Seorang petani miskin yang memiliki kehidupan yang keras disebabkan pandangan dan pola pikir manusia kebanyakan, yang lebih suka serta berpihak pada si kaya si kuat dan si hebat membuatnya harus tersisih dari pandangan dan penilaian masyarakat.
Seringkali rasa sakit dan penderitaan itu justru datang dari orang orang yang dikenalnya.
Namun semua berubah sejak dia beroleh sistem yang memungkinkannya untuk merubah nasib malangnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon @TomBayaha, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Chapter _35 : Fungsi uang yang semestinya
"Maaf, mungkin saya lupa, adek ini siapa ya?"
"Oh saya salah seorang executive housekeeper di hotel Diana beach resort milik bapak yang di kota S pak direktur."
"Oh.... Maaf, saya kurang hafal wajah semua yang bekerja disana."
"Iya pak direktur"
"Adek siapa namanya?"
"Saya nando pak direktur, lengkapnya Fernando?"
"Dek nando tinggal dimana?"
"Saya memang tinggal di daerah sini pak."
"Wah jauh sekali kerja kesana?"
"Anu..pak, gimana ya pak, memang disanalah dapat kerjanya, kemaren disini susah cari kerja pak."
"Owhh... kamu disini saja kerja di kota dekat sini, Nurul Haris itu juga hotel kita, biar dekat sama keluarga."
"Beneran pak direktur, saya boleh pindah ke hotel yang disini?"
"Boleh. Besok kamu jumpai pimpinan executive housekeeper hotel kita yang disini, bilang saya yang nyuruh, tapi jangan lupa buat surat pengunduran diri di tempat lama."
"Aduuhhhh... terima kasih banyak pak direktur."
"Tapi saya minta sedikit bantuan darimu?"
"Apa itu pak direktur?"
"Sejak hari ini tolong kamu pantau pantau keluarga bang Guntur ini, nanti kalau pohon cabainya sudah selesai panen ajak dia kerja di department yang sama dengan kamu."
"Siap .. siap pak direktur."
Semua orang terdiam saat keduanya berinteraksi.
Fernando termasuk orang yang populer di pinggiran desa yang berbatasan dengan wilayah kota administratif ini, sehingga ketika dia begitu hormat dan memanggil pemuda di depannya sebagai seorang direktur hotel, maka mereka semua sangat terkejut termasuk keluarga bibi si Diana.
"Baiklah Bang Guntur silahkan bayarkan hutangnya jangan sampai gak dibayar."
"I...iya pak direktur, terima kasih banyak."
Guntur mulai ikut ikutan memanggil Haris sebagai direktur.
Dia lalu beranjak pergi bersama Nando yang akan mengawal dan menemaninya melunasi hutang.
" Baiklah, warga semuanya...!
Masalah ini sudah selesai sampai disini, silahkan semua bubar kembali ke rumahnya."
"Mari pak kepala desa mampir sejenak, ke rumah."
"Ah pak Mahmud, lain kali saya akan mampir, tapi sekarang saya benar benar masih ada urusan...he he..
Buat pak direktur siapa tadi namanya...?"
"Saya Haris pak"
"Ya pak Haris, salam kenal, nama saya Ramlan kepdes disini, bolehkah saya minta kartu namanya pak Haris?
"Oh tentu , boleh pak..
Nah ini pak."
"Terima kasih pak Haris, sekarang saya permisi pulang, pak Mahmud saya pulang ya pak buat ibu juga saya permisi."
"Iya pak kades"
Jawab Mahmud dan istrinya
Kepala desa lalu pulang meninggalkan Haris, beserta istri dan keluarga pak Mahmud.
"Ayo masuk Haria Diana...! Sudah lama ngak pernah datang."
"Iya pak, sejak nikahan."
"Ya bapak maklum namanya juga Haris sibuk."
"Iya pak.."
"Bagaimana kabarnya Nawir?"
"Sehat bang..."
"Abang masih ingat si Nawir ya?"
Ucap Diana berkelalar
"Lucu kau dek, mana mungkin abang lupa sama si Nawir, dianya satu yang sibuk waktu kita nikahan... he he.."
"Ahhhhhh.... ayo semuanya kita duduk."
Pak Mahmud duduk di lantai beralaskan tikar dan mempersilahkan yang lainnya untuk duduk.
"Oh ya dek juli, lupa kakak karena ada masalah tadi, yuk kita jemput oleh oleh di mobil yuk."
"Bang pegangkan Nurul bentar bang..!"
"Ehhhh.... sini Nurul sama nenek aja, ya nek."
"Ya Nurul sama nenek ya nak, mamak ambil oleh oleh Nurul yang buat nenek dulu."
"Apa ceritanya Haris? kok ibu dengar tadi jadi sudah jadi direktur?"
"Ah.... panjang ceritanya bu' lain kali aja yah kita cerita soal itu.
Ibu dan bapak bagaimana kabarnya?"
"Alhamdulillah sehat Ris."
"Nawir bagaimana, kok belum menikah?"
"Ha...ha..ha si Nawir menikah mau dikasih makan apa nanti anak orang?"
"Makan nasilah pak, yakan dek Nawir? Diam diam aja dia ngak mau ngomong hahah.
Nawir mau kerja di hotel kita ngak?"
"Mau bang...!"
"Ha..ha..hahaah, ditawari kerja baru mau ngomong dia."
"Abang Nawir selama ini lagi pening aja itu bang Haris, ngak ada kerjanya."
