NovelToon NovelToon
Become Mafia'S Wife

Become Mafia'S Wife

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Mafia / Time Travel / Transmigrasi ke Dalam Novel
Popularitas:12.5k
Nilai: 5
Nama Author: Salvador

Dena baru saja selesai menamatkan novel romance yang menurutnya memiliki alur yang menarik.

Menceritakan perjalanan cinta Ragas dan Viena yang penuh rintangan, dan mendapatkan gangguan kecil dari rival Ragas yang bernama Ghariel.

Sebenarnya Dena cukup kasihan dengan antagonist itu, Ghariel seorang bos mafia besar, namun tumbuh tanpa peran orang tua dan latar belakang kelam, khas antagonist pada umumnya. Tapi, karena perannya jahat, Dena jelas mendukung pasangan pemeran utama.

Tapi, apa jadinya jika Dena mengetahui sekelam apa kehidupan yang dimiliki Ghariel?

Karena saat terbangun di pagi hari, ia malah berada di tubuh wanita cantik yang telah memiliki anak dan suami.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Salvador, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 24 : Hadiah dari Gevan

...****************...

Beberapa hari sudah berlalu setelah perayaan ulang tahun Ghariel. Kini bocah laki-laki itu memasuki mobil yang di dalamnya sudah duduk sang ayah. Weekend ini Gevan akan membawa putranya ke suatu tempat.

Mobil yang di kendarai Bastian itu melaju meninggalkan pekarangan mansion.

Setelah beberapa menit perjalanan dalam keheningan, Ghariel akhirnya memberanikan diri bertanya. Ia menatap Gevan yang duduk dengan tenang dengan pandangan lurus ke depan.

“Papa, kita mau ke mana?”

Gevan melirik putranya sekilas, lalu kembali menatap ke depan. “Kau akan bertemu seseorang.”

Ghariel mengernyit, tapi ia tidak bertanya lebih lanjut. Sejak dulu, ia tahu bahwa ayahnya bukan tipe orang yang suka menjelaskan sesuatu dengan rinci. Jika ia ingin tahu jawabannya, maka ia harus menunggu.

Mobil mereka akhirnya berhenti di depan sebuah bangunan dengan gerbang besi besar. Tempat itu tampak sepi namun ketika gerbang di buka, nampak beberapa orang berpakaian hitam di dalamnya.

Saat mereka turun dari mobil, Gevan berjalan lebih dulu, dan seperti biasa, Ghariel mengikuti dengan langkah cepat agar tidak tertinggal.

Pintu hitam bangunan itu terbuka, ketika Gevan masuk semua orang langsung menunduk menyapa Tuannya.

Bukan pemandangan baru lagi bagi Ghariel, di mansion pun ada banyak laki-laki berbadan besar seperti mereka yang langsung menunduk menatap sang Papa.

“Di mana Edgar?” Tanya Gevan pada salah satu dari mereka.

“Di ruang latihan, Tuan.”

Gevan lanjut berjalan menuju suatu ruangan, Ghariel dengan setia mengintilinya di belakang.

Saat mereka memasuki ruangan, Ghariel dapat melihat seorang pria berdiri dengan tegap. Usianya mungkin sekitar akhir tiga puluhan, dengan tubuh yang tegap dan wajah yang menunjukkan ketegasan. Sorot matanya tajam, penuh perhitungan.

Gevan berhenti tepat di depannya. “Edgar.”

Laki-laki itu tampak menunduk sekilas, sebelum kembali mengangkat kepalanya, “Ya, Tuan.”

Tatapan Gevan lalu turun beralih pada Ghariel, “Dia anakku. Mulai sekarang aku mempercayakanmu sebagai mentor bela dirinya.”

Lelaki yang di panggil Edgar itu menatap Ghariel, tatapannya seperti sedang menilai bocah dengan tatapan yang masih polos itu, lalu beralih mengangguk tegas menjawab Gevan.

