Kalisha Maheswari diwajibkan menikah karena mendapat wasiat dari mendiang Kakek Neneknya. Dirinya harus menikah dengan laki laki yang sombong dan angkuh.
Bukan tanpa sebab, laki laki itu juga memaksanya untuk menerima pernikahannya karena ingin menyelamatkan harta mendiang kakeknya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon PenaJenaira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bullyan
Rutinitas keseharian mereka tetap berjalan dengan sempurna. Megan dan Radit mulai bersekolah di sekolah baru mereka. Khalisa yang mulai bekerja.
"Nona Megan, Tuan menyuruh saya untuk mengantar nona," ujar Sekertaris Fian.
"Baik lah sekertaris tampan," balas Megan yang sedikit menggoda Fian.
Wajah Fian tetap datar. Ia juga tak merespon ucapan Megan. Sementara Radit, ia sedikit heran dengan kakaknya.
Kenapa dengan kakak? Dia seperti menggatal kepada Sekertaris Fian, batin Radit yang heran.
Sekertaris Fian melajukan mobilnya. Sementara Edward ia mengantar Khalisa untuk pergi bekerja.
Saat semua orang sudah menjalani aktivitasnya masing-masing, Vony pergi menemui Dokter Tirta. Mereka sudah janjian di sebuah cafe di pusat kota.
"Nih, obatnya," ujar Dokter Tirta menyodorkan sebuah botol racikan obat.
"Tokcer nggak nih?" tanya Vony yang sedikit menggoda Dokter Tirta.
"Coba saja diminum, haha," jawab Dokter Tirta dengan terkekeh.
Vony kemudian ikut tertawa lalu menyeringai. Ia yakin bahwa rencananya akan berhasil.
****
Hari ini adalah hari ketiga Khalisa bekerja. Banyak dari karyawan lama yang suka mencibir Khalisa. Untuk seorang admin, tidak sepatutnya Khalisa memakai barang-barang branded. Hal itu memicu Sonia, seorang staff untuk memberi pelajaran kepada Khalisa. Sonia menganggap bahwa Khalisa adalah wanita sombong dan pamrih.
"Sonia, elu yakin akan mengerjai anak baru itu?," tanya Sela teman sejawat Sonia.
"Iya dong, apa kamu tidak bisa melihat dia sok polos? kita tidak boleh tertipu wajahnya," jawab Sonia dengan yakin.
Di hari ketiga ini, Sonia sengaja memberi Khalisa setumpuk file. Khalisa harus mengurutkan file itu berdasarkan nomor transaksi.
"Eh Khalisa, nih urutin! Gue tunggu sejam lagi. Kalau elu ga bisa ngurutin ini, gue laporin Pak Tomo lu," ujar Sonia yang kemudian melenggang pergi.
Khalisa menghela nafas panjang. Ia kemudian meninggalkan pekerjaan lamanya untuk mengurutkan file yang diberi oleh Sonia. Dengan telaten Khalisa memulai pekerjaannya. Ini pekerjaan yang membosankan namun dirinya mau tidak mau harus tetap mengerjakan.
Belum satu jam, Khalisa sudah selesai menyelesaikan pekerjaan tambahannya itu. Dari kejauhan Sonia mengawasi Khalisa dengan penuh kebencian.
Jam istirahat pun segera tiba. Khalisa dengan senang menyambutnya. Mengurutkan file yang diberi Sonia membuatnya matanya sedikit lelah.
"He Khalisa!" suara Sonia kembali terdengar di telinga Khalisa.
"Ya mbak ada apa?" tanya Khalisa dengan santai.
"Oh ya, ini mbak Sonia semua file-nya sudah saya urutkan," sambung Khalisa.
Sela yang berada di belakang Sonia kemudian maju untuk memberi beberapa tumpuk file yang terikat dengan rapi.
"Urutkan itu sekarang juga!," ucap Sonia dengan tatapan tajam.
Khalisa memandangi beberapa tumpukan file itu.
"Kenapa? Protes?," ucap Sonia kembali.
"Bukan begitu, Mbak. Sekarang masih jam istirahat," jawab Khalisa.
Brak
Sonia menggebrak meja kerja Khalisa. Ia kemudian mendekatkan wajahnya ke wajah Khalisa. Tangan Sonia kemudian mencengkram dagu Khalisa.
"Jangan macam-macam kau anak baru," Teriak Sonia dengan kedua matanya melotot.
Tidak ada karyawan yang membantu Khalisa. Mereka semua diam. Karena Sonia adalah keponakan Manager Keuangan perusahaan.
Khalisa tak tinggal diam, ia menatap balik mata Sonia. Mata mereka bertemu. Keduanya saling pandang tajam. Tak lama Sonia melepaskan cengkraman tangannya. Ia kemudian pergi begitu saja meninggalkan Khalisa. Nafas Khalisa menggebu-gebu. Hatinya merasa ternodai dengan tatapan Sonia.
"Tunggu, Mbak," ujar Khalisa dengan nada dingin dan menantang.
Sonia berhenti. Ia kemudian membalikkan tubuhnya hingga menghadap Khalisa kembali. Khalisa mendekat. Ia berjalan pelan namun pasti. Sorot matanya marah. Kedua tangannya mengepal.
"Saya memang anak baru, tapi mbak tidak boleh semena-mena terhadap saya," ujar Khalisa yang masih menatap tajam Sonia.
"Hei, hei, jangan macam-macam ..." celetuk Sela yang dihentikan oleh Sonia.
"Oke, mari kita lihat siapa yang akan bertahan di tempat ini," sahut Sonia dengan senyumannya yang mengerikan.
Khalisa hanya terdiam mematung . Dia bukan wanita lemah yang hanya bisa di suruh-suruh atau di bully.
Bunyi ponsel membuat Khalisa tersadar dari kemarahannya. ia melihat bahwa sang suami lah yang menelfonnya.
Edward 📞 :
"Sore nanti akan ku jemput, tetaplah disitu sampai aku datang," ucap Edward.
Khalisa 📞 :
"Iya Mas," jawab Khalisa .
Khalisa sengaja tak menceritakan perbuatan sonia ke dirinya. Ia memilih untuk memendam semua. Karena menurutnya masalah Sonia hanya masalah kecil di dunia kerjanya.
dukung ajasi selama anakmu bahagia dengan siapapun itu, jgn suka maksain kehendak gitu ah
allah mah gak suka /Facepalm/