Arya Susena, adalah seorang pemuda yang berniat untuk melakukan sesuatu untuk orang yang sangat ia cintai. Dendam yang telah membara ia gantikan dengan upayanya membebaskan penderitaan rakyat dari kekejaman para penguasa. Dengan adanya kelompok kegelapan yang ia dirikan berharap meringankan penderitaan rakyat. Saat itu ia mengatakan sebuah kebenaran pada Raden Kanigara Lakeswara tentang dirinya yang sebenarnya. Bahwa ia bukanlah putra dari Prabu Maharaja Kanigara Rajendra, melainkan dari Prabu Maharaja Kanigara Maheswara.
Demi mengembalikan tahta ke tangan yang sah!. Arya Susena dan Raden Kanigara Lakeswara bekerja sama. Keduanya bersumpah akan membebaskan penderitaan rakyat dari kekejaman pemimpin yang sangat serakah.
Meskipun tidak mudah?. Namun bagi mereka itu adalah perjuangan yang akan mereka kenang sepanjang hidup mereka. Bahwa hati mereka menjerit sakit ketika melihat penderitaan rakyat.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Retto fuaia, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
KEPUTUSAN YANG KUAT
...***...
Istana.
Prabu Maharaja Kanigara Rajendra saat itu terlihat pendiam, tentunya menjadi tanda tanya bagi mereka semua. Termasuk Ratu Aristawati Estiana yang selalu menemani sang Prabu.
"Ada kanda Prabu?." Ratu Aristawati Estiana bertanya dengan lembut. "Apakah kanda Prabu sedang sakit?."
"Tidak apa-apa dinda." Jawab sang Prabu . "Hanya sedang lelah saja."
"Kalau begitu beristirahatlah kanda."
"Nanti, jika kanda memastikan." Balas Prabu Maharaja Kanigara Rajendra. "Tidak ada yang berniat ingin berontak."
"Beristirahatlah kanda." Ratu Aristawati Estiana berusaha membujuk suaminya.
Belum ada tanggapan dari Prabu Maharaja Kanigara Rajendra, memperhatikan mereka semua yang tampak cemas padanya. Namun saat itu ada seorang prajurit yang datang membawakan pesan.
"Mohon ampun Gusti Prabu." Ia memberi hormat. "Hamba menghadap."
"Katakan, apa yang hendak kau sampaikan?."
"Mohon ampun Gusti Prabu." Kembali ia memberi hormat. "Ada sebuah surat yang sangat rahasia, dari seseorang untuk Gusti Prabu."
"Patih palasara mada."
"Hamba Gusti."
"Tolong bacakan surat itu untuk saya."
"Sandika Gusti Prabu."
Patih Palasara Mada mengambil surat itu dari tangan prajurit, kemudian ia bacakan dengan suara yang sangat lantang.
"Kepada yang terhormat Prabu maharaja kanigara rajendra." Patih Palasara Mada membacakannya dengan surat keras. "Yang telah memimpin istana kerajaan telaga dewa, selama hampir tujuh belas tahun ini." Lanjutnya lagi. "Namun Gusti Prabu tidak menjalankan tugas Gusti Prabu, sebagai seorang raja yang memberikan-."
Dengan berat hati Patih Palasara Mada melanjutkan membacakan surat itu, sementara Prabu Maharaja Kanigara Rajendra cukup terkejut dengan apa yang ia dengar, begitu juga dengan yang lainnya.
"Lanjutkan." Ucap sang Prabu. "Saya ingin mendengarkan, apa yang telah ia katakan? Di dalam surat itu!."
"Hamba akan melanjutkannya Gusti Prabu."
"Kanda Prabu." Dalam hati Ratu Arsitawati Estiana merasakan hal yang tidak baik.
"Sebagai seorang Raja, Gusti Prabu sama sekali tidak memberikan kesejahteraan pada rakyat." Patih Palasara Mada melanjutkannya. "Memakmurkan kehidupan rakyat, ataupun memberikan perlindungan pada rakyat."
Prabu Maharaja Kanigara Rajendra saat itu ingin meledak mendengarkan apa yang dibacakan Patih Palasara Mada, akan tetapi sang Prabu berusaha untuk menahan dirinya.
