NovelToon NovelToon
Hanya Sebuah Balas Dendam

Hanya Sebuah Balas Dendam

Status: sedang berlangsung
Genre:Spiritual / Mengubah sejarah / Fantasi Wanita / Fantasi Isekai
Popularitas:1.5k
Nilai: 5
Nama Author: Hazelnutz

Wu Lan Cho, adalah sebuah Negeri yang sangat penuh dengan misteri, pertumpahan darah, perebutan kekuasaan. salah satu kekaisaran yang bernama Negeri Naga yang di pimpin oleh seorang Kaisar yang sangat kejam dan bengis, yang ingin menguasai Negeri tersebut.

Pada saat ini dia sedang mencari penerusnya untuk melanjutkan tekadnya, dia pun menikahi 6 wanita berbeda dari klan yang mendukung kekaisarannya. dan menikahi satu wanita yang dia selamatkan pada saat perang di suatu wilayah, dan memiliki masing-masing satu anak dari setiap istrinya.

Cerita ini akan berfokus kepada anak ketujuh, yang mereka sebut anak dengan darah kotor, karena ibunya yang bukan seorang bangsawan. Namanya Wēi Qiao, seorang putri dengan darah gabungan yang akan menaklukan seluruh negeri dengan kekuatannya dan menjadi seorang Empress yang Hebat dan tidak ada tandingannya

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Hazelnutz, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Penerimaan Diri

Pedang bayangan Wēi Qiao sudah sangat dekat dengan leher Wēi Qiao itu sendiri, dan seketika waktu terasa melambat. Setiap desiran angin, setiap getaran udara, setiap kilatan logam di pedang bayangan itu terperangkap dalam lambat yang menusuk kesadaran.

Di kepalanya, Micro Bots bersuara tegas dan panik:

“Tuan! Izinkan saya mengambil alih tubuh anda! Sekarang juga, sebelum… sebelum itu terlambat!”

Tubuh Wēi Qiao, tanpa izin, seketika dikendalikan oleh Micro Bots. Otot-otot menegang, refleks instan, pergerakan sinkron tanpa celah. Tubuhnya melesat, menghindari tebasan pedang dengan kecepatan tak manusiawi.

Bayangan Wēi Qiao itu menatap lawan yang sama namun berbeda, menyeringai penuh amarah. Serangan bertubi-tubi dimulai. Setiap pedang yang dilecutkan membelah udara dengan desis memekakkan telinga, menciptakan gelombang tekanan yang mengguncang ruang hampa.

“Tuan! Serangan berikutnya dari arah atas! Pivot kanan, pivot kanan!” perintah Micro Bots terus bergema di kepala Wēi Qiao.

Tubuh Wēi Qiao berputar, meloncat, pedang menangkis, namun bayangan itu terus menyesuaikan, menyerang dari sudut-sudut tak terduga. Setiap dentang logam terdengar seperti guntur di ruang kosong, setiap gerakan menimbulkan kilatan yang seakan membelah kegelapan.

“Tuan, hati-hati! Tekanan serangan meningkat 18%! Jika gagal mengimbangi pivot, kita akan terpukul!” Micro Bots panik, nada suara hampir pecah.

Wēi Qiao, meski tubuhnya dikendalikan, mendengar suara nyinyir itu:

“Ya ya, ibu bots, dengar-dengar saja! Jangan ikut panik terus!”

Bayangan lawan menyerang lebih agresif, melesat ke kanan, ke kiri, memutar, menyerang dengan ritme yang tak dapat diprediksi. Tubuh Wēi Qiao terpaksa menangkis, memutar, melompat, memanfaatkan setiap instruksi Micro Bots, namun ruang hampa itu seakan menelan energi dan momentum setiap gerakan.

Detik demi detik berlalu, pertarungan semakin sengit. Pedang bertemu pedang dengan suara gemuruh: “clang…shhh…clang…”. Tiap dentuman menimbulkan guncangan udara yang menyapu tubuh Wēi Qiao, setiap serangan bayangan meninggalkan riak gelombang hitam yang mengaburkan ruang di sekitarnya.

“Tuan! Fokus! Lutut kiri! Pergelangan kanan! Pivot tiga! Formasi pengalihan keempat!” Micro Bots terus menghitung dan memberi arahan.

Wēi Qiao berputar, memutar pedang, menangkis, tapi bayangan itu lebih cepat, lebih ganas. Ia terdorong ke belakang, terpukul oleh gelombang serangan bertubi-tubi. Tubuhnya tersandung di ruang hampa yang tak berujung, hanya udara kosong yang menahan jatuhnya.

