Mengisahkan tentang perjuangan hidup seorang gadis bernama Anindyta Kailila .
Dalam menggapai cita-citanya dengan
keadaan hidup yang sederhana.
Bekerja sebagai asisten seorang model papan atas, merupakan batu loncatan baginya untuk mengais rupiah dengan tetap harus pintar membagi waktu mengurus ayahnya yang sakit.
Jangan tanyakan tentang kisah cintanya.
Sebab semenit saja, otak dan hatinya tak pernah kosong, karena perintah dari sang model yang selalu datang bertubi-tubi.
Namun, apalah dayanya jika ternyata kegigihannya bekerja justru mempertemukannya dengan seorang CEO yang ternyata kekasih sang model.
Bahkan perasaan mereka tidak dapat di bendung untuk saling jatuh cinta.
Mungkinkah seorang asisten mendapatkan cinta seorang presdir bahkan kekasih bosnya sendiri...?
Ikuti ceritaku " Di Balik Layar"
Semoga di sukai pembaca.
Salam santun
salam sehat untuk semua
🙏🙏🙏🙏
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon EmeLBy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 34 : TIDAK SADARKAN DIRI
Sampai mereka tidak menyadari, ada sepasang mata yang sedari tadi melihat kebersamaan itu dengan tatapan tidak senang.
Setelah lama berbincang, Anin dan Gerald pun memilih masuk ke kamar mereka masing - masing untuk beristirahat.
Tapi pada pukul 1 dini hari, Anin terbangun karena lapar. Anin baru sadar sejak sampai di puncak tak ada makanan apapun masuk ke perutnya, hanya beberapa gelas air mineral yang ia teguk. Saat acara makan bersama pun ia tidak ***** makan karena hatinya kesal melihat kemesraan antara Darel dan Felysia.
Sebelum tidur tadi, Anin sudah menyiapkan semua pakaian dan aksesoris yang akan di gunakan oleh Felysia besok pagi. Karena itu dia kelelahan dan langsung tertidur. Sehingga kini ia merasa perutnya benar benar perih dan meronta untuk di isi makanan.
Dan ia memutuskan untuk keluar kamar, menuju dapur atau ruang apa saja untuk mencari makanan.
Namun, belum jauh Anin berjalan ia merasa kepalanya sangat pusing. Dan kedua lututnya terasa lemah, hingga akhirnya.
Brugh...
Anin jatuh dan tidak sadarkan diri .
Darel yang saat itu masih terjaga memilih berjalan keluar kamar untuk sekedar memeriksa persiapan pemotretan besok. Tentu kaget melihat seseorang tergeletak di lorong jalan tidak jauh dari kamarnya.
Ia mendekati sosok itu, dan terkejut ternyata itu adalah Anin. Di tepuk tepuk nya pipi Anin, tapi tidak juga bangun.
Lalu, Darel menggendong tubuh mungil Anin menuju garasi. Di dudukannya Anin pada kursi tidak jauh dari parkiran bus yang mereka pakai.
Lalu diambilnya ponselnya untuk menelpon seseorang. Lama sambungan telepon itu baru bisa terhubung.
Ternyata Darel menelpon supir Bus kantor yang mereka gunakan untuk ke puncak.
Tidak lama, nampak seorang laki -laki paruh baya berjalan ke arah Darel.
"Ada apa Tuan Darel ?" tanya supir itu yang sangat jarang menerima perintah langsung dari tuannya itu.
"Cepat, antarkan saya ke rumah sakit terdekat." Ujar Darel yang kemudian kembali menggendong Anin dengan kedua tangannya.
Sampai di Rumah Sakit pun, Anin belum sadarkan diri. Dengan segera Darel mengurus semua administrasi. Dan Anin pun sudah di tangani oleh pihak para medis di rumah sakit itu. Anin masih di UGD untuk di observasi.
