Kematian Winarsih sungguh sangat tragis, siapa sebenarnya dalang di balik pembunuhan wanita itu?
Gas baca!
Jangan lupa follow Mak Othor, biar tak ketinggalan updatenya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon cucu@suliani, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
MKW Bab 34
Bagas ingin pergi ke warung sembako, tetapi dia malah teringat akan bi Tuti yang tidak kembali ke rumahnya. Padahal wanita itu hanya izin 2 hari untuk menemui suaminya, tetapi pada kenyataannya sudah satu minggu dia tak datang.
"Bun, kok bi Tuti nggak datang lagi ke rumah kita? Apa di merasa bersalah karena sudah membuat dek Win meninggal? Lalu, dia merasa tidak enak hati untuk kembali bekerja di sini?"
"Nggak tau, Gas. Lagian orang jahat kayak dia itu nggak usah diurusin lagi, siapa tahu dia sudah mendapatkan siksaan dari Allah. Mungkin saat sedang perjalanan pulang dia kecebur ke jurang," ujar Winda.
"Ya ampun, Bunda kejam juga," ujar Bagas yang tidak menyangka kalau ibunya akan berpikiran seperti itu.
"Habisnya Bunda gemes sama dia, baru aja Bunda ingin memulai kehidupan yang baru dengan menantu Bunda, tapi Winarsih sudah dibikin nggak ada sama bi Tuti."
Winda menyesal sekali karena kehidupannya tidak akur dengan Winarsih, padahal dia ingin meminta maaf kepada Winarsih dan ingin hidup dengan damai bersama dengan menantunya itu.
Sayangnya Tuhan seakan tidak memberikan kesempatan kepada dirinya, dia berharap suatu saat nanti Bagas bisa menemukan istri yang baik, wanita yang bisa menjadi Ibu sambung yang baik untuk Cantik. Dia janji tak akan melarang Bagas untuk berumah tangga dengan siapa pun.
"Bagas juga berharap dia mendapatkan ganjaran yang pedih dari Allah, kalau gitu---"
"Bun, ada tamu tuh di depan."
Wanda yang baru saja selesai jalan santai nampak menghampiri ibunya dan juga Bagas, dia langsung memangkas ucapan keduanya.
"Siapa?" tanya Winda.
"Nggak tau, bapak-bapak. Aku gak kenal, katanya mau ketemu sama Kakak."
"Lah! Mau ketemu sama kakak kamu tapi bilangnya sama Bunda, aneh kamu itu."
"Hehehe."
Wanda hanya nyengir saja, setelah itu dia memutuskan untuk masuk ke dalam kamar Cantik karena akan mengajak Wati untuk pergi siang ini.
"Siapa sih, Bun?"
"Nggak tau, ayo Bunda temani untuk menemuinya."
"Ya," jawab Bagas.
Akhirnya keduanya melangkahkan kaki mereka menuju pintu utama, saat Bagas melihat tamu yang datang, dia merasa heran karena ternyata tamunya adalah suami dari bi Tuti.
"Loh, pak Budi? Kenapa datang sendirian? Bi Tuti mana?"
"Di puskesmas, dia sedang sekarat. Apa Pak Bagas bisa datang untuk menemui istri saya di puskesmas?"
Di satu sisi dia merasa senang karena mendengar bi Tuti yang saat ini sedang sekarat, tetapi di satu sisi dia juga merasa kasihan terhadap wanita itu.
"Untuk apa saya datang?"
"Tuti ingin meminta maaf kepada Pak Bagas, kalau datang ke sini tak mungkin. Karena keadaannya sangat parah, makanya saya meminta Bapak untuk datang ke Puskesmas."
"Gampang sekali ya? Hanya minta maaf, padahal dia sudah menghilangkan nyawa istri saya."
"Bapak tahu?"
Budi begitu kaget mendengar reaksi dari Bagas, jika pria itu tahu kalau istrinya yang membunuh Winarsih, dia sungguh bingung kenapa bisa-bisanya Bagas membiarkan istrinya hidup tenang selama ini.
"Sangat tahu, wanita biadab itu sudah membunuh istri saya karena ingin menjadikan anaknya sebagai istri saya."
