Hari itu, Anna merasa dunianya hancur lebur. Pria yang ia percayai kini tampak lebih mengecewakan daripada siapa pun. Anna menatap hasil surat USG milik Felly adiknya yang ia temukan di mobil Domic suaminya dengan tangan gemetar.
Langkah Anna terhenti di ambang pintu. Pemandangan di depannya menghancurkan apa pun yang tersisa dari hatinya. Domic, pria yang selalu terlihat keras dan tak tergoyahkan, kini tampak lemah dan lembut di hadapan Felly. Ia sedang menyuapi Felly, adik tiri Anna dengan sabar. Felly yang pucat terbaring lemah, hampir tidak mampu membuka matanya.
Semua ini terasa seperti mimpi buruk.
Air mata yang sudah tertahan begitu lama akhirnya jatuh tanpa ampun. Anna tidak sanggup lagi menahan kesakitan yang menggerogoti dirinya. Ia melangkah masuk, memecah kesunyian dengan suara penuh luka, “Apa yang kau lakukan di sini, Domic?.” tanya Anna dengan suara bergetar.
Domic mendongak, wajahnya terkejut namun dengan cepat kembali tenang. “Apa yang kau lakukan disini Anna? Kau tidak seharusnya berada disini.”
“Tidak disini?.” Anna tertawa getir, air matanya jatuh tanpa henti. “Aku menemukan USG di mobilmu, Domic! Aku menemukan bukti bahwa Felly—adik ku sendiri—sedang hamil, dan kau merawatnya seperti seorang suami?! Apa pikiran ku benar kau menghamili Felly? Adik ku sendiri?.”
****
“Aku akan menikahi Felly, aku akan menjadi ayah untuk anak itu, ada atau tanpa persetujuan darimu.” ucap Domic tajam. Kata-katanya bergema di ruangan serba putih yang tiba-tiba terasa sangat sempit setelah Domic melontarkan kata-kata itu.
Anna membeku, matanya melebar, tak percaya dengan apa yang baru saja ia dengar. “Sebelum itu terjadi, ceraikan lah aku lebih dulu dan jangan pernah menemui ku lagi dan putri kita Carrolin! Aku membencimu Domic!.”
UPDATE SETIAP HARI KAMIS JUM’AT & SABTU‼️
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Ibun Neina, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Adik baru
Felly berjalan dengan langkah tergesa di sepanjang koridor mansion, matanya terus mencari sosok kecil Carro yang seharusnya sedang bermain di dalam rumah. Napasnya memburu, bukan karena lelah, tapi karena kesal. Ia sudah menanyakan keberadaan Carro pada beberapa maid, tetapi tak satu pun dari mereka yang tahu di mana putri kecil Anna itu berada.
Saat langkahnya membawa Felly ke area ruang makan, ia berpapasan dengan seorang wanita paruh baya yang mengenakan seragam maid berwarna gelap. Wanita itu adalah Bu Martha, pengasuh senior keluarga yang dulu pernah membesarkan Domic. Sosok Bu Martha selalu membawa wibawa tersendiri, namun sorot matanya yang dingin pada Felly menyiratkan jelas bahwa wanita itu tidak menyukainya. Tanpa basa-basi, Felly menghentikan langkahnya di depan Bu Martha.
“Hei, apa kau melihat Carro?” tanya Felly dengan nada arogan, tangannya terlipat di depan dada. Tidak ada niat sopan sedikit pun, bahkan Felly tidak memanggil Bu Martha dengan panggilan hormat seperti yang dilakukan Domic dan Anna.
Bu Martha berhenti sejenak, melirik Felly dengan wajah datar tanpa ekspresi ramah. “Ada apa nyonya menanyakan Nona Carro?.” tanya Bu Martha dingin, suaranya penuh formalitas.
Felly berdecak kesal. “Bukan urusanmu. Beri tahu saja di mana Carro.”
Bu Martha mempersempit pandangannya. Hatinya semakin tidak suka melihat tingkah Felly, yang tidak hanya sombong tetapi juga tidak sopan. Namun, sebagai seorang pekerja, ia menekan amarahnya dan menjawab dengan nada tak kalah datar. “Nona Carro sedang berada di taman.”