Setiap detik terasa panjang, tubuh Wēi Qiao kelelahan meski dikendalikan. Micro Bots bersuara panik:

“Tuan! Stamina menurun drastis! Jika tidak hati-hati, kita akan terkena tebasan fatal!”

“Iya-iya, ibu bots, saya dengar! Jangan panik terus!” Wēi Qiao berbisik nyinyir di kepalanya sendiri.

Bayangan itu menyiapkan satu serangan pamungkas. Pedangnya berputar dalam gerakan melingkar, menyerang dengan kecepatan dan presisi yang memaksa tubuh Wēi Qiao menahan seluruh daya. Suara gesekan pedang “shhh-shhh-CRASH!” menggema di ruang hampa, seperti dentuman raksasa yang menahan seluruh dunia.

Micro Bots menghitung, menghitung, dan menghitung. “Tuan! Brace! Brace! Serangan ini… terlalu cepat!”

Tubuh Wēi Qiao menangkis dengan sekuat tenaga, namun hantaman itu terlalu besar. Pedangnya beradu dengan pedang bayangan, mengeluarkan bunyi gemuruh keras: “KLAAANGG—SHHHHHH!”. Kekuatan hantaman itu memantul ke seluruh tubuhnya, mendorongnya terlempar jauh ke belakang.

Tubuh Wēi Qiao melayang, berputar di udara, pandangannya mulai kabur. Ruang hampa semakin pekat, bayangan dan kilatan pedang mulai memudar menjadi titik-titik hitam yang berputar.

“Tuan! Tuan…! Tuan!!! Bangun! Fokus! Jangan hilang sekarang!” Micro Bots berteriak di kepalanya, suaranya penuh panik dan terputus-putus, mencoba menarik Wēi Qiao kembali dari ambang kehilangan kesadaran.

Namun pandangan Wēi Qiao mulai menutup, tubuhnya melemah, suara dunia di sekitarnya meredup. Hanya ada satu hal yang terdengar dengan jelas: suara Micro Bots yang terus memanggil namanya, berulang, berulang, penuh kepanikan, sementara tubuhnya terombang-ambing di ruang hampa tak berujung.

Wēi Qiao membuka matanya perlahan, pandangannya masih kabur seperti sisa-sisa gelap dari pertarungan sebelumnya. Dia mendapati dirinya berada di dalam sebuah kamar yang asing namun familiar—kamarnya sendiri di kastil lamanya, hanya saja semuanya terasa lebih besar, lebih luas, dan sunyi. Dia mengedarkan pandangan ke sekeliling: meja rias, rak buku, jendela-jendela tinggi yang memantulkan cahaya pagi lembut.

Dengan langkah perlahan, dia berdiri. Tapi seketika kaget—tingginya hampir sebatas meja rias, matanya menatap ke atas dengan kebingungan. Tubuhnya terasa ringan, lincah, dan kecil. Dia berlari ke cermin yang ada di kamarnya, menatap pantulan itu, dan seketika terperangah: dia telah kembali ke versi dirinya yang berumur tujuh tahun.

“Ah…? Apa ini…?” gumamnya, suaranya nyaris tak terdengar, terhuyung-huyung antara kebingungan dan rasa ingin tahu.

Wēi Qiao spontan berlari keluar dari kamarnya, kakinya kecil tapi cepat. Pandangannya menangkap setiap sudut kastil yang familiar, tapi terasa seperti menyelimuti dirinya dalam nostalgia yang pahit-manis. Setiap tangga, setiap lorong, setiap jendela, seolah membisikkan kenangan lama: suara tawa, aroma bunga di taman, gema langkah kaki yang pernah terdengar di koridor.

Namun langkahnya terhenti ketika matanya menangkap sosok yang sangat dirindukannya. Hatinya berdebar kencang, suaranya tercekat di tenggorokan, air mata mulai membasahi pipinya.

“Itu… Ibu…” bisiknya, napas tersengal.

Wanita itu menoleh perlahan, wajahnya cantik jelita, mata lembut memancarkan kasih sayang. Rambut ungu gelapnya terurai di pundak, gaun ungu melayang lembut mengikuti gerak tubuhnya. Tangan terbuka, seolah menunggu untuk memeluk putri semata wayangnya.

“Ibu!!” teriak Wēi Qiao, berlari secepat kaki mungilnya menapak lantai.

Seketika, dia terjun ke pelukan ibunya. Air mata mengalir tanpa henti, tubuh kecilnya gemetar. “Aku… aku sangat merindukanmu… Maafkan aku, ibu… Aku… aku lemah… Aku tak bisa memaafkan diriku sendiri…”

Ibunya hanya mengelus pelan punggungnya, nada lembut penuh ketenangan. “Sudah tidak apa-apa, Qiao’er… ibu ada di sini. Semua akan baik-baik saja.”