"Kami telah merasakan kesengsaraan yang sangat mendalam." Patih Palasara Mada masih membacakan surat itu. "Selama Gusti Prabu yang memimpin kerajaan ini."
Patih Palasara Mada sedikit jeda.
"Lanjutkan." Ucap Prabu Maharaja Kanigara Rajendra.
"Kami tidak bisa menerima raja kejam seperti Gusti Prabu."
Deg!.
Saat itu juga mereka semua terkejut mendengarnya.
"Karena itulah! Dalam dua hari ini!." Patih Palasara Mada merasakan tekanan yang tidak biasa. "Jika Gusti Prabu tidak juga bisa melakukan tugas, semestinya seorang Raja? Maka jangan salahkan kami." Lanjutnya dengan perasaan takut. "Pada hari ketiga! Kami semua rakyat kerajaan telaga dewa! menyatakan perang dengan Gusti Prabu!."
Deg!.
Kalimat itu benar-benar telah mengguncangkan pertemuan penting itu.
"Akan kami kembalikan tahta pemerintahan, pada pemilik yang sah!." Patih Palasara Mada semakin tidak enak hati. "Salam penuh cinta, dari kelompok pendekar kegelapan, rakyat yang Gusti aniaya dari lahir."
"Laknat!." Umpat Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dengan amarah yang membara.
Pecah sudah kemarahan yang dirasakan Prabu Maharaja Kanigara Rajendra mendengarkan apa yang tertulis pada surat itu. Sementara itu mereka semua yang berada di sana dapat merasakan bagaimana kemarahan yang dirasakan sang Prabu.
"Siapkan pasukan yang lebih banyak!." Perintah sang Prabu. "Untuk membunuh kelompok pendekar kegelapan! Yang tidak seberapa itu!." Itulah kalimat yang diucapkan Prabu Maharaja Kanigara Rajendra dalam kemarahannya. "Bawa pasukan yang sangat banyak! Untuk membuat mereka keluar, dari sarang mereka yang bercokol di hutan larangan!."
"Mohon ampun Gusti Prabu."
"Ada patih palasara mada?."
"Di dalam surat ini." Jawabnya. "Mereka mengatakan, akan berperang di bukit topan, bukit semak, lembah curam pati, dan juga hutan larangan."
"Kurang ajar!." Umpat Prabu Maharaja Kanigara Rajendra semakin marah. "Berani sekali mereka, yang menentukan di mana aja lokasi perang itu?!." Gejolak emosi sang Prabu semakin menjadi-jadi. "Apakah mereka? Sedang meremehkan saya? Sebagai raja yang hebat! Dalam menyusun taktik perperangan?!."
Amarah Prabu Maharaja Kanigara Rajendra saat itu keluar begitu saja, hatinya sangat panas mendengarkan itu semua. Apakah yang akan ia lakukan sebagai seorang raja?.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya?. Simak terus ceritanya.
...***...
Sementara itu Arya Susena yang telah berhasil masuk ke dalam kota raja. Saat ini mereka benar-benar tampak seperti rakyat biasa yang tidak dicurigai sama sekali oleh prajurit, ataupun penggawa istana.
"Kutilang utara katanya lebih manis, tapi kok dagingnya alot?."
"Eh?."
Raden Kanigara Lakeswara, Nismara, Patari, Barja, dan Darsana sangat terkejut mendengarkan apa yang telah dikatakan oleh Arya Susena pada pemilik kedai makan itu.
"Aden masuk saja ke bilik paling belakang." Balasnya. "Nanti saya siapkan kutilang yang manis, daging empuk." Ucapnya dengan ramah. "Di sana ada minuman kendi, yang saya siapkan." Lanjutnya. "Tapi aden putar sedikit ke arah utara, supaya airnya tidak nyembur."
"Baiklah." Balas Arya Susena. "Terima kasih jamuannya paman." Arya Susena menepuk pelan pundak lelaki dewasa itu. "Saya akan ke sana untuk istirahat."
"Sama-sama aden."
"Mari kita istirahat di sana."