“Akan saya lakukan sebaik mungkin, Tuan.” Jawab Edgar.

Gevan menatap putranya, “Rayvandra, mulai sekarang dia adalah gurumu.”

Ghariel mengerjap. “Guru?”

Gevan akhirnya berbicara. “Aku sudah lama berencana mengenalkanmu pada bela diri,” katanya.

Gevan tidak menambahkan penjelasan lebih lanjut, tapi di dalam kepalanya, ia kembali mengingat kejadian bertahun lalu.

Dulu, saat dirinya masih kecil, ayahnya memperkenalkan ‘pekerjaan keluarga’ dengan cara yang tidak bisa dikatakan lembut. Saat itu, ia tidak punya pilihan selain menerima semuanya—shock, ketakutan, dan tanggung jawab yang mendadak dibebankan padanya.

Maka dari itu, ia ingin memberi Ghariel sedikit waktu. Hanya satu tahun.

Namun, bahkan saat bocah itu berusia enam tahun, Gevan masih tidak tega. Ia mencoba melatih mental anak itu saat di ruang bawah tanah mansion mereka, mencoba melihat seberapa jauh Ghariel bisa bertahan… dan hasilnya? Anak itu malah pingsan.

Gevan tidak mengatakannya langsung, tapi saat itu, ia sadar bahwa Ghariel belum siap.

“Baiklah,” jawab Ghariel akhirnya. “Apa yang harus aku lakukan?”

Edgar tersenyum kecil. “Hari ini, kita mulai dengan dasar-dasar dulu, Tuan Muda.”

Latihan berlangsung lebih lama dari yang diduga Ghariel. Edgar bukanlah guru yang lunak—meski ia juga tidak sekeras yang dibayangkan bocah itu. Ia mengajarkan teknik-teknik dasar, menuntun gerakan tangan dan kuda-kuda yang benar, serta bagaimana membaca pergerakan lawan.

Gevan berdiri di sisi ruangan, memperhatikan tanpa banyak bicara. Ia memperhatikan ekspresi anaknya dengan saksama—kerutan di dahinya saat berpikir, kepalan tangannya yang masih belum sempurna, serta bagaimana ia berusaha menahan kelelahan agar tidak terlihat lemah di depan ayahnya.

Ya… Ghariel masih jauh dari kata siap. Tapi itu tidak masalah. Yang penting, ia sudah memulai.

Setelah latihan selesai, Edgar menepuk bahu Ghariel. “Besok kita lanjut lagi, Tuan Muda.”

Ghariel mengangguk, mengusap keringat di dahinya. Edgar meninggalkan mereka setelah menjelaskan jadwal latihan Ghariel yang hanya setiap akhir pekan. Gevan sendiri memang membatasi, karena ada kesibukan lain yang harus ia perkenalkan untuk Ghariel di hari lainnya.

Setelah Edgar pergi, saat itulah Gevan mendekat, membawa sebuah kotak hitam di tangannya. Ia menyerahkannya pada sang putra.

Ghariel menerima kotak itu dengan sedikit ragu. Tangannya membuka tutupnya dengan perlahan. Dan saat melihat isinya, bocah itu berusaha tak memperlihatkan keterkejutannya.

Sebuah revolver.

Senjata api dengan desain klasik, bodi peraknya berkilau di bawah cahaya. Detailnya halus, pegangan kayu mahoni yang diukir dengan presisi. Lengkap dengan kelengkapannya—peluru, sarung, serta perlengkapan perawatannya.

Barang mahal.

Ghariel menatap revolver itu dengan ekspresi yang sulit diartikan. Ada kekaguman, ada keterkejutan, dan ada sesuatu yang lain… sesuatu yang samar.

“Papa…” suaranya hampir berbisik.

Gevan menatapnya dengan dalam. “Mulai sekarang, ini milikmu.”

Ghariel menggenggam revolver itu, merasakan beratnya di telapak tangan kecilnya. Seketika, ia merasa bahwa dirinya telah melangkah lebih jauh dari sebelumnya.

