NovelToon NovelToon
Kumpulan Kisah Misteri

Kumpulan Kisah Misteri

Status: sedang berlangsung
Genre:Horor / Spiritual / Rumahhantu / Horror Thriller-Horror / Matabatin / Roh Supernatural
Popularitas:14k
Nilai: 5
Nama Author: iqbal nasution

Kumpulan kisah misteri menceritakan tentang cerita legenda misteri dan horor yang terjadi di seluruh negeri berdasarkan cerita rakyat. Dalam kisah ini akan di ceritakan kejadian-kejadian mistis yang pernah terjadi di berbagai wilayah yang konon mwnjadi legenda di seluruh negeri bahkan banyak yang meyakini kisah ini benar-benar terjadi dan sebagian kisah masih menyimpan kutukan sampai sekarang, Di rangkai dalam kisah yang menyeramkan membuat para pembaca seperti merasakan petualangan horor yang menegangkan,

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon iqbal nasution, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

6b. Kuntilanak Meulaboh

Setelah kematian Lala dan Dimas, rumah itu tak lagi sunyi — tapi hidup dengan ketakutan.

Riko dan Surya menyalakan semua lampu, namun cahaya malah membuat bayangan di dinding bergerak aneh, seolah menari bersama suara angin yang melolong dari luar.

Rani duduk di pojok ruangan, tubuhnya gemetar. Wajahnya pucat, rambutnya kusut menutupi mata. Ia tak berhenti berbisik sejak tadi malam:

“Lala belum mati… dia di sini… dia berdiri di belakangmu, Riko…”

Riko menoleh cepat — kosong. Tapi udara di sekeliling mendadak dingin menusuk. Surya dan Nita mulai membaca doa, namun baru beberapa ayat, Rani mendadak menjerit keras, suara itu bukan suara manusia, tapi parau dan panjang… seperti jeritan perempuan di ujung hutan.

Tubuh Rani tiba-tiba menegang, lalu bergetar hebat.

Matanya memutih, mulutnya menyeringai.

Tiba-tiba ia menoleh dengan gerakan tak wajar — kepalanya menengok hampir 180 derajat ke belakang.

“Haaaa... kalian... semua... akan... menyusul…”

Suara itu berat, bergema seperti berasal dari dua arah sekaligus. Surya mundur, menjatuhkan kitab dari tangannya. Riko menatap ngeri ketika Rani mulai tertawa — tawa panjang, tajam, bergema di seluruh ruangan.

Tiba-tiba tubuhnya terangkat sedikit dari lantai, rambutnya beterbangan, matanya menatap tajam ke arah mereka.

“Kalian sudah memanggilku… maka aku datang…”

Dari mulut Rani mengalir darah hitam pekat. Di dinding, muncul bercak merah membentuk wajah wanita bergaun putih — seperti Kuntilanak.

Tiba-tiba Riko memukul pingsan Rani agar berhenti menjerit, tapi saat tubuhnya jatuh, Rani masih tersenyum… bibirnya berbisik lemah,

“Dia sudah di dalamku.”

Lampu rumah seketika padam. Dari arah belakang, terdengar tawa panjang perempuan dan langkah kaki menyeret pelan, menuju mereka.

Namun tiba-tiba dari arah luar--terdengar suara orang membacakan ayat-ayat suci - seketika itu juga Rani yang kerasukan pingsan.

Malam itu, warga desa memenuhi halaman rumah tempat Rani kerasukan. Angin bertiup dingin membawa aroma anyir dari arah hutan, seperti darah lama yang belum mengering. Di tengah ruangan, Rani diikat dengan kain putih, tubuhnya menggeliat, matanya masih memutih, bibirnya menggumamkan sesuatu yang tak dimengerti.

Teungku Zakir — sesepuh desa berumur lebih dari enam puluh tahun — duduk bersila dengan jubah lusuh dan surban putih. Wajahnya tenang, tapi matanya tajam, menatap Rani seolah melihat lebih dari sekadar manusia.

