Selama ini Amara memberikan kehidupannya kepada Dion dan mengabdikan diri sebagai istri yang sempurna. sudah 3 tahun sejak pernikahan tidak ada masalah pada rumah tangga. namun fakta lain membuat hati Amara begitu teriris. Dion berselingkuh dengan seorang wanita yang baru ia kenal di tempat kerja.
Amara elowen Sinclair berusia 28 tahun, wanita cantik dan cerdas. Pewaris tunggal keluarga Sinclair di london. Amara menyembunyikan identitasnya dari Dion Karena tidak ingin membuat Dion merasa minder. mereka menikah dan membina rumah tangga sederhana di tepi kota London.
Amara menjadi istri yang begitu sempurna dan mencintai suaminya apa adanya. Tapi saat semuanya terungkap barulah ia sadar ketulusannya selama ini hanyalah dianggap angin lalu oleh pria yang begitu ia cintai itu.
Amara marah, sakit dan kecewa. ia berencana meninggalkan kenangan yang begitu membekas di sisa sisa hubungan mereka. akankah Amara dapat menyelesaikan masalahnya?....
ikuti terus ya guysss
selamat membaca
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Vira, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33
Sementara itu kini di kediaman keluarga Sinclair, Sania menunggu dengan perasaan khawatir. Waktu sudah menunjukkan pukul dua dini hari. Tak ada yang tidur, semuanya menanti kedatangan Amara. Sania mendengar suara mobil yang berhenti di halaman rumah. Ia langsung keluar, di ikuti beberapa pelayan dari belakang.
" Amara." ucapnya saat melihat beberapa mobil terparkir di halaman rumah.
David keluar dari mobilnya, sementara Clarissa datang terlambat dan baru saja tiba.
" Sayang, Amara sudah di temukan." ucap David dengan lega.
" syukurlah." Sania menghela nafas dengan senyuman. " dimana Amara, aku mau memastikan keadaannya." Sania melirik ke arah mobil, pandangannya mencari sesuatu.
" Dia sedang bersama Leo, tempat Amara di sekap sangat jauh ke dalam hutan dan lokasinya tak bisa di deteksi. Hanya Leo yang bisa membawa pulang Amara. Kita tunggu besok pagi." jelas David agar Sania tidak khawatir.
" Ya Tuhan, lalu mengapa Leo bisa sampai ke sana. Bagaimana dia bisa tahu?." ucap Sania yang masih tidak mengerti.
" Besok saya akan menanyakan langsung pada Leo." ucap David.
Sania tampak sangat khawatir. David merangkulnya masuk ke dalam rumah. Mereka mempercayai Leo karena mereka tahu Leo pasti akan melindungi Amara. Setelah Amara menikah, Leo datang ke kediaman Sinclair. Ia di sambut ramah oleh Sania dan David. Namun Leo meminta agar mereka tidak memberi tahu Amara tentang keberadaannya. hingga sekarang Amara masih belum mengenalnya. Dulu, jika saja Amara tak memilih menikah dengan Dion, Sania dan David mau menikahkannya dengan Leonard. Namun semuanya tak sesuai rencana. Kemudian Sania dan David percaya jika cinta Leo tak main main, hingga kini pria itu masih belum menikah dan selalu menunggu Amara. Tidak ada laki laki yang sesabar Leo dalam menunggu cintanya.
Sementara Clarissa membawa anak kecil yang bersamanya masuk ke dalam rumah. Ia belum sempat di lihat oleh Sania karena sebelumnya berada di dalam mobil. Begitu juga dengan David, ia terlalu khawatir pada Amara hingga mengabaikan anak kecil yang menjadi kunci untuk menemukan dalang di balik penculikan Amara. Sesampainya di kamar belakang, Clarissa meminta kepada pada pelayan untuk mengurus anak itu.
Clarissa kembali ke kediaman nya yaitu rumah kecil tapi mewah yang bersebelahan dengan rumah utama.
" Akhirnya aku bisa tidur dengan tenang, nona aku sangat takut anda kenapa napa. Jika nanti aku menemukan pelaku penculikan itu aku tidak akan melepaskannya begitu saja." ucap Clarissa sambil berbaring di atas ranjang.
Ia mulai memejamkan mata. Clarissa belum pernah menikah, hingga usianya yang menginjak kepala empat. Ia sama sekali tidak tertarik dengan cinta. Yang ia tahu hanya melayani keluarga Sinclair dengan baik, hingga ia diberikan fasilitas mewah dan istimewa.
Clarissa pernah di rekomendasikan untuk menikah dengan seorang pengusaha yang dibilang cukup mapan, namun ia menolak dengan alasan belum bisa membalas kebaikan keluarga Sinclair yang telah menyelamatkannya. Ia memilih untuk mengabdi kepada keluarga Sinclair untuk selamanya. Hingga membuat hatinya mengeras dan tidak tertarik dengan cinta.
.
.
