Mahren Syafana Khumairoh tidak pernah menyangka dalam hidupnya, jika pertemuannya dengan penyanyi religi —Laki Abrisan Gardia akan membawanya pada kekacauan tak berujung.
Berawal dari bantuan lelaki itu yang membawanya masuk ke dalam hotel, menjadi berita media yang tak ada habisnya. Ditambah sulutan amarah dari keluarga besar sang idola yang terus menuntut sebuah penyelesaian. Pada akhirnya membuat Laki dan Syafa menyepakati perjanjian dalam jalinan suci di luar nalar manusia normal.
Apakah keputusan yang mereka ambil mampu membebaskan mereka dari masalah? Atau malah semakin dalam menyiksa keduanya?
AWAS! ZONA BAPER!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alyanceyoumee, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
BAB 30 Dunia Lain
Jakarta Selatan.
Tepat jam sepuluh malam, sebuah mobil BMW mewah berwarna hitam terhenti di depan pintu besar lobi gedung bertingkat delapan puluh. Apartment dan Penthouse mewah di bagian Jakarta selatan menjadi tujuan akhir dari pada pemilik mobil tersebut.
Dari kejauhan terlihat sepasang pengantin baru, keluar dari pintu mobil. Lalu berjalan berdampingan memasuki lobi setelah memberikan kunci mobil pada petugas valet parking.
"Selamat datang Mas Laki, Alhamdulillah akhirnya Penthouse yang di sini ditinggali juga, ya," sambut seorang lelaki muda yang berdiri di balik meja resepsionis. Laki tersenyum dan berjalan mendekatinya. Lelaki itu menyalami petugas bernama Imran dan ketiga petugas berjenis kelamin lelaki lainnya.
Syafa melipat kedua tangan di depan dada sambil tersenyum saat Laki basa-basi memperkenalkan dirinya. Kenapa basa-basi? Karena sebenarnya tanpa diperkenalkan pun semua sudah tau bahwa Syafa adalah istri Laki. Secara sejak kemarin bahkan hingga saat itu seluruh chanel TV masih memberitakan tentang hal itu. Pernikahan mereka. Belum lagi di YouTube, tiktok dan lain sebagainya. Semua masih saja memberitakan pernikahan Laki ada Syafa.
Setelah sedikit berbincang, Laki melangkah menuju lift. Sementara Syafa hanya membuntutinya tanpa banyak bicara. Wanita itu kehabisan waktu untuk sekedar mengeluarkan suara. Dia sibuk berbincang dengan dirinya sendiri, mengagumi keindahan yang tengah matanya perhatikan dari balik kaca lift.
Dengan segera Syafa menangkup mulut yang hampir menganga saat matanya menemukan kerlipan lampu di sepanjang bentangan sungai di sisian taman penthouse. Tahan..., dia berusaha bersikap tenang dan elegant. Seolah tidak peduli akan keindahan yang pertama kali ia temukan. Namun, usahanya sia-sia saat lift terus melaju semakin tinggi.
"Waah..." decaknya saat lift melaju di tingkat 78 hingga terhenti di lantai 80. Ya, bagaimana dia tidak bereaksi ketika dia bisa melihat kerlipan lampu malam perkotaan metropolitan dari ketinggian gedung tersebut. Tidak, dia tidak bisa. Terlalu indah untuk diabaikan.
Laki tersenyum tipis saat melihat ekspresi Syafa yang tidak lagi terkontrol. "Mau saya ambilkan foto?" tanyanya dengan ekspresi meledek.
Bibir Syafa mengerucut. Dia cukup pintar untuk memahami bahwa Laki tengah mengejek dirinya. Kalaupun aku mau foto di sini, aku bisa selfie pas sendiri, kali, batinnya.
"Tidak usah," jawab Syafa. Tidak mungkin baginya mengakui apa yang dirinya inginkan. Laki bisa meledek terus menerus dalam seumur hidupnya. Cupu, norak, dan lain sebagainya. Syafa yakin kata-kata seperti itu akan menjadi makanan sehari-hari kalau saja saat itu Syafa mengiyakan tawaran Laki. Tidak. Tidak akan.
Ting. Pintu lift terbuka.
Lantai delapan puluh. Kenapa di lantai teratas sih? Syafa kembali membatin. Dia masih memilih untuk tidak terlalu banyak bertanya. Cari aman saja.
Syafa berjalan keluar lift dengan sedikit berlari. Dia berusaha mengimbangi Laki yang langkahnya dua kali lipat lebih lebar.
"Laki, kenapa di lantai paling atas sih? Kalau ada gempa gimana? Susah loh larinya," protes Syafa. Akhirnya dia tidak bisa lagi memposisikan diri dalam mode diam.
