NovelToon NovelToon
​Cinta Terlarang di Lantai 32

​Cinta Terlarang di Lantai 32

Status: sedang berlangsung
Genre:CEO / LGBTQ / BXB
Popularitas:0
Nilai: 5
Nama Author: jooaojoga

"Thiago Andrade berjuang mati-matian untuk mendapat tempat di dunia. Di usia 25 tahun, dengan luka-luka akibat penolakan keluarga dan prasangka, ia akhirnya berhasil mendapatkan posisi sebagai asisten pribadi CEO yang paling ditakuti di São Paulo: Gael Ferraz.
Gael, 35 tahun, adalah pria dingin, perfeksionis, dengan kehidupan yang tampak sempurna di samping pacarnya dan reputasi yang tak bercela. Namun, ketika Thiago memasuki rutinitasnya, tatanan hidupnya mulai runtuh.
Di antara tatapan yang membakar, keheningan yang lebih bermakna dari kata-kata, serta hasrat yang tak berani dinamai oleh keduanya, lahirlah sebuah ketegangan yang berbahaya sekaligus memabukkan. Karena cinta — atau apapun nama lainnya — seharusnya tidak terjadi. Bukan di sana. Bukan di bawah lantai 32."

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jooaojoga, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Episode 21

Gael tidak keluar rumah selama tiga hari.

Membatalkan pertemuan. Mengabaikan panggilan.

Apartemen yang dulunya mewah dan tenang, sekarang gelap, pengap, kotor.

Botol-botol air berserakan.

Piring menumpuk di wastafel.

Tirai tertutup sepanjang hari.

Dia tidak menangis lagi.

Hanya ada.

Atau setidaknya berusaha.

Dia berbaring di sofa, menatap langit-langit seolah menunggu ikut jatuh.

Dengan ponsel mati.

Dengan dada sesak.

Dengan rasa pahit semua yang tidak dia katakan, dan semua yang hilang.

Di perusahaan, nama Gael masih bergema.

Rumor. Spekulasi.

Keraguan yang disamarkan sebagai kekhawatiran.

Dan Thiago, di tengah semua itu, berpura-pura baik-baik saja.

Mengetik spreadsheet. Menjawab email.

Tersenyum sinis.

Tapi di dalam… dia hancur berantakan.

Pada sore hari, dia muncul.

Helena.

Tinggi, elegan, terbungkus mantel krem, sepatu hak tinggi, dan tatapan orang yang tahu ke mana dia melangkah.

Datang seperti orang yang masih menjadi bagian dari tempat itu.

Dan sementara semua orang menjauh, dia berjalan langsung ke Thiago.

— Hai. — katanya sambil tersenyum. — Bisakah kita bicara?

Thiago ragu-ragu.

Dia sendirian di ruang arsip, mengatur kertas-kertas.

Pintu tertutup di belakangnya.

— Katakan.

Helena mendekat, tetapi tidak menerobos ruang.

Nada suaranya tenang.

Tetapi racun sudah menetes di antara baris.

— Gael selalu menjadi pria yang rumit. Kesepian. Dan sangat mudah dipengaruhi ketika dia merasa lemah.

Thiago mengerutkan kening.

— Dan kenapa kamu mengatakan ini padaku?

Dia tersenyum.

Senyum manis seperti asam.

— Karena terkadang, orang-orang seperti kamu… menganggap kebaikan sebagai keabadian.

— Apa maksudmu?

— Aku hanya mengagumi keberanianmu.

Berada di sini.

Berkhayal.

Percaya bahwa kamu dapat menempati tempat yang bukan milikmu.

Thiago merasakan perutnya mual.

Tapi dia tetap teguh.

— Dan siapa yang memutuskan siapa yang berhak?

— Dunia. Aturan. Sejarah. — jawab Helena datar.

Kemudian dia mendekat selangkah lagi.

Parfum mahal memenuhi udara.

— Tahu apa kesalahan terbesar Gael?

Berpikir bahwa dia bisa hidup di luar apa yang diprogramkan untuknya.

— Dan kesalahanmu? — balas Thiago, suaranya rendah, tegas. — Adalah berpikir bahwa aku cukup lemah untuk mundur.

Senyumnya menghilang sesaat.

Tetapi segera kembali, lebih dibuat-buat dari sebelumnya.

— Kita lihat saja nanti.

Dan keluar dari ruangan seolah tidak terjadi apa-apa.

Thiago berdiri diam.

Tangannya gemetar.

Tetapi matanya… tegas.