Darel tidak dapat menyembunyikan ke khawatirannya. Dia tidak pernah berurusan di rumah sakit dan mengurus orang sakit seperti ini. Sampai sampai ia hanya membawa handphone di saku celananya. Tubuhnya juga hanya di balut kaos oblong dan celana pendek selutut.
Lalu dia meminta supir tadi untuk pulang.
"Pa Midi" panggilnya
"Saya tuan." Jawab Supir itu.
"Tolong kamu kembali ke penginapan kita tadi, lalu ambilkan tas saya. Ini kunci kamar saya. Lalu, tanya kan pada pengelola penginapan itu,
di mana kamar nona Anin. Kemudian kamu ambilkan tasnya, dan pastikan ponselnya ada di dalam tas itu. Lalu bawakan ke sini lagi." Perintah Darel panjang.
"Injiih, baik tuan." Jawabnya lalu beringsut meninggalkan Darel.
"Pa... Tunggu! Usahakan tidak usah memberikan info apapun untuk semua mereka yang di sana, pa Gerald sekalipun." Ujar Darel.
"Siap, Tuan." Ujar supir itu lalu pergi dan melaksanakan sesuai perintah tuannya itu.
"Dengan keluarga pasien atas nama Anindyta Kailila?" Panggil seorang perawat dari ruang UGD.
"Iya, saya suster." Jawab Darel mendekati perawat itu.
"Pasien, sudah kami tangani pak. Dia juga sudah sadar. Menurut keterangan pasien. Ia hanya ada sarapan pagi tadi, lalu tidak ada makan apapun kecuali air putih. Sehingga lambungnya bermasalah. Sekarang pasien sudah bisa di pindahkan ke ruangan. Silahkan bapak pilih ruangan untuk perawatan selanjutnya." Terang Suster itu ramah.
"Iya... baik. Saya minta di rawat di VVIP saja sus." Jawab Darel spontan.
"Baik, silahkan bapak isi formulir persetujuan dulu pak." Ujar suster itu menyodorkan beberapa kertas di hadapan Darel.
Tidak membutuhkan waktu lama, kini Anin sudah di pindahkan ke ruangan yang super mewah. Yang di dalamnya terdapat 1 bed pasien, 1 kamar keluarga, Kitchen set, ruang makan keluarga, meja kerja, lemari es, Sofa, Nakas, Kamar mandi dalam ( air panas dan dingin ), AC, 2 LCD TV dan Hitter Air.
Anin sangat terkejut ketika beberapa perawat itu mendorongnya masuk keruangan yang sudah seperti sebuah hotel baginya.
Namun, segera ia sadar itu adalah rumah sakit karena ia melihat ada jarum tertancap dan selang infus di pergelangan tangan kirinya.
Tak berapa lama, dilihatnya Darel masuk keruangan itu.
"Anin, kamu sudah sadar?" tanya Darel
"Aku di mana?" Ujar Anin seolah tak tau ia berada di mana.
"Di rumah sakit, tadi aku menemukanmu pingsan di lorong jalan depan kamar." Jawab Darel sambil mendekati dan meraba dahi Anin.
"Lalu... sekarang apakah kamu ingin membuatku pingsan lagi?" tanya Anin.
"Kenapa?"
"Fasilitas dalam ruangan ini, sangat mengguncang jiwaku." Ucap Anin sambil tersenyum tipis pada Darel.
Darel segera menarik kursi dan mendekati ranjang Anin. Dengan lekat menatap mata Anin.
"Kenapa kamu tidak makan seharian hah?" tanyanya sambil mencubit pelan hidung bangir milik Anin.
"Aku lupa." Jawab Anin, yang baru menyadari ke konyolan nya. Karena seharian ia habiskan untuk kesal melihat kedekatan Darel dan Felysia.
"Makan kok sampai lupa. Kerja sih kerja, masa sampai lupa makan juga." Ucap Darel pura pura marah.
