Suamiku, dia tidak selingkuh tapi membuat aku kesepian. Dia tidak jahat tapi dia membuat aku terluka akan sikap acuhnya. Dia tidak kasar tapi dia selalu menyepelekan segala hal tentang perasaanku dan lebih sibuk dengan ponselnya daripada bersenda gurau denganku. Aku kesepian, namun aku selalu menyemangati diriku sendiri hingga aku bertemu dengan Zavran, teman sekolahku dulu yang pernah menyatakan cinta padaku namun aku tolak karena aku pikir suamiku lah pria terbaik untukku.
Setelah pertemuan tak sengaja, kami mulai berhubungan. Kami saling suport hingga membuat aku tidak menyadari akan perasaan ini. Aku nyaman bersamanya, aku merasa di perhatikan olehnya, aku merasa di hargai dan di sayangi. Rasa yang tidak pernah aku dapatkan dari suamiku sendiri.
Lalu bagaimana aku memendam perasaan ini? Apakah aku akan menyerah pada perasaan ini? Ikuti kisahku hanya di sini.
Terima kasih
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon swetti, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MANTAN BIKIN NYAMAN
Cinta hadir karena terbiasa, sayang hadir karena rasa nyaman dan takut kehilangan. Rindu hadir karena keinginan untuk bertemu. Mungkin itulah yang di rasakan Dera dan Zavran saat ini. Keinginan untuk menjauh nyatanya hanya di bibir saja. Sejak pertemuan keduanya, kini mereka justru semakin dekat karena alasan nyaman. Mereka saling bertukar chat, saling support dan saling memberikan perhatian satu sama lain. Perasaan yang selama ini terpendam di hati Zavran kini muncul ke permukaan hingga ia berniat untuk mendekati Dera lagi.
Pagi ini Dera sedang memakan sarapannya. Ia duduk sendiri di meja makan sambil menunggu chat atau telepon dari suaminya. Barang kali Brian ingin tahu keadaannya setelah ia tinggalkan satu minggu yang lalu. Namun lagi lagi Dera harus menelan kekecewaan karena sampai selesai makan Brian sama sekali tidak menghubunginya.
" Sepertinya aku harus punya kesibukan sendiri daripada aku selalu merasa sepi seperti ini. Pengin kerja tapi nggak di bolehin sama mas Brian. Pengin ikut tinggal di sana tapi aku pasti tidak akan nyaman karena mas Brian tidur di kamar kantor. Banyak teman laki laki di sana juga. Tapi di rumah sendiri, selalu kesepian gini. Andai saja aku sudah punya baby, setidaknya aku punya hiburan sendiri. Ya Tuhan... Sampai kapan aku merasa sepi seperti ini?" Monolog Dera meratapi nasibnya sendiri.
Drt... Drt...
Tiba tiba ponsel Dera berdering, matanya berbinar karena senang. Ia mengira jika yang meneleponnya adalah Brian namun mata yang sempat bersinar kini kembali redup setelah tahu siapa yang meneleponnya.
" Zavran." Gumam Dera. Ingin sekali ia menolak panggilan itu, namun hatinya mengkhianatinya. Kini justru jarinya menggeser tombol hijau.
" Halo Ra." Terdengar suara Zavran dari sebrang sana.
" Ha... Hai." Sahut Dera gugup. Entah kenapa jantungnya berdetak kencang.
" Gimana keadaanmu sekarang? Apa udah mendingan? Kalau belum, periksa ke rumah sakit gih. Jangan sampai keblabasan takutnya nanti makin parah."
Lagi lagi perhatian ini berasal dari pria yang statusnya hanya seorang sahabat bukan suami. Jika terus di perlakukan seperti ini, akankah Dera mampu menolak pesona Zavran? Sepertinya kesetiaan Dera mulai di uji saat ini.
" Alhamdulillah udah baikan. Makasih ya kemarin udah di beliin obat." Sahut Dera.
" Santai aja, udah makan apa belum?" Tanya Zavran lagi.
" Emangnya kalau belum, kamu mau beliin?" Entah mengapa Dera kembali bersikap seperti dulu lagi. Seperti saat hubungan mereka dekat sebagai seorang sahabat.
Tanpa Dera tahu, Zavran rindu dengan masa masa seperti ini. Masa masa dimana mereka berdua saling bercanda ria.
" Siap deh, mau makan apa?" Tawar Zavran.
" Eh nggak usah, aku cuma bercanda kok. Lagian aku udah makan barusan. Makasih atas tawarannya." Ujar Dera.
" Beneran udah makan? Jangan jangan bohong nih. Tenang aja, aku nggak merasa di repotkan kok. Ayo kalau belum makan, kita cari makanan di luar." Ajak Zavran.
Hati Dera semakin tak karuan, andai saja Brian bisa bersikap seperti ini pasti ia akan merasa bahagia. Bukan tidak bersyukur memiliki Brian, tapi karena perbedaan sikap Zavran dn Brian terlalu mencolok.