Pelukan itu lama, hangat, dan menenangkan. Perlahan, Wēi Qiao berhenti menangis, wajahnya masih basah, namun hatinya mulai merasakan ketenangan yang jarang dia rasakan.

“Mama… bagaimana kabarmu? Apa kau baik-baik saja?” Wēi Qiao bertanya sambil menatap wajah ibunya, suara masih serak.

Ibunya tersenyum, menepuk kepala Wēi Qiao. “Ibu baik, sayang… Ibu senang melihatmu di sini, walaupun ini hanya… bayangan kenangan kita. Bagaimana kabarmu, Qiao’er kecilku? Kau… kau masih kuat, kan?”

Wēi Qiao tersenyum lemah, menghapus air mata dengan tangan kecilnya. “Aku… aku masih mencoba, mama. Masih belajar… Masih ingin menjadi kuat… seperti yang kau harapkan…”

Mereka pun berjalan bersama ke arah taman kastil, langkah kecil Wēi Qiao diiringi suara gaun dan desiran angin di pepohonan. Mata Wēi Qiao terus menatap setiap bunga, setiap rerumputan, seakan menghidupkan kembali memori masa kecilnya. Ibunya berjalan di sampingnya, lembut, menenangkan.

Setibanya di taman, ibunya berjongkok di depan Wēi Qiao, memegang kedua pundaknya dengan lembut. Mata mereka bertemu, penuh makna. “Qiao’er… kau harus menerima semua yang ada pada dirimu. Semua penyesalanmu… semua pencapaianmu… semua kegelapan dan cahaya dalam hatimu… itu semua adalah bagian dari dirimu sendiri. Jangan menolak, jangan membenci, dan jangan takut. Terimalah dirimu, maka kau akan menjadi kuat.”

Ibunya mencondongkan kepala dan memberikan satu kecupan di dahi Wēi Qiao. Hangatnya terasa menembus seluruh jiwa kecil Wēi Qiao. “Ingat, sayangku… kau tak sendiri. Ibu selalu ada, bahkan saat kau merasa sendiri sekalipun.”

Saat itu, suara Micro Bots terdengar bergema di kepalanya, panik dan tergesa-gesa:

“Tuan! Tuan! Bangun! Kesadaranmu… Kesadaranmu… sekarang juga!”

Wēi Qiao menutup mata perlahan, mengambil napas panjang. “Iya, iya, aku dengar, ibu bots… jangan panik begitu.”

Tubuhnya bergetar, cahaya hitam dari ruang hampa perlahan memudar, digantikan dengan kesadaran fisik kembali di ruang latihan di Kastil Kaki Naga Langit. Tubuhnya basah oleh keringat, jantungnya berdetak kencang, tetapi tidak ada luka, tidak ada darah—hanya perasaan lega yang menenangkan seluruh tubuh dan jiwa.

Wēi Qiao duduk sejenak, menghela napas panjang, dan Micro Bots bersuara lagi, masih khas:

“Tuan… itu… itu gila… hampir kehilanganmu… tapi… kau… kau berhasil…”

Wēi Qiao hanya tersenyum tipis, menepuk kepala mikro bot-nya, nyinyir seperti biasanya, “Ya, ibu bots… tenanglah… aku masih hidup, kan? Sudah cukup dramatis untukmu?”

Micro Bots bersuara setengah marah setengah lega, “Dramatis? Tuan… kau hampir hancur di ruang hampa…!”

Wēi Qiao hanya tersenyum, menoleh ke langit-langit ruang latihan, menghela napas, dan berkata lirih, “Terima kasih… atas semua yang kau lakukan…,”

Micro Bots diam sesaat, lalu terdengar pelan di kepala Wēi Qiao:

“Sama-sama, tuan… sama-sama.”

Setelah merasakan ketenangan baru dalam diri dan menerima semua bayangan masa lalunya, Wēi Qiao berdiri perlahan. Tubuhnya yang kecil masih terasa ringan, namun langkahnya mantap. Suara perutnya yang terus berdengung tiba-tiba menarik perhatiannya.

“Aduh… perutku… aku lapar,” gumam Wēi Qiao, sambil menepuk perutnya.

“Tuan! Akhirnya kau sadar juga! Aku sudah berulang kali bilang kau butuh makan!” Micro Bots segera berteriak di kepalanya, nada setengah marah, setengah lega.

Wēi Qiao mengerutkan kening. “Ya iya, iya, ibu bots… sudah cukup mengomel!”