"Anda tidak membalas dendam?" tanya Budi dengan kaget.
"Pembalasan itu mutlak milik Allah, saya yakin bi Tuti pasti akan mendapatkan balasan yang pedih. Saya tidak usah turun tangan, karena hitungan Allah itu lebih pasti. Murkanya Allah dan balasan Allah akan lebih pedih dari perkiraan manusia."
Budi menunduk mendengar apa yang dikatakan oleh Bagas.
"Terima kasih karena selama ini Bapak sudah sangat baik, tapi saya mohon sekarang ikut saya ke Puskesmas. Agar dia bisa secepatnya pergi dengan tenang, kasihan melihat dia sudah beberapa hari ini sekarat tapi kesulitan untuk meninggal."
"Hanya saya?"
"Maksudnya?"
"Apa dia tidak mau meminta maaf terhadap putrinya?"
"Ya, dia juga berkata ingin bertemu dengan putrinya. Kalau Bapak berkenan, tolong ajak putrinya untuk datang."
"Ya, nanti saya akan ajak dia datang. Bapak pergi saja dulu," jawab Bagas.
"Terima kasih, Pak. Terima kasih," ujar Budi senang.
Walaupun dia begitu benci mengetahui istrinya seorang pemuja setan, dia begitu benci mengetahui kebobrokan istrinya, tetapi dia juga merasa kasihan ketika istrinya terus sekarat tapi begitu kesulitan untuk menghadapi kematiannya.
Ya, setelah dua hari berturut-turut digauli suami pertamanya, bi Tuti keadaannya melemah. Wanita itu bahkan kesulitan untuk berbicara, bernapas juga kesulitan kalau tidak dibantu dengan oksigen. Keadaannya sangat menyedihkan.
"Wati, kamu mau ikut saya ke rumah sakit gak?" tanya Bagas setelah dia berada di dalam kamar putrinya.
"Mau ngapain ke rumah sakit, Pak? Ini bukan jadwalnya neng Cantik imunisasi loh," ujar Wati.
"Kita tengokin ibu kamu," jawab Bagas.
"Hah? Ibu? Ada apa dengan ibu Tarni?" tanya Wati dengan begitu khawatir. Terlihat sekali jika wanita itu begitu mencintai ibunya.
"Bukan bu Tarni, tetapi bi Tuti."
"Oh, sakit apa dia?" tanya Wati yang seolah tidak peduli dengan ibu kandungnya itu.
"Dia sekarat, kamu gak mau lihat dia?"
Wati diam saja, dia sangat sadar kalau dirinya tidak akan ada di dunia kalau tidak ada bi Tuti yang melahirkan. Namun, entah kenapa dia merasa kecewa kepada wanita itu karena sudah mengambil jalan sesat.
"Jangan sampai kamu menyesal karena tidak menemui dia di saat-saat terakhirnya," ujar Bagas.
"Ya, saya akan ikut."
Wati akhirnya pergi bersama dengan Bagas menuju Puskesmas, tentunya Cantik dititipkan kepada ibu dan juga adik dari Bagas. Saat tiba di puskesmas, Wati merasa iba melihat wajah ibunya yang begitu pucat.
Dia juga terlihat lebih kurus, ada selang infus yang menancap di tangannya. Ada selang oksigen yang dipasang di hidungnya, bahkan ada selang yang dipasang dari hidungnya langsung ke tenggorokannya. Keadaan wanita itu sangat mengenaskan.
Bi Tuti tersenyum penuh kebahagiaan melihat Bagas dan juga Wati datang, dia bahkan langsung menurunkan oksigen yang dipasang di hidungnya.
"Wa-- Wati, kamu datang?"
Bi Tuti berkata dengan terbata-bata, Wati menjadi kasihan melihatnya. Apalagi melihat sorot mata ibunya yang penuh rasa bersalah.
"Ya, Wati datang. Ibu nunggu Wati?"
''Ya, Ibu nunggu kamu. Ibu minta maaf dengan apa yang sudah terjadi, maaf."
"Wati maafkan," ujar Wati.