" Nggak usah Vran, beneran aku udah makan kok. Barusan selesai malah." Tolak Dera.
" Baiklah kalau kamu udah makan, jangan lupa minum obatnya biar sembuh total. " Ujar Zavran.
" Iya iya bawel amat jadi orang."
" Kamu kalau nggak di bawelin nggak sehat. Makan selalu telat, kalau sakit bawaannya nggak mau minum obat. Mana di rumah nggak ada orang cuma tinggal sendiri. Kalau ada apa apa, siapa yang akan menolong kamu? Masa' iya aku nyelonong masuk ke rumahmu, bisa bisa kita di gerebek warga sini ha ha ha."
Mereka mengobrol cukup lama, salah.. Ya Dera memang salah karena tanpa ia sadari, ia sudah berselingkuh di belakang Brian meskipun mereka berdua hanya chatingan. Dera juga tidak ada niat untuk menduakan cinta Brian di dalam hatinya. Namun Dera hanya wanita biasa yang akan merasa nyaman dengan perhatian seorang laki laki, meskipun itu bukan suaminya. Apalagi mengingat sikat suaminya yang begitu dingin padanya.
Mereka terus mengobrol seolah tidak ada bosannya. Entah kenapa ada saja bahan yang mereka obrolkan. Mulai dari membahas saat saat masa sekolah mereka dulu sampai mereka dewasa. Dera sudah mulai memperlihatkan sifat aslinya, ia menjadi Dera yang ceria, humble dan humoris saat bersama Zavran. Berbeda sekali saat ia bersama suaminya. Ia hanya bisa menjadi boneka imut yang tidak bergerak jika tidak di sentuh.
" Vran, kalau aku boleh tahu, apa kamu masih menyimpan perasaan untukku?" Entah kenapa Dera malah memancing Zavran dengan pertanyaan seperti itu. Bukan tanpa alasan Dera ingin tahu perasaan Zavran padanya, sebelum menjalin persahabatan lebih jauh lagi, ia harus memastikan jika Zavran hanya menganggapnya sebagai teman tidak lebih. Ia tidak mau membuat Zabran berharap pada pertemanan mereka kali ini meskipun Dera sendiri merasa nyaman akan kehadiran Zavran dalam hidupnya. Namun keadaan sudah berubah, mereka bukan single melainkan suami dan istri dari orang lain.
" Perasaanku masih sama seperti dulu Ra. Jujur aku masih mencintaimu. Terserah kamu mau menilaiku bagaimana. Kamu mau menganggapku playboy atau brengsek sekalipun, aku tidak peduli. Yang jelas aku masih mencintaimu meskipun aku telah menikahi wanita lain. Aku tidak bisa melupakan perasaan ini Ra. Maafkan aku jika perasaanku nanti membuatmu tidak nyaman. Tapi aku tidak mau berpisah denganmu. Aku ingin kita tetap menjalin pertemanan seperti sekarang ini." Ungkap Zavran penuh arti.
Deg...
Apa yang Dera takutkan telah terjadi. Apakah Zavran akan menaruh harapan pada hubungan ini? Tidak... Ini tidak boleh terjadi, mereka hanya bisa berteman tanpa lebih dari itu.
" Maafkan aku Vran. Apapun perasaanmu padaku, aku tidak bisa membalasnya. Kita hanya bisa menjadi teman biasa." Ucap Dera mempertegas hubungan ini.
Terdengar kekehan dari Zavran di seberang sana. " Tidak apa apa, bisa melihatmu saja aku sudah bahagia Ra. Apalagi bisa berkomunikasi seperti ini denganmu. Anggap saja aku pengganti suamimu yang akan menemani hari harimu supaya kau tidak kesepian. Jangan terlalu di pikirkan ya! Nanti kamu sakit lagi. Aku nggak mau lhoh liat kamu sakit sakitan. Rasanya aku juga ikutan sakit." Ujar Zavran di selingi perhatian kecilnya.
" Terima kasih Vran atas pengertian dan perhatianmu padaku selaam ini." Ucap Dera. Ya, Dera harus memberi batasan pada hubungan keduanya karena ia tidak mau sampai melakukan hal hal terlarang di masa mendatang. Ia mencintai Brian bagaimana pun sikap Brian padanya. Ia tidak mau menyakiti Ardian suatu hari nanti. Mungkin terdengar plin plan, di satu sisi ia nyaman bersama Zavran namun di sisi lain ia masih mencintai Brian.
Setelah hampir satu jam lamanya, Zavran menyudahi teleponnya. Dera kembali ke kamarnya, seperti yang biasa ia lakukan. Ia hanya bisa berguling guling di ranjang tanpa melakukan aktifitas apapun.
Ponsel Dera berdering, kini gantian Brian yang meneleponnya.
" Halo mas." Dera mengangkat ponselnya hingga kamera mengarah ke wajahnya.