Penuh dengan kemarahan yang sunyi.

Perang sekarang langsung.

Dan dia tidak akan mundur.

Di sisi lain kota, Gael masih di sofa.

Telepon masih mati.

Dan dunia… semakin jauh.

Hingga akhirnya, dia berbisik sendirian:

— Aku harus bangun.

Sebelum mereka menguburku hidup-hidup.

Gael bangun pada hari ketiga.

Bukan karena dia merasa lebih baik.

Tetapi karena keheningan terlalu memekakkan telinga.

Ponsel masih mati.

Tubuhnya sakit seolah telah dipukuli.

Tetapi ada satu hal yang berdenyut kuat:

Ketidakhadiran Thiago.

Dia tidak tahan lagi.

Dia berpakaian tanpa berpikir. Mengambil kunci.

Dan pergi.

Gedung Thiago kecil, tua, terlalu jauh dari rute mewah yang biasa Gael tempuh.

Tetapi di sana… ada satu-satunya hal yang masih masuk akal.

Dia mengetuk pintu.

Sekali.

Dua kali.

Thiago membuka dengan ekspresi terkejut, lalu tegang.

Dia mengenakan kaos, rambut acak-acakan, lingkaran hitam di bawah mata.

— Gael? Apa…

— Aku tidak tahan lagi. — potongnya langsung. — Dengarkan aku. Tolong.

Thiago ragu-ragu.

Membiarkannya masuk.

Apartemen itu sederhana, tetapi penuh dengan tanda-tanda kehidupan nyata.

Buku-buku bertumpuk. Mug dengan kopi dingin. Pakaian di jemuran.

Gael berhenti di tengah ruangan.

Melihat sekeliling seperti sedang menginjakkan kaki di dunia yang ingin dia sebut rumah.

— Aku salah. — katanya akhirnya. — Seharusnya aku menceritakan semuanya padamu. Aku ingin melindungimu, tetapi aku malah menjauhkanmu. Aku tahu.

Thiago menatapnya. Matanya merah.

— Bukan hanya itu.

Helena muncul hari ini.

Di perusahaan.

Gael membeku.

— Apa?

— Dia mempermalukanku.

Dengan senyum di wajahnya dan kata-kata sopan.

Tetapi aku mengerti semuanya.

Dia ingin mengingatkanku bahwa aku tidak akan pernah cukup.

Dan kamu… kamu tidak ada di sana untuk membelaku.

Gael berjalan mendekatinya. Hampir tidak bisa bernapas.

— Aku ingin mengeluarkanmu dari ini. Dari semua ini. Aku berpikir…

Mungkin kita bisa pergi. Menghilang. Paris, Madrid, entahlah.

Mulai dari nol.

Tanpa nama.

Tanpa tekanan.

Thiago menutup matanya.

Usulan itu tampak seperti mimpi, tetapi sarat dengan keputusasaan.

— Gael… melarikan diri bukanlah solusi.

— Lebih baik daripada melihatmu diserang karena aku.

— Dan kamu pikir melarikan diri akan menghapus semua ini?

Gael terdiam.

— Aku mencintaimu. — katanya akhirnya. — Dan aku tidak ingin kehilanganmu.

Thiago menarik napas dalam-dalam.

Hatiku sakit.

Keinginannya adalah mengatakan "ya", mengepak tas dan menghilang ke dunia bersamanya.

Tetapi kenyataannya…

tidak hanya terbuat dari cinta.

— Gael…

Mungkin lebih baik kita berhenti di sini.

Mata Gael bergetar.

— Kamu putus denganku?

— Aku mencoba menyelamatkan diriku sendiri.

Dan mungkin… menyelamatkanmu juga.

Keheningan memotong keduanya.

Lebih dari pertengkaran apa pun.

Lebih dari pelanggaran apa pun.

— Katakan padaku bahwa kamu tidak merasakan apa-apa lagi. — pinta Gael, seperti orang yang memohon.

Thiago menatapnya dalam-dalam.

Dan tidak bisa berbohong.

— Aku merasakan segalanya.

Tetapi mencintai seseorang tidak menghapus dunia di sekitarnya.

Gael menundukkan kepalanya.

Bersandar ke dinding.

Menutup matanya.

Dan, untuk kedua kalinya, merasakan tanah menghilang.

Beberapa menit kemudian, dia pergi.

Tanpa kata akhir.

Tanpa ciuman.

Tanpa janji.

Hanya suara pintu tertutup.

Dan cinta yang masih hidup…

tetapi terlalu tercekik untuk bernapas.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!