"Dokter bilang apa? Aku ga ngidap penyakit parah kan?" tanya Anin penasaran.
Darel menarik nafasnya dalam. "Huh... malu banget deh tadi. Malu banget dengernya. Pa.. pasien tidak apa apa, hanya kurang istirahat dan sepertinya kurang makan." Ujar Darel meniru ucapan dokter tadi.
"Tau gitu... aku ga sampe bawa kamu ke sini. Biar ku kurung di kamar penginapan aja plus kasih makan yang banyak." Lagi lagi Darel bicara sambil berdiri mengambil sepiring bubur yang sudah tersedia di atas nakas.
"Bisa duduk ga?" tanya Darel yang tidak di jawab Anin. Dan kemudian, Anin mencoba bergerak sendiri untuk duduk.
"Ayo aku suapin bubur ini dulu. Kata dokter kamu jangan makan nasi dulu, lambung mu masih belum bisa di kasih makanan yang keras." Nampak Darel sudah di samping ranjang pasien dengan bubur yang siap di berikan pada Anin.
"Aku makan sendiri aja ya..., aku bisa kok." Ujar Anin mengulurkan kedua tangannya meminta piring bubur itu.
"Liat, tangan kiri mu itu ada selang infus.
Bagaimana kamu memegang piringnya?"
"Bisa .. taroh meja aja dekat aku. Aku masih bisa makan pakai tangan kanan ku." Tolak Anin menahan malu.
"Jangan keras kepala. Tinggal mangap aja susah ya?"
Anin pura pura cemberut, padahal saat itu hatinya bersorak sorak gembira. Yuhuuu... secara ini pria sempurna idamannya, seorang CEO dengan ikhlas dan rela menyuapinya. "Tuhaan... bisakah waktu kau hentikan sebentar. Aku sedang bahagia tingkat provinsi iniih." Batin Anin.
Dan akhirnya Anin pun patuh. Menelan pelan suapan demi suapan yang di sodorkan Darel dengan telaten dan sangat hati - hati.
Sampai terdengar pintu ruangan itu di ketuk dari luar.
"Masuk!" Seru Darel sambil berdiri meletakan piring bekas makan Anin karena bubur itu sudah tandas di makan oleh Anin.
"Permisi Tuan, ini pesanan Tuan tadi." Ujar Pak Midi sopir yang di minta Darel untuk mengambil tasnya juga tas milik Anin. Segera Darel membuka tas Anin untuk memastikan ponsel Anin ada atau tidak.
Kemudian, Darel membuka tasnya membuka dompet. Lalu mengambil 5 lembar uang seratus ribuan yang kemudian di berikan nya pada Pak Midi.
"Ini biaya lembur buat Bapak. Silahkan kembali ke penginapan dan istirahat lah." Ujar Darel terlihat berwibawa.
"Terima kasih banyak Tuan, Terima kasih." Ucap Pak Midi sambil membungkukkan tubuhnya tanda senang.
"Iya.... tidak ada yang tau kan?" tanya Darel pelan saat ia mengantarkan Pak Midi ke arah pintu keluar ruangan itu.
"Tidak Tuan. Orang - orang semua nampak masih tidur." Jawab pak Midi. Lalu meninggalkan Darel dan Anin berdua di ruangan VVIP itu.
Darel mendekati Anin, dilihatnya Anin sudah terlelap dalam tidurnya. Jam Rolex Antimagnetiq pada pergelangan tangannya menunjukan pukul 3 dini hari.
Darel merebahkan dirinya pada ranjang yang tersedia pada kamar keluarga dalam ruang VVIP itu. Kantuknya pun segera menyerang, sehingga Darel pun tertidur.
Bersambung
...Mohon dukungannya 🙏...
...Komen kalian...
...sangat autor harapkan lho...
...Kasih 👍💌✍️🌹...
...seikhlasnya yaa...
...Biar makin semangat...
...Terima kasih...
selamat membaca yaaak