" Lagi apa?" Tanya Brian.
" Biasa lagi nyantai. Kamu nggak kerja?" Dera balik bertanya karena melihat Brian memakai pakaian casual bukan seragam seperti biasanya.
" Enggak, hari ini aku mau jenguk mbak Nuri. Sakitnya makin parah katanya. Kasihan, dia sakit tapi nggak ada yang ngurusin."
Ada sedikit rasa cemburu menghiasi hati Dera saat ini. Brian bahkan tidak menanyakan keadaannya sama sekali, padahal ia tahu kalau saat ia meninggalkan istrinya, Dera sedang dalam keadaan sakit saat itu. Tapi kini ia malah mau menjenguk sepupunya. Setidak berartikah dirinya bagi Brian?
" Mas kamu kelihatan perhatian sama orang lain, tapi sama aku enggak." Karena terdorong rasa cemburu, akhirnya Dera berani mengatakan hal itu.
" Kamu cemburu sama mbak Nuri? Sadar Dera, dia itu saudara mas. Memangnya apa salahnya kalau mas jenguk dia?" Ujar Brian.
" Ya nggak gitu mas. Aku juga butuh perhatianmu sama seperti kamu memberi perhatian sama mbak Nuri. Mbak Nuri bilang sakit kepala, kamu langsung minta dia buat minum obat. Nasehatin ini itu, sedangkan sama aku? Di titipin obat aja kamu lupa mas. Jangan sampai aku di buat nyaman oleh orang lain karena perbuatanmu sendiri mas." Ucap Dera mencoba mengingatkan.
" Memangnya siapa yang bisa membuatmu nyaman hmm?" Brian malah bertanya seperti itu, seolah sedang merendahkan Dera.
" Ya nggak tahu. Barang kali akan ada saatnya nanti, ada orang yang buat aku nyaman. Terus aku berpaling darimu, apa kamu nggak akan menyesal mas?" Pancing Dera. Entah mengapa ia tersulut emosi dengan ucapan Brian barusan.
" Ha ha ha." Brian malah tertawa, memangnya apa yang lucu? Pikir Dera.
" Dera, dengarkan mas baik baik! Tidak ada pria lain yang mau denganmu, apalagi membuatmu nyaman tahu nggak. Kalau mas, mas bisa saja mendapatkan empat atau bahkan lima wanita pengganti dirimu sekaligus kalau mas mau. Tapi kamu? Kamu tidak akan bisa mendapat pria lain satu pun selain mas. Karena apa? Karena hanya mas yang mau sama kamu. Hanya mas sayang tidak ada pria lain yang mau sama kamu."
Jeduarrr....
Deg...
Lembut, nadanya bercanda namun begitu menusuk hati. Itulah kata kata yang di ucapkan oleh Brian. Suatu penghinaan bagi Dera jika Brian bilang tidak ada satu pun pria yang mau dengannya. Memangnya seburuk apa Dera? Dan sesempurna apa Brian hingga ia bisa berbicara sekejam itu pada istrinya? Tanpa Brian ketahui, Dera menangis dalam diamnya. Ia mengepalkan erat tangannya menahan emosi yang mendera di dalam dadanya.
" Udah dulu ya sayang, mas mau berangkat, mobilnya udah siap tuh. Bye."
Bip..
Brian langsung mematikan sambungan teleponnya tanpa merasa bersalah. Inikah suami yang selalu Dera bangga banggakan? Brian memang selalu mencukupi kebutuhan Dera, namun ia memperlakukan Dera bak hewan peliharaan. Dera terkurung di sangkar emas tak kasat mata.
" Hiks.... Hubungan seperti apa ini mas? Kau tidak pernah memberiku kenyamanan, apalagi perhatian seperti kau memberikan perhatian pada saudaramu itu. Setidaknya jika kau tidak bisa membuat aku bahagia, jangan sakiti aku begini. Tapi kau justru memberikan luka atas penghinaan yang kau lontarkan kepadaku. Salahkan aku jika aku lebih nyaman bersama Zavran? Jika suatu hari nanti aku berpaling darimu, maka jangan salahkan aku! Tapi salahkan dirimu sendiri yang tidak pernah menghargai aku mas. Aku sudah lelah menghadapi sikapmu yang seperti ini." Ucap Dera mengusap air matanya.
Timbul keinginan untuk berpisah dari dalam hati Dera. Cukup sudah selama satu tahun ini ia mendapat perlakuan sedingin ini dari suaminya. Yang awalnya ia ingin menghindari Zavran kini menjadi berbalik arah. Ia akan menggunakan Zavran untuk membuktikan pada suaminya jika masih ada orang lain yang mengharapkan dirinya meski mustahil untuk bersama.
" Kau akan lihat bagaimana aku membalikkan keadaan mas. Akan aku gantikan peranmu suatu hari nanti agar kau tahu bagaimana rasanya di abaikan seperti ini."
TBC...