Ia tahu, ini bukan sekadar hadiah.

Ini adalah permulaan.

Gevan tidak akan membiarkan putranya bersantai lagi. Ia harus segera merancang Ghariel sebagai penerusnya. Tidak ada lagi alasan untuk menunda.

***

Sinar matahari sudah tinggi ketika Araya akhirnya terbangun. Ia mengerjap perlahan, merasakan kehangatan selimut yang masih membungkus tubuhnya. Biasanya, ia bangun lebih awal, tapi entah kenapa hari ini ia merasa begitu malas untuk membuka mata.

Dengan enggan, Araya akhirnya bangkit dari tempat tidur dan berjalan ke kamar mandi. Setelah membasuh wajahnya, ia melangkah keluar dari kamar dan menuju ruang makan.

Begitu sampai di sana, Bi Laksmi segera menghampirinya dengan sikap penuh kesopanan.

“Nyonya, sarapan Anda sudah saya siapkan,” ujar wanita paruh baya itu dengan lembut.

Araya mengangguk kecil dan duduk di kursinya. Ia mulai menyantap makanannya dengan tenang.

Saat ia selesai menyantap sarapannya, Araya meletakkan sendok dan garpu di piring, lalu mengalihkan pandangannya pada Bi Laksmi.

“Di mana Gevan dan Ghariel, Bi?” tanyanya karena merasa suasana mansion terasa lebih sepi dari biasanya.

“Tuan dan Ghariel pergi bersama dari pagi, Nyonya. Saya tidak tahu ke mana.” Jawab Bi Laksmi.

Araya menatapnya sejenak, lalu bergumam dalam hati, Ke mana ayah dan anak itu pergi? Kalau Gevan mungkin laki-laki itu memiliki pekerjaan, tapi kenapa harus membawa anaknya?

Tapi karena Ghariel pergi dengan ayahnya sendiri, Araya rasa bukan masalah.

Ia memutuskan untuk menghabiskan waktu di ruang keluarga. Hari ini adalah hari yang sempurna untuk bermalas-malasan, menonton TV, dan menikmati waktu tanpa gangguan.

Namun, rencananya hancur dalam sekejap ketika seorang pelayan tiba-tiba muncul di ambang pintu menatapnya.

“Nyonya, ada adik dan ibu Nyonya datang bertamu.”

Araya yang berpikir akan bermalas-malasan hari ini, raut wajahnya langsung berubah. Mood nya turun drastis mendengar laporan pelayan itu.

...****************...

tbc.

1
Aiyliqa Ciie ImuEyt
Luar biasa
Anonymous
bgsss
Manusia Batu
curiga hapenya diretas Gevan
sipuuttt
lagiii, banyak² thorr 😍
Darmanto Atok
next Thor
semangat ya buat ceritanya Thor 💪😊👍
Lay's
Araya jadi jahat, Gevan pun makin terjerat wkwkwk
Putra Satria
next lagi Thor semangat terus ya Thor up x slalu d tunggu jadi gpl/Determined//Angry//Determined//Angry//Smirk//Smirk/
Darmanto Atok
next Thor 💪😊👍
Lay's
OMG, INI MAH SWEET ABIZZZZ
Sulati Cus
tambah berwarna lg geril jika tar adikmu launching 😂
Diyah Pamungkas Sari
seperti batu..... 😑😑🤣🤣🤣🤣
Lay's
Akhirnya Araya berhasil menghindari kematian sesuai alur novel
Darmanto Atok
next Thor 💪😊👍
Ida Rohani
🤩up lagi 🤩donk😍thor😘🤗
Ida Rohani
🤩lagi🤩donk 😍thor😘🤗
sipuuttt
Luar biasa
sipuuttt
kukira marga bapaknya 🥲
Sulati Cus
nah baru bener Araya
Zeana
tanggung ihh uppppp lagiii
IndraAsya
👣👣👣👣👣
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!