Asila Angelica, merutuki kebodohannya setelah berurusan dengan pemuda asing yang ditemuinya malam itu. Siapa sangka, niatnya ingin menolong malah membuatnya terjebak dalam cinta satu malam hingga membuatnya mengandung bayi kembar.
Akankah Asila mencari pemuda itu dan meminta pertanggungjawabannya? Atau sebaliknya, dia putuskan untuk merawat bayinya secara diam-diam tanpa status?
Penasaran dengan kisahnya? Yuk, simak kisahnya hanya tersedia di Noveltoon.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ika Dw, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Manager Sombong
Tidak selang lama seorang pria bertubuh tambun datang ke sekolah dengan arogannya. Dari luar pria itu terlihat belagu' bahkan satpam di sekolah yang tak tahu apa-apa mendapatkan omelan darinya.
"Dad, lihatlah! Apa yang sudah dilakukan oleh pria itu. Kenapa dia memaki-maki satpam di sini? Kayaknya dia nggak ada bedanya dengan wanita ini, atau jangan-jangan dia suaminya?" Asila berbisik dengan mengamati kedatangan pria itu dari jendela ruang guru. Edgar juga mengamatinya, dia tersenyum smirk, sepertinya dia cukup paham dengan karakter pria itu.
"Biarkan saja yang, nanti juga malu sendiri," jawab Edgar.
Kali ini Edgar kah yang akan memberinya pelajaran. Ia masih tak terima anak dan istrinya dipermalukan begitu buruk di depan semua orang, ia sudah pasti bakalan membalasnya.
Tanpa berbasa-basi pria itu memasuki ruangan untuk menemui istri dan anaknya. Tatapannya begitu dingin, perilakunya cukup buruk, bahkan tidak peduli dengan keberadaan guru dan kepala sekolah yang berdiri tak jauh darinya.
"Memangnya apa yang sudah terjadi? Kenapa kau mengganggu aktivitas kerjaku! Kau tahu kalau aku sangat sibuk! Bisa-bisanya kau memintaku datang hanya untuk mengurus masalah anakmu! Apa gunanya kau jadi ibu jika tidak bisa mengurus anakmu!"
Wanita bernama Risma itu menarik tangannya dan berbisik. Pelankan suaramu! Aku sengaja menghubungimu karena putra kita mendapatkan masalah besar. Anak bandel itu sudah memukuli putra kita, aku tidak terima Pa! Aku ingin anak itu dihukum dan dikeluarkan dari sekolah ini. Dia tak boleh sekolah di manapun. Kalau dia masih juga aktif sekolah maka akan banyak murid yang dikorbankan. Jangan sampai kejadian buruk ini terjadi kembali pada putra kita. Tolong bicara sama kepala sekolah untuk mengeluarkan anak ingusan itu!"
Tatapan pria itu beralih pada Dylan yang dianggap sebagai biang masalah. Dia mendelik dengan berkacak pinggang memarahinya. "Jadi kamu biang keroknya? Kau apakan anakku huh! Kau itu kecil-kecil sudah menjadi perusuh! Kau tidak pernah dididik oleh orang tuamu ya?"
"Jangan bawa-bawa orang tuaku ya! Aku memang memukulnya untuk membela diri Om! Anakmu sudah menghinaku! Bahkan ibunya juga ikut-ikutan menghinaku! Kalian pikir aku tak sakit hati?" Dylan membantah. Tak peduli kalaupun yang dihadapinya orang berbadan besar, ia hanya tidak suka ditindas, entah orang tua ataupun muda yang berani menghinanya maka akan dibalas. Dia tidak ingin menjadi pecundang yang bersembunyi di belakang rok ibunya. Tujuan utamanya dari dulu ingin melindungi ibunya dari orang-orang jahat. Siapapun orangnya kalau sudah berani menginjak injak harga dirinya akan dilawan.
"Kau itu memang pantas untuk dihina! Melihat mukamu saja sudah membuatku muak! Kau itu tak sepadan dengan putraku! Kau itu bau sampah!"
Nyatanya pria itu tidak memiliki perbedaan dengan istrinya, sama-sama arogan dan sok paling benar. Edgar yang mendengarnya langsung emosi, sudah tidak memiliki kesabaran untuk segera memberinya pelajaran, sayangnya tangan Asila memeganginya dengan erat, jika saja Asila tidak menahannya sudah dipastikan pria itu bakalan babak-belur ditangannya.
"Om nggak salah menganggapku sebagai sampah? Kurasa om itu yang bau sampah. Lihatlah keringatmu..., kau bau sekali Om! Jangan suka menghina orang lain kalau nggak bisa menilai dirimu sendiri. Kau yang bau malah ngatain orang lain."
Pria itu mendelik dengan tangannya terangkat. "Kurang ajar! Lancang sekali kau! Kau benar-benar tidak pernah dididik oleh orang tuamu!"
"Sudah kubilang jangan bawa-bawa orang tuaku! Didik saja anakmu dengan benar! Kau itu sudah gendut! Bau lagi!"