Sementara itu di sebuah rumah terbengkalai di tengah hutan, Leo terbangun saat mendengar dengkuran halus dari Amara. Ia duduk dan mengusap keningnya. Kemudian pandangannya beralih pada Amara yang saat itu sedang terlelap. Hingga tanpa sadar sebelah kakinya menjuntai ke bawah.
Leo berinisiatif untuk memperbaiki posisi tidur Amara yang menurutnya sangat tidak nyaman. Perlahan ia mengangkat kaki Amara ke atas. Amara sempat menggeliat namun tak terbangun. Kemudian sambil berjongkok, Leo membelai lembut rambut Amara.
" Aku akan selalu menjagamu." ucapnya dengan pelan nyaris tak terdengar.
Ia memutuskan kembali ke tempatnya. Membaringkan tubuhnya yang lelah untuk kembali istirahat. Hingga akhirnya ia benar benar tidur setelah memastikan Amara baik baik saja dan tidur dengan nyaman.
.
.
Kini di tempat lain, Dion sedang menikmati uang yang ia terima dari pria misterius. Ia tak memperdulikan bagaimana keadaan Amara saat ini. Ia sama sekali tak bertanya kemana pria itu membawa Amara. Sepertinya ia sudah menjadi orang yang mulai kehilangan simpati.
Di dalam klub malam itu, ia menghabiskan beberapa botol minuman keras hingga membuatnya mabuk. Sementara wanita penghibur di sampingnya terus saja menyodorkan minuman ke dalam mulutnya.
" Cukuppp!." teriaknya dengan nada membentak. " Pergi kalian semua!." ucap Dion. Para wanita itu memilih kabur daripada nanti di hajar Dion yang sedang mabuk.
" Aku ingin dia benar benar mati. Mengapa aku harus kasihan padanya padahal dia sama sekali tak melihat ke arah ku lagi. Dia menghinaku di hadapan publik, orang orang membenciku, aku kehilangan pekerjaan, aku kehilangan uang. Semuanya gara gara Amara... Aku sangat bodoh jika terus mengkhawatirkan nya. Biarkan saja dia mati. Aku tak perduli lagi." Sambil memejamkan mata, Dion terus saja ngedumel. hingga akhirnya ia tertidur pulas.
.
.
Pagi hari menyapa, matahari masuk melalui celah jendela. Amara dapat merasakan hawa hangat dan sinar yang menyilaukan. Ia terbangun dan membuka mata perlahan. Terlihat di luar hari mulai terang. Amara terperanjat dan langsung duduk. Matanya menelisik setiap sudut seolah mencari sesuatu hingga netranya berhenti di sudut ruangan dimana Leo duduk di sana sambil melipat kedua tangan.
" Kamu." tunjuk Amara.
" Ayo pulang." Leo bangkit dan berjalan ke arahnya. Amara mundur ketakutan. namun saat melihat ke luar semuanya adalah pohon dan hutan. Ia tak bisa berbuat apa-apa selain mengikuti langkah Leo dari belakang.
Amara mengekor Leo, mereka keluar dari rumah terbengkalai itu dimana di bawahnya ada sebuah ruang bawah tanah. Amara bergidik ngeri saat melihatnya dari luar.
Mereka berjalan melewati semak belukar, hingga akhirnya menemukan mobil Leo yang terparkir di bawah pohon. Di sampingnya ada jalan setapak yang kecil dan hanya bisa di lewati oleh satu mobil.
Leo masuk ke dalam mobil, kemudian setelah menyalakan mesin, ia turun dan membukakan pintu untuk Amara. Sementara Amara yang sudah tidak sabar untuk pulang langsung masuk ke dalam mobil tanpa mengeluarkan sepatah katapun.
Leo mengitari mobil, kemudian ia juga ikut masuk. Mobil mulai berjalan dan perlahan melewati jalan setapak yang kecil itu. Amara melihat ke belakang dan terlihat atap rumah yang menjadi tempatnya di sekap perlahan mulai menghilang.
Selama di perjalanan tak ada percakapan, Amara hanya menatap ke depan dengan terus menggenggam jaket yang melingkar di bahunya. Sementara Leo juga sangat fokus menyetir. Hingga sebuah kejadian yang mengejutkan terjadi. Tiba tiba saja Leo mendadak menginjak rem saat melihat ada seekor rusa yang lewat secara tiba-tiba. Amara yang menutup mata dapat merasakan jika keningnya di tempeli sesuatu. Ternyata Leo menahan keningnya dengan tangan agar tidak terbentur pada dasbor mobil. Amara menatap Leo yang seperti menahan sakit di tangannya.
" Kamu tidak apa apa kan?." ucapnya dengan ekpresi khawatir.
" A... Aku baik baik saja." Amara menjawab dengan terbata. Ia merasakan sesuatu dalam hatinya yang membuatnya tak mengerti. Amara juga tampak khawatir dengan tangan Leo, namun ia memilih diam dan menatap ke depan.
Sementara Leo melanjutkan menyetir tanpa memperdulikan tangannya yang terbentur. Suasana kembali hening, tak ada percakapan, yang ada hanya suara deru mobil yang berjalan.