Jika mencapai pernikahan saja sudah bisa dikatakan sebagai akhir yang sempurna. Maka tidak akan ada istilah mempertahankan pernikahan lebih sulit dari memulainya.
Mikaya pikir ketika dia sudah menjadi istri Andovi, memiliki buah hati pertama mereka yang lucu dan memperoleh cinta sepenuhnya dari laki-laki itu sudah menjadi akhir yang bahagia. Nyatanya, banyak sekali rahasia yang Andovi simpan darinya, yang laki-laki itu tidak mau istrinya tahu.
Bagaimanakah kisah mereka?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Wind Rahma, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Penyesalan
Tiga bulan kemudian.
Andovi sudah resmi secara hukum di beri sanksi berupa pidana selama yang sudah di tentukan pada saat sidang. Ia harus mendekam di balik sel jeruji besi dengan waktu yang tidak sebentar. Sejak saat itu, ia kehilangan banyak hal, hampir semua, termasuk hidupnya.
Usai mengetahui jika pimpinan perusahaan yang bekerja sama dengan klien besar itu tersandung kasus pellecehhan dengan sekretarisnya sendiri, klien besar tersebut mencabut kembali kontrak kerja samanya.
Tidak hanya itu, perusahaannya pun kini mengalami kebangkrutan akibat terlalu banyak kerugian atas perbuatannya sendiri.
Orang tuanya sangat kecewa terhadap dirinya, mereka bahkan yang seharusnya ada untuk mensupport di saat keadaannya seperti sekarang ini, justru tidak lagi mau mengakuinya sebagai anak. Bahkan di saat yang bersamaan, seorang petugas lapas datang membawakan sebuah amplop berisi gugatan cerai dari pengadilan.
Andovi merasa hidupnya benar-benar hancur lebur sekarang. Ia tidak memiliki apa-apa dalam hidupnya. Bahkan ia kehilangan jati dirinya sendiri.
Ia juga mendengar jika Mira mengalami trauma akibat kejadian itu dan ia tidak tahu lagi seperti apa kondisinya sekarang.
Banyak hal yang Andovi sesali. Terutama ketika istri tak lagi menarik. Seharusnya ia bisa memperbaiki rumah tangga yang sudah ia bangun dengan Mikaya. Namun sayangnya ia justru malah mencari kenyamanan lain hingga berakhir tragis seperti sekarang. Semua itu karena keegoisan dalam diri yang tak terkendali.
Andai waktu itu ia bisa mengontrol emosi, pasti semua akan baik-baik saja. Seperti halnya perdebatan di malam sebelum pergi ke villa untuk mencari ketenangan. Padahal paat itu rumah tangga sempat membaik.
***
"Ayo, nak. Ayo, sayang. Kamu pasti bisa."
Mikaya tengah menyemangati putranya yang sedang belajar berdiri sendiri. Meski baru sembilan bulan, tapi Afgari sangat aktif sehingga dia sudah bisa belajar berdiri.
Afgari menungging belajar berdiri secara perlahan, Mikaya duduk tidak jauh dari putranya supaya jika sewaktu-waktu dia terjatuh, maka ia akan menangkapnya.
"Ayo, nak. Afgari anak pintar, Afgari bisa."
Afgari menyeimbangkan tubuhnya dan perlahan menegakkan badan. Mikaya sudah heboh saking senangnya. Bahkan ia melupakan ponsel untuk mengabadikan momen pertama kali Afgari bisa berdiri.
"Bisa, bisa, nak. Bisa, ayo sedikit lagi."
Sedikit lagi, Afgari sudah bisa berdiri tegak walaupun kakinya masih gemetar.
"Aaaaa .. Bisaaa .. Anak mama sudah berdiriiii .."
Mikaya sampai teriak-teriak saking senangnya, hal tersebut mengundang perhatian nyonya Alnes yang baru saja pulang dan menyaksikan cucunya tengah berdiri.
"Cucu oma pintarnya sudah bisa berdiri," puji wanita paruh baya itu.
Afgari senang melihat omanya, ia sedikit berjingkrak sampai kehilangan keseimbangan. Dengan cepat Mikaya menangkap putranya sebelum jatuh ke lantai lalu memeluknya, menghujani puncak kepala anak itu dengan ciuman penuh cinta.
"Anak mama pintar banget sih, nak."
Mikaya memeluk Afgari dengan gemas dan bahagia sekali rasanya.
"Sini sama oma, sayang."
Afgari merentangkan tangannya begitu oma nya ingin menggendongnya. Anak itu sekarang jadi lengket sama omanya karena sering di ajak main juga.
"Cucu oma makin besar makin pintar ya, nak. Sudah bisa berdiri, ya."
"Hiya," jawab Afgari membuat nyonya Alnes dan Mikaya terkaget-kaget mendengar reaksi anak itu seolah mengerti.
"Aaaaa pintarnya cucu oma," puji nyonya Alnes semakin merasa gemas saja.
"Opa harus tahu ini, nak. Hari ini, cucu oma yang tampan ini sudah bisa berdiri dan pintar bicara. Opa harus tahu ya."
"Hiya," jawab Afgari lagi.
Nyonya Alnes menghujani pipi kiri kanan serta kening Afgari dengan ciuman gemas. Sementara senyum Mikaya perlahan memudar, ada yang sedang ia pikirkan.
Afgari yang seharusnya tumbuh di antara kedua orang tuanya, justru harus tumbuh dengannya ibunya sendiri. Seharusnya saat dia terjatuh, tangan kanan di pegang oleh ibunya, dan tangan kiri oleh ayahnya. Namun apalah daya, Afgari harus menerima kenyataan sejak usianya masih dini, jika kedua orang tuanya harus bercerai. Di tambah kasus yang menimpa ayahnya yang membuat anak itu harus tumbuh dengan tegar, menutup kedua telinga rapat-rapat terhadap mulut jahat banyak orang di luaran sana yang mungkin akan memberi komentar buruk terhadap anak yang memiliki ayah tersandung kasus pellecehhan yang kejam. Bahkan sampai saat ini, kondisi Mira masih memprihatinkan.
Meski begitu, Mikaya tetap merasa senang lantaran di sekelilingnya ada orang-orang yang mencintai putranya. Yaitu papa dan mamanya, oma dan opa bocah itu.
_Bersambung_
dan Ujian bagi seorang laki2 adalah harta dan wanita...
harus banyak ingat dan syukur atas apa yg kita miliki...
Jika ada yg kurang, bukan nya mencari, tapi memperbaiki apa yg ada 👍👍