Dylan mengibas-ngibaskan tangannya dan berakhir menutup hidungnya. Pria bertubuh tambun itu memang bau badan yang cukup menyengat.
"Kau itu masih kecil sudah berani melawan orang tua! Benar-benar tidak terdidik! Di mana orang tuamu!"
"Aku di sini," sahut Edgar.
Pria itu membalikkan badan menoleh pada Edgar yang berdiri di belakangnya.
"Oh..., jadi kamu orang tuanya? Pantas saja anakmu seperti preman! Ternyata ayahnya juga seperti preman," desisnya menghina.
Edgar mengerutkan keningnya. Apa ada yang salah dengan penampilannya? Bahkan ia memakai pakaian yang rapi. Hanya orang yang buta tidak bisa melihat penampilannya.
"Tolong ajari anakmu dengan benar, biar nggak berani melawan orang yang lebih tua. Dia masih kecil aja sifatnya udah brutal begini, bagaimana dengan kedepannya? Bisa jadi preman beneran! Sebagai orang tuanya apa kau tak malu?"
"Ngapain aku malu, justru aku bangga pada anakku. Dia hanya membela diri, kamu duluan yang mencaci makinya. Seharusnya kau tanya dulu apa permasalahan mereka, jangan langsung menjudge anakku dengan buruk, belum tentu juga anakku yang bersalah," bantah Edgar.
Rupanya pria gendut itu tidak mengenalinya, padahal dia bekerja di perusahaannya. Memang selama ini Edgar jarang muncul untuk mengecek pegawainya, semua itu ia serahkan pada Dirga asisten pribadinya.
"Jelas-jelas anakmu lah yang bersalah! Dia melakukan pemukulan terhadap anakku!"
"Tapi tanya dulu apa masalahnya! Kau itu jadi orang tua dodol banget. Anakku dihina oleh anakmu, jadi tak salah kalau anakku membela diri. Jika hal itu terjadi padamu, apa kau akan tetap diam saja?"
"Kurang ajar! Berani sekali kau melawanku! Kau pikir kau itu siapa? Rupanya kau ingin anakmu dikeluarkan dari sekolah ini!"
Edgar nampak santai menanggapinya, padahal sebenarnya ia sudah tak memiliki kesabaran untuk melayangkan bogeman untuknya.
"Atas dasar apa kau ingin mengeluarkan putraku dari sekolah ini? Kalau putraku keluar dari sini, maka putramu juga harus keluar dari sini. Kau itu terlalu arogan, sampai-sampai apa yang ada di dunia ini ingin kau miliki. Apa kau pikir dengan memiliki jabatan besar kau akan menjadi orang besar? Jangan bangga dengan jabatan yang kau miliki! Jika sewaktu-waktu jabatan itu hilang kau baru tahu betapa sedihnya hidup menderita," tegur Edgar.
Pria itu mengibaskan tangannya. "Halah! Persetan dengan orang sepertimu! Jangan sok-sokan menceramahi ku! Kau itu hanyalah preman pasar! Kau tak akan mampu melawanku yang memiliki kedudukan sebagai kepala divisi. Aku seorang manager di perusahaan Pratama Grup, apa kau tak takut berhadapan denganku? Aku bahkan bisa membuatmu pergi dari kota ini. Sebelum kesabaranku habis, lebih baik bawa anakmu keluar dari sini. Aku akan mengurus surat-surat pengeluarannya dari sekolah, karena anakmu memang tak pantas berada di sini. Ini sekolahan elit, tidak sembarang orang tua menyekolahkan anak-anaknya di sini. Memangnya kau punya apa? Kau tidak akan mampu membayar kebutuhan anakmu di sini!"
Perdebatan semakin memanas. Pasangan suami istri itu tak berhenti menghina dengan melontarkan kata-kata pedas, tapi di situ Edgar masih terlihat tenang. Dia ingin memberikan pelajaran tanpa harus mengotori tangannya, dia mengambil handphonenya dan langsung menghubungi asistennya.
"Dirga! Tolong datang ke sekolah TK si kembar. Ada sedikit masalah dan kau harus menyelesaikannya!"
Sembari menunggu kedatangan asistennya, Edgar berbasa-basi untuk memberinya penjelasan mengenai dirinya. Setidaknya pria itu harus tahu sudah berhadapan dengan siapa.
"Pak Rama, namamu Rama kan?"
"Iya namaku Rama. Rupanya kau sudah tahu namaku? Memang aku sudah sangat terkenal," jawabnya dengan terkekeh.
"Tidaklah sulit bagiku untuk mengetahui nama-nama karyawanku. Kita kenalan dulu. Namaku Edgar Pratama, aku pemilik saham terbesar di perusahaan Pratama tempatmu bekerja. Berhubung kau sudah menyinggungku, maka bersiap-siaplah ~~
"Mimpi! Karena aku sudah menyebut perusahaan Pratama kau langsung mengatakan bahwa kau itu bosku! Kau pikir aku percaya padamu? Kau itu hanyalah pemulung, bisa-bisanya mengaku sebagai bos untuk menakutiku. Kau sudah menyinggung Bos Pratama, kau harus siap berhadapan dengannya!"