Setelah berkata seperti itu ia segera pergi dari sana, sedangkan yang lainnya hanya diam sambil mengikuti apa yang telah dikatakan Arya Susena pada pemilik warung itu.
"Memangnya? Apa yang kau lakukan tadi arya?."
"Benar arya." Barja sangat heran. "Apakah itu bentuk kode?." Lanjutnya. "Kenapa aku tidak mengetahuinya sama sekali?."
"Sudahlah." Respon Arya Susena. "Kita ke sana dulu." Ia menatap mereka semua. "Nanti saja penjelasannya."
Tidak ada lagi bantahan dari mereka, tentunya mereka tidak ingin memancing kemarahan yang dimiliki Arya Susena. Namun seperti yang dikatakan tadi, bahwa mereka masuk ke dalam sebuah bilik yang paling ujung. Saat itu juga mereka melihat ada sebuah kendi yang cukup besar?.
"Apa yang terjadi sebenarnya?." Dalam hati Nismara sangat penasaran. "Dia menyimpan rahasia?."
Akan tetapi rasa penasaran itu terjawab ketika Arya Susena memutar kendi itu ke arah utara?. Saat itu pula ada yang bergeser, sebuah lantai yang berbentuk pintu rahasia bawah tanah?. Tentu saja mereka yang melihat itu sangat terkejut dengan apa yang telah mereka lihat?.
"Mari masuk." Ucap Arya Susena. "Aku yakin mereka telah berada di dalam menunggu kita."
"Mereka siapa?."
"Siapa lagi kalau bukan paman warsa jadi? Dan sekutu kita yang lainnya."
"Kau telah mempersiapkan tempat ini?."
Mereka semua mengikuti langkah Arya Susena, dan saat mereka melangkah beberapa langkah?. Pintu itu bergeser dengan sendirinya, dan lorong itu menyala obor dengan sendirinya.
"Apakah akan aman arya?." Patari sangat cemas. "Bagaimana jika pemilik kedai itu? Menunjukkan tempat persembunyian kita, selama di kota raja?."
"Benar yang dikatakan patari." Darsana juga cemas. "Apakah kau tidak cemas? Kita akan terbunuh di sini, jika raja kejam itu mengetahui tempat ini."
"Kau ini selalu saja bertindak, dengan penuh ketegangan, yang sangat memacu nyali arya."
"Kalian tenang saja." Balasnya dengan santainya. "Tempat ini sangat aman." Ia terlihat sangat tenang. "Pemilik kedai ini adalah adik paman warsa jadi." Lanjutnya. "Jika dia berani membocorkan tempat ini pada pihak istana? Aku yakin paman warsa jadi, yang akan membunuhnya."
Mereka bisa bernafas lega mendengarkan itu, namun saat itu mereka melihat ada sebuah pintu?. Begitu Arya Susena membuka pintu itu, ternyata mereka telah disambut oleh banyak orang. Sementara itu Patari, Raden Kanigara Lakeswara, Nismara, Darsana dan Bajra sangat terkejut melihat itu.
"Akhirnya kau datang juga arya."
"Maaf paman." Ucapnya sambil memberi hormat. "Kami hanya ingin memastikan, bahwa lokasi yang dijadikan sebagai tempat perang, telah aman untuk mereka nantinya."
"Baiklah." Balas Warsa Jdi. "Kalau begitu silahkan duduk." Ucapnya sambil mempersilahkan mereka duduk. "Mari kita bahas masalah rakyat kota raja." Matanya memperhatikan mereka semua. "Yang kemungkinan akan menjadi lokasi pertama, dilalui selama perang itu terjadi nantinya."
"Baiklah kalau begitu paman." Arya Susena kembali memberi hormat. "Mari kita mulai untuk persiapan kita."