Ia berada di samping Rani, membuka mushaf kecil dan berdoa perlahan.

“Bismillahirrahmanirrahim…

Aku tahu siapa engkau… makhluk yang tersesat…

Kembalilah ke tempatmu, jangan ganggu lagi anak cucu manusia.”

Tiba-tiba Rani menjerit, tali pengikatnya menegang seolah ditarik dari dalam. Suara perempuan lain terdengar dari mulut Rani — serak, tajam, dan penuh amarah.

“Aku tidak akan pergi! Aku disakiti! Aku dibunuh!”

Warga yang menyaksikan mundur ketakutan. Teungku Zakir menatap tajam ke arah Rani, lalu mulai membaca ayat kursi keras-keras. Angin berputar di dalam ruangan, lampu minyak bergoyang hebat. Suara-suara tangis, tawa, dan bisikan berganti-ganti keluar dari tubuh Rani.

Tiba-tiba, dari mulutnya keluar darah hitam pekat dan aroma busuk yang menusuk hidung. Tubuh Rani terangkat sedikit, lalu jatuh dengan keras.

Sesaat sunyi.

Teungku Zakir menutup mushafnya, napasnya berat.  “Arwah itu bukan sembarangan,” katanya lirih. “Ia mati dengan dendam. Ia perempuan yang dulunya dizalimi di hutan Meulaboh. Tapi malam ini, insya Allah, ia sudah kembali ke tempatnya.”

Rani perlahan membuka mata, menangis tanpa suara.

Dari luar rumah, terdengar suara angin berhenti. Hutan yang selama ini terasa hidup, tiba-tiba hening sejenak.

Namun sebelum Teungku Zakir keluar, ia menatap ke arah jendela dan berbisik:

“Masih ada yang belum tenang… bayangan itu belum sepenuhnya pergi.”

Baru saja suasana mulai tenang, tiba-tiba Rani menjerit lagi, tubuhnya menegang seolah ada kekuatan yang menariknya dari dalam. Matanya mendelik putih, dan dari tenggorokannya keluar suara tawa panjang — bukan suara manusia.

“Hahaha... kalian pikir aku sudah pergi?”

Suara itu menggema di seluruh ruangan, membuat bulu kuduk semua orang berdiri. Lampu minyak bergoyang sendiri, dan dari celah jendela, angin malam masuk membawa suara tangisan samar.

Teungku Zakir segera berdiri, memegang tasbihnya yang mulai bergetar di tangannya.

“Siapa kau sebenarnya?” tanyanya dengan suara tegas.

Tubuh Rani bergetar, lalu tiba-tiba berubah lirih.

“Aku... aku yang mereka sakiti... aku yang mereka nodai di hutan itu...”

Suara itu menangis terisak, namun disertai geraman marah.

“Dimas dan Lala... mereka berbuat dosa di tanah terlarang! Mereka tak tahu... tempat itu kuburan lamaku!”

Warga yang mendengar nama Dimas dan Lala sontak bergidik. Dua nama itu — dua orang yang tewas mengenaskan.

Teungku Zakir menutup matanya sejenak, lalu melanjutkan dzikir dengan suara lantang.

“Astaghfirullah... kembalilah ke alam mu, wahai makhluk yang terperangkap dendam. Jangan lagi kau menyiksa tubuh manusia!”

Rani menggeliat hebat. Dari mulutnya keluar suara tangis yang panjang, disusul aroma bunga kamboja bercampur darah. Lalu, tubuhnya tiba-tiba terkulai lemas.

Hening.

Suara jangkrik pun berhenti.

Teungku Zakir mengusap keringat di dahinya, lalu berkata dengan suara berat:

“Makhluk itu telah pergi... tapi kalian harus tahu, dosa yang dilakukan di tempat terlarang tidak hilang begitu saja. Ia membuka gerbang bagi makhluk-makhluk yang haus penebusan.”