Sesaat Laki menoleh ke arah Syafa yang tampak kerepotan dengan langkahnya. Lalu sambil mengecilkan langkah Laki menjawab. "Harusnya kamu bersyukur saya sediakan penthouse teratas di sini. Semakin atas semakin elit dan semakin mahal harganya, paham?!" Laki menekan ucapan.
"Di tingkat 79 ke bawah, setiap tingkat nya ada kurang lebih lima belas sampai dua puluh apartment. Kalau di tingkat delapan puluh hanya ada lima penthouse saja. Itu artinya, lebih luas dan jumlah milyar nya lebih dari 60. Syukuri, bukannya mengeluh," papar Laki.
Syafa yang diomelin hanya bisa ber-oh ria tanpa mengeluarkan suara. Niat dia tuh menjelaskan apa pamer sebenarnya?
Langkah Syafa serentak terhenti saat Laki berdiri di depan pintu penthouse bernomor 1.505. Ya, Penthouse yang hendak Laki dan Syafa tinggali selama lima tahun bersama. Sesuai rencana.
"Kamu perhatikan ini," tutur Laki, lalu satu demi satu dia menekan tombol angka dari enam digit password penthouse miliknya. 090696. Syafa menghafal angka tersebut. Pintu terbuka. Lampu LED sensor di bagian dalam pintu serentak menyala. Tanpa bicara Syafa turut masuk ke bagian dalam penthouse. Dia membuntuti Laki yang dengan santai menjadi guide di penthouse nya sendiri.
Lelaki itu menunjukkan ruang tamu yang luas dengan sofa berwarna putih tulang dan bantal nya yang abu. Syafa menahan napas saat dia melihat pinggir ruang tamu tersebut tembus ke teras balkon yang luas. Indah sekali. Tunggu, apa ini masih dunia yang sama dengan dunia yang aku tinggali dulu? Tidak, ini dunia lain, pikir Syafa. Lalu menggelengkan kepala berulang. Berusaha tetap terjaga dalam sadarnya.
Selanjutnya Laki menunjukkan ruang santai tempat menonton TV, ruang kerja yang berisi laptop, meja kerja, dokumen-dokumen, gitar, piano, dan peralatan rekaman lainnya yang tidak Syafa mengerti. Kemudian setelahnya dia menunjukan dapur, dan ruang makan yang dibalik kaca lebarnya terlihat kolam renang. Oh satu lagi, di samping kanan kolam renang ada tempat yang luas dan di sana banyak sekali alat-alat olahraga tertata dengan rapih. Dari mulai treadmill, cross trainer, smith machine, bench press, lat full down machine, dan banyak lagi lainnya yang sebagian tidak Syafa ketahui namanya. Ya, saat itu Syafa baru benar-benar mengerti bahwasannya dia tengah bermain peran dengan lelaki yang seperti apa. Ya, lelaki yang diinginkan semua wanita. Dia benar-benar memahami kalimat tersebut mulai saat itu.
“Apa kamu binaragawan?” setelah melihat kelengkapan alat olahraga milik Laki, rasanya salah jika dia tidak menanyakan apa-apa.
Laki memutar tubuh, menghadap Syafa yang menanyainya di belakang punggung. Sesaat lelaki itu mengerutkan kedua alis. Dia menatap curiga pada wanita yang kedua bola mata amber nya tengah fokus meneliti bagian lengan dan dada miliknya. Lalu sambil membuka kancing teratas bajunya dan melangkah mendekati Syafa, dia menjawab “Ya, kamu mau melihatnya? Akan saya tunjukan otot-otot yang saya miliki.”
“Tunjukan ruangan yang lain,” Syafa berjalan cepat mendahului Laki. Meninggalkan lelaki menyebalkan yang tengah menahan tawa dalam sorot matanya yang terus mengekori sikap gugup istrinya.
Setelahnya Laki menunjukan tiga kamar yang diisi dengan furniture yang sama elegan nya dengan furniture di ruangan-ruangan sebelumnya. Spring bed king size, sofa, lampu hias yang mahal, kamar mandi yang nyaman, dan banyak lagi lainnya. Sesaat Syafa merasa tidak nyaman dengan semua yang dirinya lihat. Dia terbiasa hidup sederhana semenjak usia SMA. Sejak Ayahnya mengalami kebangkrutan karena diperdaya oleh sahabat ayahnya sendiri.
"Apa aku boleh memilih kamarku sendiri?" tanya Syafa ketika berjalan menuju bagian tengah antara ruang santai dan ruang tamu.
"Tidak," tegas Laki. "Kamar kita ada di atas," lanjutnya.
"Apa?! Kita?! Apa maksudmu?! Aku tidak mau satu kamar, ya!" tekan Syafa.
...🍃🍃🍃...
To be continued.
.
.
.
Holaaa... Alhamdulillah bisa update lagi... Ayooo like dan komennya... Biar aku semakin semangat nulisnya... Love u all... Sehat-sehat semuanya... 🥰🥰🥰