“Cukup? Kau masih mau mati karena kelaparan? Tuan, kau harus menyeimbangkan tenaga dalam dan nutrisi!”

“Nyenyenye, ya ibu bots… kau ini terlalu cerewet!” balas Wēi Qiao, melangkah keluar dari ruang latihan.

Langkah kaki mereka bergema di koridor Kastil Kaki Naga Langit. Cahaya sore memantul di dinding-dinding batu, dan bayangan Wēi Qiao menari-nari mengikuti cahaya.

“Tuan! Jangan terlalu lambat! Aula makan menunggu, dan aku tidak mau harus menolongmu lagi karena kau pingsan sebelum makan!”

“Nyenyenye… aku tidak pingsan, ibu bots. Lagipula, siapa yang bilang kau harus ikut menuntun aku setiap langkah?!” Wēi Qiao membalas sambil mempercepat langkahnya, menantang Micro Bots untuk mengomel lebih keras.

“Menuntunmu? Aku hanya… aku hanya ingin memastikan kau selamat, tuan! Dan kau… kau berjalan terlalu lambat, tersandung itu, jatuh itu, kalau…”

“Yah, sudah ahhh! Cukup dramatisnya! Aku sudah dewasa, ibu bots! Aku bisa berjalan sendiri tanpa kau teriak-teriak di kepalaku!”

“Dewasa? Kau baru saja hampir dibunuh bayanganmu sendiri dan hampir pingsan…!”

Wēi Qiao berhenti sejenak, menatap langit kastil yang berwarna oranye keemasan. “Ya, itu dulu, ibu bots! Sekarang aku baik-baik saja, oke?”

“Baik-baik saja… baik-baik saja… hmph! Tuan memang keras kepala!” Micro Bots bergumam di kepala Wēi Qiao.

Mereka terus berjalan, saling berseteru dengan ocehan khas Micro Bots dan balasan nyinyir Wēi Qiao. Setiap sudut koridor menjadi saksi pertarungan verbal yang lucu, namun penuh chemistry antara tuan dan mikro botnya.

Akhirnya, Aula Kastil Kaki Naga Langit muncul di depan mereka. Suara obrolan para murid terdengar samar, aroma masakan menguar dari jendela besar.

“Tuan, lihat! Makanan! Jangan bilang kau akan lapar setengah mati sebelum tiba di sini!”

Wēi Qiao menepuk dadanya, pura-pura bangga. “Ya, ya… aku sudah sampai, ibu bots. Sekarang berhentilah mengoceh, dan jangan ganggu aku saat makan!”

“Hmph! Aku tidak ganggu, aku hanya… hanya memastikan kau makan dengan benar!”

Wēi Qiao menatap aula dengan senyum lebar, perasaan hangat dan lega menyelimuti dadanya. Ia menarik napas panjang, siap menikmati makanan yang layak, sekaligus menyadari bahwa, meskipun petualangan dan pertarungan menunggu di hari esok, untuk saat ini ia bisa menertawakan semua kekacauan dalam kepalanya—dan tentu saja, ocehan Micro Bots yang tak pernah habis.

“Nyenyenye… baiklah, ibu bots… kau menang hari ini. Tapi besok, giliran aku yang menang, oke?”

Micro Bots hanya bisa mengeluh di kepala Wēi Qiao, tapi nada suaranya terdengar hangat:

“Baiklah, tuan… baiklah. Tapi jangan lupa, aku selalu ada di sini.”

Wēi Qiao tertawa pelan, langkahnya mantap memasuki Aula, dan sinar matahari sore yang lembut memantul di pedang di punggungnya, menandai akhir sebuah hari yang panjang namun penuh pembelajaran—sementara hati dan pikirannya perlahan menjadi lebih kuat, lebih bijaksana, dan lebih siap menghadapi segala tantangan yang menunggu.

1
aurel
hai kak aku udah mampir yuk mampir juga di karya aku
Nanabrum
Gila sejauh ini gw baca, makin kompleks ceritanya,

Lanjuuuuutttt
Mii_Chan
Ihhh Lanjuuuuutttt
Shina_Chan
Lanjuttt
Nanabrum
LANJUUUT THOOOR
Nanabrum
Uwihhh Gilaaa banget
Shina_Chan
Bagus, Tapi harus aku mau tunggu tamat baru mau bilang bagus banget
Gerry
karya nya keren, di chapter awal-awal udah bagus banget, semoga authornya bisa makin rajin mengupload chapter-yang bagus juga kedepannya
Gerry
Sumpaaah kereeeeen
Gerry
Gilaaakk
Teguh Aja
mampir bang di novel terbaruku 😁🙏🏼
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!