“Baiklah.” balas Felly sambil memutar badan, melangkah pergi begitu saja tanpa mengucapkan terima kasih.
Bu Martha menatap punggung Felly dengan sorot tajam yang sarat dengan ketidaksukaan. Wanita itu hanya bisa menghela napas pelan, membatin penuh kekhawatiran tentang dampak kehadiran Felly terhadap keluarga ini.
Setibanya di taman, Felly segera menemukan Carro. Gadis kecil itu sedang duduk di ayunan, wajahnya penuh keceriaan sementara seorang maid bernama Ambar menyuapinya dari sebuah piring kecil. Ambar sesekali tersenyum pada Carro, menikmati momen santai bersama gadis kecil itu.
Melihat itu, Felly menyunggingkan senyum miring. Tangannya mengusap perutnya yang sudah mulai membesar. Ia berbicara pelan, hampir seperti berbisik pada bayi yang ada dalam kandungannya. “Jangan khawatir, sayang. Kita akan tetap tinggal di sini. Tidak ada yang bisa mengusir kita.” Setelah itu, Felly berjalan mendekati Carro.
“Halo, sayangku. Sedang apa di sini?.” tanya Felly dengan nada sok lembut, menundukkan tubuhnya ke arah Carro yang menoleh ke arahnya dengan senyum lebar.
“Aku sedang bermain, Tante Felly.” jawab Carro polos, melanjutkan mengunyah makanannya.
Felly mendekati mereka lebih dekat, pandangannya kini tertuju pada Ambar. “Kau boleh pergi sekarang.” ucap Felly sambil mengambil piring dari tangan Ambar.
Ambar terlihat ragu. “Tapi, Nyonya Anna meminta saya untuk—”
“Sudah kubilang pergi saja.” potong Felly dengan nada yang tidak bisa dibantah.
Ambar menggigit bibirnya, jelas merasa kesal, tetapi ia tak punya pilihan selain mengikuti perintah. “Baik, nyonya.” jawab Ambar mengalah. Meski begitu, sebelum benar-benar pergi, Ambar memilih untuk tidak terlalu jauh. Ia berdiri di kejauhan, mengawasi dengan sorot penuh waspada.
Setelah Ambar pergi, Felly tersenyum. Ini saatnya untuk memanipulasi Carro. Karena hanya dengan memanipulasi anak sepolos ini ia akan aman tinggal disini. Felly meraih sendok, mengaduk-aduk sedikit makanannya, lalu mulai menyuapi Carro.
Carro yang awalnya tampak bingung menoleh ke sekeliling. “Bibi Ambar ke mana, Tante? Kenapa dia pergi?.”
Felly tersenyum tipis, memasang nada suara yang seolah menenangkan. “Oh, Bibi Ambar hanya pergi sebentar, sayang. Tadi Tante minta dia untuk beristirahat sebentar. Sekarang Tante yang akan menyuapi Carro, bagaimana?.” ujarnya sambil menyodorkan sendok ke bibir mungil Carro.
Carro menatap sendok itu sejenak, lalu mengangguk. “Baiklah, tapi nanti Bibi Ambar akan kembali, kesini kan?.”
Felly terkekeh kecil, mencoba terlihat hangat. “Tentu saja, sayang. Bibi Ambar pasti kembali. Tapi untuk sekarang, Carro bersama Tante dulu ya?.”
Carro mengangguk, lalu membuka mulutnya untuk menerima suapan dari Felly. Setelah beberapa kali suapan, Felly mulai melontarkan pertanyaan ringan untuk membuat Carro nyaman, membangun suasana hangat di antara mereka. Sesekali, Felly bertanya tentang mainan favorit Carro atau kegiatan yang anak itu sukai. Carro tampak senang, tertawa kecil sambil menjawab pertanyaan Felly dengan antusias. Namun, setelah beberapa saat, Felly perlahan mengubah ekspresinya. Senyumnya memudar, matanya tampak seperti berkaca-kaca, seolah menyimpan kesedihan yang mendalam.
Carro yang peka segera menyadari perubahan itu. Gadis kecil itu menghentikan kunyahannya dan menatap Felly dengan penuh perhatian. “Tante Felly, kenapa Tante sedih?.” tanyanya polos.