Arya Susena telah duduk bersama mereka semua, tentunya mereka ingin melanjutkan rencana mereka. Terutama mengungsikan rakyat kota raja yang sebenarnya sangat membenci pemerintahan. Karena mereka sebenarnya hanya dijadikan sapi perah untuk mendapatkan keuntungan istana saja. Mereka juga tidak ingin ada korban dari rakyat yang tidak memiliki ilmu kanuragan yang mempuni untuk melindungi diri mereka. Jika mereka mampu melindungi diri?. Maka dari dulu mereka akan melakukan pemberontakan, tai sayangnya mereka tidak bisa melakukan itu. Namun setidaknya mereka sangat bersyukur, dengan adanya kelompok pendekar kegelapan dapat diharapkan meringankan beban yang mereka rasakan. Bagaimana lanjutan dari rencana mereka?. Simak dengan baik kisahnya.
...***...
Di sisi yang lainnya.
Sardala Saguna saat itu sedang mengamati sebuah pintu yang sangat besar, pintu yang selama 13 tahun tidak pernah dibuka?. Hatinya sangat sedih sambil menatap pintu itu. Ia tidak memiliki tenaga dalam yang cukup kuat untuk membuka pintu itu.
"Yunda dewi tenang saja." Dalam hatinya sangat membara. "Arya susena, putra yunda." Dalam hatinya sedang menahan segala gejolak emosi jiwa. "Ia pasti akan membebaskan yunda secepatnya."
Masih di dalam lingkungan istana.
Mereka semua sedang sibuk menyiapkan persiapan perang, termasuk Raden Kanigara Hastungkara dan Raden Kanigara Ganda yang telah dilibatkan dalam masalah itu.
"Para pemberontak mulai menunjukkan diri mereka." Ucapnya dengan suara yang keras. "Termasuk para pendekar kegelapan! Yang sudah sangat lama mengincar istana ini!." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra saat itu memimpin langsung rapat itu. "Mereka secara terang-terangan! Mengatakan lokasi perang itu pada kita!." Ada bentuk kemarahan yang ia sampaikan. "Seberapa banyak tentara yang telah mereka siapkan?." Sang Prabu terasa terbakar. "Untuk menghadapi ribuan tentara kuat, yang dimiliki kerajaan telaga dewa?!." Amarahnya semakin meledak-ledak. "Sehingga mereka berani? Menentukan di mana saja lokasi perang itu?."
"Mohon ampun Gusti Prabu." Ia memberi hormat. "Hamba telah mengutus telik sandi hamba, agar melihat ke sana." Lanjutnya. "Memastikan, seberapa besar pasukan mereka di sana."
"Kerja bagus patih palasara mada." Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sangat puas. "Itulah yang aku harapkan darimu, sebagai seorang patih yang dapat saya percayai."
"Hamba Gusti Prabu."
"Baiklah." Sang Prabu menatap mereka semua. "Untuk senopati dan dharmapati, bimbing kedua anakku." Tegas sang Prabu. "Raden kanigara ganda dan raden kanigara lakeswara untuk memimpin perang ini." Sang Prabu menatap kedua anaknya. "Mereka akan terjun langsung! Untuk menghabisi para pemberontak itu!."
"Sandika Gusti Prabu."
"Untuk persiapan perang, kita harus mengetahui semua!." Sang Prabu benar-benar dalam gejolak emosi jiwa yang membara. "Kekuatan yang mereka miliki! Sehingga kita bisa meluluh lantahkan mereka semua!." Suara sang Prabu semakin tinggi. "Yang telah berani berniat! Untuk berontak pada saya!."
"Sandika Gusti Prabu."
Ya, pada rapat dadakan seperti itu, Prabu Maharaja Kanigara Rajendra menyuruh mereka semua untuk memantau jumlah musuh yang akan mereka lawan pada saat perang nanti. Tapi apakah mereka bisa mengetahui kebenaran dari apa yang telah tersembunyi sebenarnya?.
"Mereka semua akan aku bunuh!." Dalam hati Prabu Maharaja Kanigara Rajendra masih berkobar. "Karena telah berani! Ingin mengambil tahta ini dari tanganku." Dalam hati Prabu Maharaja Kanigara Rajendra sangat marah, ia tidak menduga akan mendapatkan tantangan dari pendekar kelas teri yang membela rakyat?.
...***...
Di sebuah tempat.