Bi Tuti lalu menolehkan wajahnya ke arah Bagas, sorot mata penuh penyesalan terlihat dengan begitu jelas di mata bi Tuti.
"Ma--- maafkan saya, Tuan. Saya bersalah karena sudah membunuh bu Winarsih, maaf."
"Ya," jawab Bagas.
Bi Tuti juga menolehkan wajahnya ke arah suaminya dan juga putranya, karena putranya memang berada di sana sejak kemarin. Dia dia mengucapkan minta maaf kepada suaminya itu untuk kesekian kalinya.
"Bapak maafkan Ibu, maafkan ibu ya, Nak?"
Budi dan juga putranya menangis melihat bi Tuti yang kini melotot dengan lidahnya yang terjulur, dia kesulitan untuk bernapas.
Wati dengan cepat berdiri di samping ibunya, lalu dia membisikkan kalimat syahadat ditelinga kanan ibunya tersebut.
"Asyhadu alla ilahailallah wa asyhadu anna Muhammad Rasulullah," ujar Wati berkali-kali.
Bi Tuti ingin mengikuti apa yang dibisikkan oleh Wati, tetapi tiba-tiba saja dia melihat sosok tinggi besar yang datang menghampiri bi Tuti. Sosok suami ghaibnya itu datang dan berdiri tepat di samping kiri bi Tuti.
"Jangan mau mengucapkan kalimat itu, Sayang. Nanti kamu akan kesulitan untuk hidup, mending kamu tulikan telinga kamu. Kamu minum air ini aja, biar tenggorokan kamu gak sakit. Biar badan kamu gak sakit," ujarnya dengan membawa seloki air di tangannya.
Tangan bi Tuti Ingin menggapai air yang dibawa oleh suami pertamanya itu, tangan kirinya terulur, tetapi dia kesulitan. Wati menyadari kalau saat ini pasti sedang ada setan yang menggoda ibunya, dengan cepat dia menggenggam tangan Ibunya dan berkata.
"Jangan mendengarkan siapa pun selain aku, Bu. Jika Ibu ingin tenang, maka dengarkan apa yang aku bisikan ke telinga kamu." Wati kembali membisikan kalimat syahadat di telinga kanan ibunya itu.
Namun, lagi-lagi suami gaib dari wanita itu kembali berbisik di telinga kiri bi Tuti. Wanita yang usianya belum genap empat puluh tahun itu akhirnya tergoda untuk meminum minuman yang diberikan oleh suami pertamanya.
Alhasil bi Tuti terdengar mengorok dengan suara yang begitu kencang, lidahnya terjulur dengan matanya yang semakin melotot. Tak lama kemudian wanita itu menghembuskan napas terakhirnya.
"Bu!" teriak putra dari wanita itu.
"Innalillahi wainnailaihirojiun," ujar semuanya.
Wati mengusap wajah ibunya, mata wanita itu akhirnya terpejam. Semua yang ada di sana nampak bersedih, berbeda dengan suami ghaibnya bi Tuti. Dia tertawa dengan penuh kebahagiaan.
"Akhirnya kita akan bersatu di kerajaan yang baru, kita akan punya istana cinta kita berdua."
2.Winarsih,Wati,bi tuti,bu tarni,wanda,winda,
3.bi tuti dgn suami gaibnya
4.alasannya pingin menjadikan Wati nyonya Bagas
5.ceritanya seru,,dan bikin penasaran,horor..masih batas wajar,,penulisan dan gaya bahasanya terkesan santai dan ceritanya tdk memaksa ato terburu2...makasih othonya
2.winarsih,wati ,wanda ,winda bi tuti ,bu tarni
3.bi tuti yg mmbunuh
4.krn bi tuti ingin mnjodohkan wati dan bagas supaya wati hidup makmur jdi org kaya tdak susah lg
1.bagas
2 wati
3.bu tuti
Winarsih,Wanda,Winda,Wati,tuti
si tuti
1. Sebutkan nama pemeran pria!
2. Sebutkan nama pemeran wanita!
3. Siapa yang membunuh Winarsih?
4. Sebutkan motif dibalik pembunuhan Winarsih!
5. Bagaimana komen kalian dengan cerita yang Mak Othor buat?