Menjadi seorang dokter bedah ilegal di dalam sebuah organisasi penjualan organ milik mafia berbahaya, membuat AVALONA CARRIE menjadi incaran perburuan polisi. Dan polisi yang ditugaskan untuk menangani kasus itu adalah DEVON REVELTON. Pertemuan mereka dalam sebuah insiden penangkapan membuat hubungan mereka menjadi di luar perkiraan.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon zarin.violetta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Panggilan Mendadak
Devon membawa Ava kembali ke dalam pelukannya, tubuh Ava yang ramping dan lentur terasa sempurna mengikuti lekuk tubuhnya yang tegap dan berotot.
Napas mereka masih tersengal-sengal, karena tawa dan desahan yang mereka tinggalkan di dapur saat bergegas menuju kamar.
Devon menatap mata Ava, ketika pria itu menurunkan tubuh ramping itu dari gendongannya.
“Akhirnya,” bisik Devon, suaranya serak dan penuh hasrat. Jarinya yang kasar namun bergerak lembut menyibak sehelai rambutnya yang halus dari wajahnya. “Aku sudah menunggu cukup lama untuk bercinta denganmu.”
Ava hanya tersenyum, lalu menggigit bibirnya. “Kau seperti singa yang mengejar mangsanya.”
“Hmm … kau benar. Dan aku tak akan melepaskanmu,” gumamnya sebelum menurunkan kepalanya dan menangkap bibir Ava dalam ciuman yang dalam.
Ava membalasnya, tangannya meremas bahu Devon yang kokoh, merasakan kekuatannya yang mendominasi.
Dengan gerakan lembut yang bertolak belakang dengan postur militernya, Devon mengangkatnya dengan mudah, membuat Ava berdecak kagum dan tertawa ringan.
Devon membawa Ava menuju ranjang king-size nya. Dia merebahkannya di atas selimut sutra yang dingin, tubuhnya tenggelam di antara bantal-bantal empuk.
Devon kemudian mengambil tempat di atasnya, menopang berat badannya dengan lengan, matanya tak pernah lepas dari wajah cantik Ava.
Dia adalah wanita yang begitu memesona di matanya, rambutnya terpencar hingga, mata birunya setengah tertutup, bibirnya bengkak dan memerah akibat ciuman mereka tadi.
Inilah momen yang dinantikannya. Sebuah ketenangan di tengah badai kehidupan mereka.
Sebuah pengakuan tanpa kata bahwa mereka adalah oasis satu sama lain. Jari-jari Devon mulai membuka pakaian Ava, sentuhannya membakar kulit di baliknya.
Tiba-tiba, dari ponsel yang tergeletak di atas meja nakas, terdengar suara dering yang memecah momen intim itu.
Itu bukan nada dering biasa. Itu adalah nada khusus, nada yang dipasangnya hanya untuk satu kontak.
Nada yang dingin, mendesak, dan tak boleh diabaikannya. Nada itu seperti pisau yang menusuk kehangatan yang baru mereka bangun.
“Damn it!” umpatnya.
Devon mengesah, wajahnya yang sempat lembut dan penuh kasih sayang langsung berkerut dalam frustrasi yang mendalam. “Tidak,” geramnya. “Jangan sekarang.”
Ava melihat perubahan cepat pada diri ekspresi pria itu. Otot-otot rahangnya menegang, bahunya yang lebar menjadi kaku.
“Kurasa itu panggilan penting,” bisik Ava, tangannya membelai pipinya.
Ponsel Devon terus berbunyi, semakin keras, semakin mengganggu. Itu adalah suara dari dunia luar, dunia yang penuh dengan kekacauan dan tanggung jawab, dunia yang dengan kejam menuntut kembali kewajibannya sebagai pasukan elit kepolisian .
Devon menghela napas berat, sedikit menahan amarah. Dia menunduk, menyembunyikan wajahnya di leher Ava selama satu detik terakhir, menghirup wanginya seolah-olah itu adalah oksigen terakhirnya.
“Ya, itu memang sangat penting.” Kemudian, dengan gerakan malas, dia mendorong dirinya menjauh dari Ava dengan enggan.
“Aku harus mengangkatnya,” katanya.
“Ya, angkatlah jika sangat penting,” sahut Ava dan beranjak duduk, sama sekali tak keberatan dengan itu.
Devon berbalik dan meraih ponselnya. Ponsel satelitnya yang kokoh berkedip dengan layar yang sedikit redup, menampilkan nomor yang dia hafal di luar kepala. Markas Besar.
Dia menekan tombol menerima dan mendekatkannya ke telinga. “Ya, katakan,” katanya, suaranya langsung terdengar mantap dan tegas.
Ava duduk di tepi ranjang, menarik selimut untuk menutupi tubuhnya yang setengah terbuka. Dia menyaksikan postur tubuh pria itu berubah.
Dia tidak lagi menjadi Devon, kekasihnya, dia adalah Kapten Devon, komandan unit operasi khusus pasukan elit kepolisian.
Punggungnya tegak, bahu lebarnya ke belakang, dan Ava bisa melihat otot-ototnya yang tegang.
JANGAN LUPA LIKE DAN KOMEN YAAAKK