membuat bayi kecil itu tak merasa terusik dengan suara-suara disana.

Beberapa orang tampak menikmati bermain kembang api di bawah sana.

Dari atas sana, Peter menyaksikan beberapa orang tua yang bermain dengan para anaknya.

"Al, aku juga ingin membuatmu duduk di bahuku, seperti ayah anak itu lakukan pada dia. Namun, kamu masih belum cukup umur untuk duduk di bahuku, Al. " Peter tampak tersenyum.

Bayi kecil itu pun terbangun dari tidurnya.

Kedipan lembut matanya begitu menyentuh hati Peter.

"Eh sudah bangun, Alberto-ku... Selamat malam! Jangan nangis yah? Mama kamu lagi di toilet, meeting mungkin. " Ucap Peter tergelak, hampir tertawa kuat.

Bayi itu menguap, lalu berkedip lagi.

Sinar matanya seakan mengatakan pria itu adalah orang yang sangat ia kenal.

Guratan senyum dan gelak tawa pelan terdengar dari Alberto kecil, menatap Peter senang.

"Pandai... Hummm... pandai sekali Alberto ngak nangis! hum, jadi pengen karungin deh! " Ucap Peter gemas.

Air mata Peter menetes lagi.

"Lah? kog aku yang udah gede malah yang nangis? Ngak lucu ini! " Ucap Peter menyeka air mata.

Peter memandang sekelilingnya, tak ada yang memperhatikannya juga, baik Vei juga sepertinya masih di toilet.

"Alberto, ini rahasia kita antara lelaki, yah? Kamu bisa jaga rahasia kan? " Tanya Peter pada bayi itu.

Lagi-lagi bayi itu menguap saja.

"Kamu boleh panggil aku 'papa', dan aku memang papa kamu, yang menyaksikan kamu lahir ke dunia ini. Kamu adalah anakku. Aku ingin sekali mendampingi tumbuh kembangmu, setidaknya melihatmu sampai bisa melangkah di langkah pertamamu. Tapi aku juga ingin seperti ayah yang itu. " Peter menunjuk ke arah orang di bawah sana.

"Apa kamu melihatnya? Itu papa dia sedang menggendong dia diatas punggung papanya. Aku juga ingin kamu duduk di bahuku, terus kita menangkap butiran salju, membuat manusia salju, dan bermain kembang api seperti mereka. Tapi kamu masih belum cukup umur untuk kita lakukan semua itu saat ini, kan? " Peter menghapus air mata yang lagi jatuh.

Memeluk sang bayi begitu sayang, "Kamu anakku! "

Kilasan memori semenjak ia melihat hasil USG kembali muncul di memorinya.

Kemudian ke pernikahan, lalu sampai keadaan perut Vei yang memperlihatkan bentuk kaki kecil yang menendang dari dalam, keaktifan geraknya yang seperti gelombang ombak di dalam kandungan, sampai pasca kelahiran, bahkan sampai ke detik ini. Semua ingatan itu begitu indah tersimpan dalam pikiran Peter.

"Kamu anakku! "

Vei tak bisa menahan air mata lagi. Dari balik sana ia hanya bisa terisak bisu menyaksikan semua itu.

1
Nurfiza Tarigan
ceritax sih seru tpi,,,,,,,,,,
Aegis Aetna
aku mampir kak, semangat.
anggita
trus berkarya tulis👏
anggita
👍👍..
anggita
like👍+ hadiah iklan☝.. utk author. smoga sukses novelnya👌.
Sunflowsun🌻
Terimakasih atas dukungan positifnya🌻
lyaa
Ini baru novel keren, author kudu bangga!!
Ryner
Sukses terus, sekali baca novel author bikin nagih terus.
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!