Naomi harus menjalani hari-harinya sebagai sekretaris di perusahaan ternama. Tugasnya tak hanya mengurus jadwal dan keperluan sang CEO yang terkenal dingin dan arogan yang disegani sekaligus ditakuti seantero kantor.
Xander Federick. Nama itu bagai mantra yang menggetarkan Naomi. Ketampanan, tatapan matanya yang tajam, dan aura kekuasaan yang menguar darinya mampu membuat Naomi gugup sekaligus penasaran.
Naomi berusaha keras untuk bersikap profesional, menepis debaran aneh yang selalu muncul setiap kali berinteraksi dengan bosnya itu.
Sementara bagi Xander sendiri, kehadiran Naomi di setiap harinya perlahan menjadi candu yang sulit dihindari.
Akan seperti apa kisah mereka selanjutnya? Mari langsung baca!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Senja, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab. 34 Berdebat
Di atas gundukan tanah merah yang masih basah, Naomi dan Snowy menangis sesenggukan. Mereka tak peduli hujan rintik yang mulai turun, seolah air mata mereka sudah cukup membasahi tanah tempat Ibu Maria beristirahat.
"Kak, kita pulang, ya? Sebentar lagi hujan," ajak Snowy, memapah kakaknya untuk bangun. Namun Naomi menolak, tak ingin beranjak dari sisi ibunya.
"Kakak mau di sini sebentar. Kamu pulang saja dulu sama Kak Reno," ujar Naomi, menoleh ke arah Reno yang berdiri tak jauh darinya.
"Kakak akan tetap di sini, menemanimu," ucap Reno, mendekat ke sisi Naomi.
Melihat kedekatan mereka,
Xander yang awalnya berada cukup jauh, ikut mendekat. Ia berdiri di antara Naomi dan Reno. Entah mengapa, kedekatan mereka membuat Xander merasa begitu kesal.
"Ck! Pria ini, kenapa terus dekat-dekat dengan Naomi? Dilihat dari sudut manapun aku jauh lebih tampan darinya," batin Xander, melirik Reno dengan tatapan sinis.
Reno membalas tatapan itu. Ia sudah mengenal Naomi sejak kecil. Mereka tumbuh bersama di panti asuhan, dan ia tahu Naomi tak punya kekasih. Lalu, dari mana datangnya Xander yang mengaku sebagai calon suaminya?
"Minggir, aku ingin menghibur adikku," lirih Reno, mendongak menatap Xander yang lebih tinggi darinya.
"Ada aku, calon suaminya! Kamu tidak perlu membuang waktu untuk itu," balas Xander tak mau kalah. Ia merengkuh pundak Naomi, memeluknya erat.
Naomi memutar bola matanya malas. Sejak pertemuan mereka, kedua lelaki itu terus saja berdebat, tanpa ada yang mau mengalah. "Apa kalian bisa diam?" ucap Naomi.
"Tidak!" jawab mereka bersamaan.
Naomi menghela napas, lalu bangkit dan menyusul Snowy yang sudah lebih dulu berjalan meninggalkan area pemakaman.
"Lho, Naomi, kamu mau ke mana, sayang?" panggil Xander, langsung mengejar Naomi.
Naomi terdiam. "Sayang? Dia memanggilku sayang?" gumamnya dalam hati. Apakah Xander sengaja melakukannya karena Reno, atau memang dari hatinya?
"Sayang, sayang apanya! Kalian belum kenal lama kan? Pasti kamu memaksa adikku untuk menikah denganku, atau kalian punya perjanjian yang Naomi tidak bisa tolak?" sahut Reno, ikut membuntuti mereka berdua.
Naomi terdiam, bagaimana bisa Reno tahu?
"Tentu saja tidak. Kami saling mencintai, dan Naomi yang pertama kali menyatakan cinta padaku, bukan begitu, calon istri?" ucap Xander, mengecup kening Naomi. Sontak, Naomi langsung terbatuk, seolah tersedak sesuatu.
Sementara itu, Snowy hanya cekikikan melihat pertengkaran Xander dan Reno yang seolah sedang memperebutkan kakaknya. Snowy terhibur meski sebenarnya ia masih berduka.
Di balik pohon rindang, Dara, yang sudah mengikuti mereka sejak tadi, mengepalkan tangannya.
"Menyebalkan! Kenapa sejak dulu Naomi selalu beruntung!" geramnya. "Gak bisa, aku harus mendapatkan salah satu dari mereka!"
Dara melangkah keluar dari persembunyiannya dan mendekati mereka bertiga.
"Naomi," panggil Dara dengan suara yang dibuat lembut. "Kenapa buru-buru pulang? Aku juga mau pamit pada Ibu."
Naomi menoleh, sedikit terkejut melihat kehadiran Dara. "Oh, Dara. Ya, kami mau pulang. Sepertinya hujan akan segera turun," jawabnya singkat.
"Kak Reno, apa kakak tidak kasihan pada Naomi? Biar aku saja yang menemaninya," kata Dara, menatap Reno dengan tatapan penuh arti.
"Aku sudah di sini, Dara. Aku yang akan menemaninya," jawab Reno.
"Tapi kakak tidak bisa memberikan apa-apa untuk Naomi. Sementara dia, dia bisa memberikan Naomi segalanya," Dara menunjuk Xander. "Aku yakin, dia punya banyak uang. Naomi butuh pria sepertinya untuk keluar dari kemiskinan."
Ucapan Dara membuat Naomi terhina. "Dara, jaga bicaramu!"
"Kenapa? Aku salah? Atau kamu malu? Pria ini, kamu tidak tahu seberapa kayanya dia," Dara menunjuk Xander. "Aku sudah mencari tahu, dia pemilik perusahaan tempat kamu bekerja. Jika kamu menikah dengannya, hidupmu akan jauh lebih baik."
Xander menyeringai. "Tentu saja. Aku bisa memberikan Naomi apapun yang dia mau." Ia melirik Dara dengan tatapan meremehkan. "Tapi sayangnya, aku hanya menginginkan Naomi. Wanita sepertimu tidak ada harganya di mataku."
Wajah Dara memerah karena malu sekaligus marah. Ia tidak menyangka Xander akan berbicara seperti itu di hadapannya.
"Sudah, jangan ribut," Naomi menarik tangan Xander dan Reno. "Kita pulang sekarang."
Mereka berjalan beriringan, meninggalkan Dara yang menatap mereka dengan penuh dendam. Ia berjanji pada dirinya sendiri, suatu saat, ia akan mendapatkan salah satu dari pria itu, entah Xander atau Reno, sebagai balas dendam atas penghinaan yang ia rasakan hari ini.
"Awas kamu, Naomi!"