Felly menundukkan wajahnya sedikit, menghela napas panjang seolah ragu untuk menjawab. “Ah, ini bukan sesuatu yang perlu kau khawatirkan, sayangku.”
“Tante, jika ada sesuatu yang ingin dikatakan, katakan saja. Momy selalu berbicara seperti itu padaku saat aku sedih. Jadi tidak apa-apa Tante, bilang saja padaku. Aku janji tidak akan cerita ke pada siapa-siapa.” kata Carro sambil menangkup kedua pipi Felly dengan tangannya yang kecil.
Melihat ketulusan Carro, Felly akhirnya berbicara, namun sebelum itu ia kembali tersenyum kecil, merasa sedikit lagi akan menang. “Tante sedih karena Momy-mu, Carro. Tante tahu Momy sangat menyayangimu, tapi sepertinya Momy tidak terlalu suka dengan kehadiran Tante di sini.” ucap Felly akhirnya. Suaranya penuh dengan kepura-puraan.
Carro mengerutkan dahi. “Momy? Tidak mungkin. Momy juga sayang Tante Felly. Tante kan adiknya Momy.”
“Ya, sayangku. Tante juga berpikir begitu. Tapi kenyataannya Momy-mu sepertinya tidak ingin Tante tinggal di sini. Padahal Daddy-mu tidak keberatan sama sekali. Tante benar-benar membutuhkan tempat ini.”
Carro terdiam sejenak, mencoba mencerna kata-kata itu. Matanya semakin besar saat ia akhirnya bertanya, “Tapi kenapa Tante butuh tinggal di sini? Bukannya Tante punya rumah sendiri?.”
Felly tersenyum kecil, lalu menunduk untuk mengusap perutnya dengan perlahan. “Karena Tante sedang mengandung, sayang. Ada bayi di perut Tante. Carro tahu kan Grandpa dan Grandma sedang di luar negeri sampai beberapa bulan? Kalau Tante tinggal sendiri, Tante takut sesuatu terjadi pada bayi ini.”
Carro terlihat terkejut. “Bayi? Tante Felly punya bayi?.”
Felly mengangguk pelan. “Iya, sayangku. Itu sebabnya Tante perlu tinggal disini sampai Grandpa dan Grandma pulang. Tapi Momy-mu sepertinya tidak mau mengerti Tante.”
“Tante sudah menikah?.” tanya Carro lagi, suaranya polos. “Carro tidak ingat pernah datang ke pernikahan Tante.”
Felly tertawa kecil, mencubit pipi Carro dengan gemas. “Tante memang sudah menikah, sayang. Tapi suami Tante ada di hati Tante. Itu rahasia besar Tante.”
Meski tidak sepenuhnya mengerti, Carro tersenyum senang. “Kalau begitu, aku akan punya teman baru ya, Tante?.”
“Ya, bukan hanya teman. Anggap saja bayi Tante ini adalah adikmu, Carro.”
“Apa? Benarkah?.” Carro melompat dari ayunan dengan semangat. “Apa tidak apa-apa, Tante?.”
“Tidak apa-apa sayang. Asal, kamu bujuk Momy agar Tante di perbolehkan tinggal disini. Momy pasti berubah pikiran jika Carro yang meminta.” ucap Felly dengan nada penuh harap. “Tante tahu kau anak yang pintar dan bisa membantu Tante.”
Carro mengangguk penuh keyakinan. “Tenang saja, Tante. Aku akan bicara dengan Momy. Momy pasti mau menerima Tante dan bayinya.”
Felly tersenyum penuh kemenangan, meski tetap berusaha terlihat sedih. Ia meraih Carro ke dalam pelukannya. “Terima kasih, sayang. Tante tahu kau anak yang paling baik. Tante sayang sekali sama Carro!.”
“Aku juga sayang Tante!.” seru Carro ceria.
Dari kejauhan, Ambar menyaksikan pemandangan itu dengan alis mengernyit, jelas merasakan sesuatu yang tidak beres dari interaksi Felly dan Carro.
fely begitu licik
skli update cm 1 episode
jgn klamaan updatenya