Arya Restapati kembali menerima surat dari seseorang?. Lebih tepatnya adalah Arya Susena adiknya sendiri. Adik yang beda enam tahun darinya. Akan tetapi pada saat ini Arya Restapati telah memutuskan untuk menjadi seorang pengembara, karena ia berpikir bahwa dendam akan melahirkan dendam baru suatu hari nanti. Itulah alasan kenapa ia tidak mau terlibat dalam masalah itu. Namun rasa penasaran selalu menghantui pikirannya setiap adiknya itu mengirim surat untuknya. "Bagaimana dia mengetahui keberadaan diriku? Apakah dia memiliki mata-mata setiap tempat?." Dalam hatinya kadang memikirkan ke arah sana.
"Kakang arya restapati." Ia memulai membacakan surat itu. "Rasanya tidak bosan-bosannya aku mengingatkan kakang." Lanjutnya. "Untuk segera datang menemui aku di kota Raja." Ucapnya lagi. "Aku tidak main-main."
Deg!.
Perasaannya mulai tidak tenang sama sekali.
"Saat ini gentong senja sedang mengamati kakang."
Arya Restapati langsung melihat ke segala arah, takut memang ada sosok genderuwo seram itu.
"Jika kakang masih saja mengabaikan surat ini? Kakang tanggung sendiri akibatnya."
Deg!.
Arya Restapati semakin ketakutan luar biasa.
"Arya susena brengsek!." Umpatnya dalam hati. "Apakah keahliannya hanya mengancam aku?." Dalam hatinya sangat dongkol sekali.
Kembali ke masa itu.
"Oh?." Warsa Jadi sangat terkejut melihat kedatangan Arya Restapati. "Ada bencana apa ini?." Warsa Jadi malah bereaksi seperti itu. "Tidak biasanya kau ke sini."
"Saya terpaksa ke sini paman." Jawabnya dengan raut wajah yang sangat tidak enak di pandang mata.
"Hahaha!." Warsa Jadi malah tertawa keras. "Pasti! Pasti kau dipaksa datang oleh adikmu, kan?."
"Hmph!." Arya Restapati semakin merajuk. "Jika paman telah mengetahuinya? Harusnya paman tidak usah tertawa."
"Hadeh!." Warsa Jadi menghela nafas lelah. "Mau sampai kapan? Kau akan seperti ini? Hah?."
"Saya tidak ingin mengikuti." Jawabnya. "Arus balas dendam." Lanjutnya. "Saya ingin hidup aman."
"Mereka bukan hanya balas dendam." Kali ini Warsa Jadi terlihat sangat serius. "Namun mereka, berjuang demi hak!."
"Sama saja paman." Balasnya. "Ujung-ujungnya, pasti menuju balas dendam." Ucapnya lagi. "Tidak ada gunanya balas dendam." Sorot matanya juga terlihat serius. "Orang yang mati, tidak akan bangkit lagi, walaupun nyawa mereka, kita cabut secara paksa." Hatinya sangat menolak. "Nyawa yang hilang, tidak akan mengembalikan, mereka yang telah tiada."
"Kau memang seorang pengecut!."
Deg!.
Warsa Jadi dan Arya Restapati sangat terkejut mendengarnya, apa lagi melihat Arya Susena yang sangat santai duduk di atas atap pondok, dengan satu kaki di atas.
"Kau tidak pantas, berbicara seperti itu." Sorot matanya menusuk. "Suatu hari nanti." Lanjutnya. "Aku tidak akan segan-segan, membunuh kau!." Tunjuknya dengan kasar. Setelah itu ia turun ke bawah, mendekati Arya Restapati yang takut padanya. "Sebagai tumbal, bukti seorang pengecut seperti kau!." Tunjuknya dengan kasar tepat ke arah kepala kakaknya. "Rasanya aku sangat menyesal! Memiliki saudara bodoh seperti kau!." Lanjutnya sambil menekan kita kepala kakaknya.
Kembali ke masa ini.
"Tapi dia masih tetap menghubungi aku." Arya Restapati menghela nafas pelan. "Aku tidak mengerti sama sekali keinginan itu apa." Keluhnya.
Apakah yang akan terjadi selanjutnya?.
...***...