Juli yang telah tiba setelah menjemput oleh oleh, menyambar ikut masuk dalam pembicaraan
"Ha..hahah yang lain pening karena kerja terlalu banyak, eh si Nawir malah pening karena ngak ada kerja. Tapi memang pening itu bagus lho juli."
"Lho kok bagus sih bang Haris?"
"Karena hanya orang yang mau pening yang akan meningkat, coba baca kata 'PENINGKATAN' pening dulukan baru meningkat....wkwkwk"
"Ah bang Haris...hahahahah."
"Oh kalau abangmu banyak kali nanti dia tahu yang aneh aneh Juli.
Yuk bibi, om, Nawir, Juli, dimakan oleh olehnya... he he...
Oleh oleh Nurul ini Nek, ya kan Nurul..?"
"Mamamamamaaaa.."
"Ha..hahaha.. si Nurul baik kalilah nek, bawain oleh oleh."
Semua orang tertawa melihat Nurul yang terlihat begitu menggemaskan saat mencoba berbicara.
"Haris sudah sholat?"
"Sudah bu' tadi di Mesjid depan, sebelum masuk ke gang ini."
"Juli bersihkan kamar kakakmu, biar orang itu menginap dulu satu malam ini disini."
"Gak usah dek Juli sebenarnya, abangmu mau mengajak kita semua menginap di hotel kita malam ini."
"Waduhhh.. bibi takut lho menginap di hotel Diana?"
"Kok takut bi? itu hotel punya kita.
Abang sudah membeli hotel itu."
"Iya bu' hotel itu kita punya, yang di kota S hotel pinggir pantai juga kita punya, siapa tahu nanti lagi berkunjung kesana."
Mahmud beserta istri dan kedua anaknya saling pandang dan heran dengan keadaan ini.
"Bang, kalau Juli kerja di hotel boleh ngak?"
Julianti memberanikan diri untuk bertanya.
"Boleh dong, orang lain aja boleh massa adek abang dan kakak sendiri ngak boleh, tapi nanti banyak banyak belajar sambil kerja dan jangan sombong."
Setelah mengucapkan itu Haris mengingatkan Diana tentang apa yang tadi mereka bahas dijalan saat menuju rumah pak Rahmad.
"Dek bilanglah.....!"
Faham apa yang dimaksud suaminya, Dianapun membuka suara.
"Om, bibi. Rumah ini kita bongkar aja ya, kita bangun rumah baru.
Diana sama abang tadi sudah sepakat, kalau bibi dan om mau, selama pembangunan rumah ini om sekeluarga tinggal di hotel aja dulu, atau kalau om dan bibi merasa ngak betah disana karena ngak biasa, nyewa rumah sementara juga boleh.
Rumah ayah di kampung juga sudah bang Haris dan Diana bangun."
Setelah Diana membuka percakapan, Haris kemudian melanjutkan.
"Bapak juga ngak usah pikirkan bekerja lagi, biarkan kami anak anak bapak ini yang membiayai kebutuhan bapak dan ibu kedepannya, ini uang buat pegangan bapak dan ibu 100 juta, kedepannya akan Haris berikan lagi."
"Ya Allah....!!!! Pak i..ini duit 100 juta...?"
"Ini...i...ini duit apa nak Haris?"
"Ini buat pegangan bapak dan ibu, terserah bapak dan ibu mau buat kemana dan beli apa, yang jelas Haris akan berikan biaya kebutuhan bulanan bapak dan ibu selain dari uang ini mulai sekarang."
"Haris..! tapi ini terlalu banyak nak..huu...uuu...uuuuuhuu..uuu"
"Ngak banyak kok bu', saat Haris akan menikah dengan Diana Haris sangat miskin ngak punya apa apa, sampai sampai buat biaya peresmian ala kadarnyapun Haris tak punya, namun walau dengan segala keterbatasan dan kesusahan yang ada, bapak dan ibu tampung kami dan buat acara peresmian pernikahan kami disini, dengan memotong ayam lalu memanggil beberapa tetangga, bapak ibu juga menjadi orang tua Haris saat itu.
Itu tidak akan bisa Haris lupakan maka biarkan Haris sejak hari ini membiayai dan merawat ibu dan bapak beserta keluarga kita.
Selain itu ayah dan ibu di kampung juga sudah Haris berikan kebutuhannya setiap bulan, jadi mohon bapak dan ibu jangan pernah menolaknya atau Haris akan merasa tidak diterima sebagai anak bapak dan ibu."
"Haris anakku walau kau tidak lahir dari rahim ibu tapi sudah sejak lama ibu menganggapmu sebagai anak ibu nak, yah kau putra ibu paling besar abangnya Nawir dan Juli.."
"Abaaaaangggg....!"
"Haris putra bapak....!"
Mahmud dan istri serta kedua anaknya memeluk Haris dan mereka semuanya dalam keadaan berladung air mata.
Sekali lagi uang mengambil peran yang seharusnya dia lakukan, yakni mengikat hati dan menumbuhkan kehangatan di hati semua orang.
Setelah melalui semua rasa kesedihan mendalam yang begitu menguras emosi dan mencucurkan banyak air mata, mereka semua pergi menginap di hotel Nurul Haris yang sangat terkenal di kota itu.
...----------...
sekian dari saya, kalau ada yg perlu di tanyakan tanya aj di pribadi
ini setiap dikasih tau tulisan salah cuma dibales maaf pemula ga nyambung lah wkwk