Rani terisak dalam pelukan Nita. Warga menunduk, berzikir pelan. Di luar rumah, bulan purnama menggantung pucat, seolah menjadi saksi bisu dari kutukan lama yang baru saja terusik.

*****

Pagi itu kabut masih menggantung di atas pepohonan hutan Meulaboh. Aroma tanah basah bercampur anyir darah masih terasa di udara. Empat orang yang tersisa — Rani, Riko, Nita dan Satria — berjalan terseok keluar dari hutan dengan wajah pucat dan mata kosong. Tak ada satu pun dari mereka yang bicara.

Di belakang mereka, beberapa warga bersama Teungku Zakir membawa dua tandu. Di atasnya, terbujur kaku jasad Dimas dan Lala, tubuh mereka kaku dengan wajah membiru, mata terbuka lebar seolah masih menyimpan ketakutan terakhir yang tak sempat mereka lepaskan.

Burung-burung enggan berkicau. Setiap langkah terasa berat, seakan hutan itu enggan melepas mereka.

Sampai di perbatasan desa, Teungku Zakir memerintahkan agar jenazah dimandikan dan dishalatkan di tempat masing-masing. Ia hanya berkata singkat, namun suaranya penuh makna:

“Mereka telah melanggar batas. Alam punya penjaga, dan penjaga itu tidak mengenal ampun.”

Rani menangis dalam diam, tubuhnya masih lemah setelah kerasukan malam sebelumnya. Riko hanya menatap kosong ke tanah, sedangkan Surya dan Nita terus beristighfar, masih tak percaya mereka kehilangan dua teman dalam keadaan sekejam itu.

Ketika matahari mulai naik, suara adzan Zuhur berkumandang dari kejauhan. Tapi bagi mereka, hari itu bukan siang yang biasa — karena di hati masing-masing, bayangan tawa perempuan misterius di hutan itu masih terngiang, lembut namun menyeramkan… seolah berbisik:

“Aku belum pergi... Aku menunggu yang lain...”

Mereka berempat melangkah pelan meninggalkan desa. Dua sahabat telah pergi untuk selamanya--menjadi tragedi yang tak terlupakan.

*****

1
≛⃝⃕|ℙ$°Siti Hindun§𝆺𝅥⃝©☆⃝𝗧ꋬꋊ
😭😭
ginevra
kejam banget.... pantes kalau nantinya gentayangan
dilafnp
mampus lu! 😆
dilafnp
obsesi dgn cinta itu beda ya!!
Mingyu gf😘
andai murhaban lebih memahami hati ramli, dan andai ramli lebih ikhlas maka petaka itu tidak akan terjadi
Mingyu gf😘
wahh ini ternyata titik penyebab dendam bermula
rahmad faujan
mantap 🤣
Wida_Ast Jcy
tapi aku bisa lho baca isi hatimu. kamu punya niat jahat kan. dasar kawan Luknuct
Wida_Ast Jcy
Nah... ini sangat sangat betul thor. mmg sudah seharusnya begitu
Blueberry Solenne
Wtf, tak punya pilihan lain? sikat aja neng!!!
Blueberry Solenne
Rasain lu, emang enak di ikutin mulu sama Halimah.
Alna
kenapa harus orang pintar, kan lebih bagusnya ulama
Alna
maksudnya gak punya pilihan gimana?
bukan nya itu sudah kau rencanakan
Vᴇᴇ
nah ini nii yg gue tunggu" di part asal muasalnya 👀
Ani Suryani
Cornelia
Vᴇᴇ
pov : ketika nyoba ngikutin kata hati
Wida_Ast Jcy
apakah yang akan terjadi ya kira kira... oh..no🤔🤔🤔
Wida_Ast Jcy
sakitnya tuh disini 😩
Ani Suryani
untung ada yang menyelamatkan
rahmad faujan
aku takut tapi nagih🤣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!