Wanita mandul, beban, miskin, tidak tau diri dan kata-kata cemoohan lain sudah menjadi makanan sehari-hari bagi Laura Sabrina Puti. Tak hanya itu saja tetapi kekerasan dalam rumah tangga pun sering dia dapatkan tentunya dari sang suami juga dari ibu mertuanya. Laura, tentu saja dia hanya diam atas perlakuan kedua orang yang sialnya sangat ia sayangi itu.
Dia lalui semua kepahitan dan kesedihan menjalani kehidupan rumah tangga yang tidak sehat ini sendirian. Hingga suatu ketika, rasa sayangnya kepada suami serta ibu mertuanya mengup begitu saja saat dengan tegasnya sang suami memperkenalkan wanita lain yang akan dijadikan istri kedua. Tentu saja tanpa persetujuan dari Laura. Laura hanya bisa menangis sejadi-jadinya setelah pertengkaran besar yang terjadi. Sungguh Laura benci perselingkuhan. Ia bertekad akan membalas dendam.
Mampukah Laura membalas perbuatan mereka? Dan apakah balas dendamnya akan berhasil? BACA SEGERA!!!
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Yeni Erlinawati, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Art baru
Pagi harinya, Laura dan Maikel sudah lebih dulu berada di meja makan. Raut wajah keduanya terlihat tak bersahabat. Bukan, mereka bukan sedang bertengkar, melainkan mereka tengah jenuh menunggu Beti dan Almira yang tak kunjung datang dan mempersiapkan sarapan untuk keduanya.
"Jika 5 menit lagi mereka tidak kesini, awas saja aku akan menyeret mereka," gumam Laura yang di dengar oleh Maikel. Laki-laki itu segara meraih tangan Laura untuk ia genggam.
"Sepertinya mulai besok kamu harus mulai mendisiplinkan mereka, sayang. Mulai dari waktu bangun mereka dan apa saja pekerjaan yang harus mereka lakukan. Agar mereka tidak mengabaikan pekerjaan mereka dan agar kita tidak menunggu lama seperti ini. Huh, mana aku harus berangkat pagi lagi," ujar Maikel. Sebenarnya Laura tadi sudah ingin membuat sarapan hanya untuk mereka berdua tapi sayang, Maikel tidak mengizinkan Laura untuk melakukannya. Dan malah memilih untuk menunggu Beti dan Almira.
Laura yang merasa kasian pun, ia bersiap untuk berdiri, berniat menyiapkan makanan untuk sang suami. Tapi belum juga ia melangkah, suara derap langkah kaki memasuki ruang makan, menghentikannya. Ia menolehkan kepalanya dan saat itu pula dia bisa melihat Beti beserta anak dan menantunya.
Laura memutar bola matanya malas, kedua tangannya pun ia lipat di depan dada dengan tatapan yang tak lepas dari Beti.
Sedangkan wanita paruh baya itu seakan tak perduli dengan tatapan yang di berikan oleh Laura. Hingga saat ia tiba di meja makan, keningnya di buat berkerut saat tak mendapati makanan disana.
"Kenapa tidak ada makanan disini?" ucapnya. Lalu tatapannya berpindah kearah Laura.
"Hey kamu, wanita murahan! Kenapa kamu tidak menyiapkan sarapan untuk kita hah?! Kamu lupa dengan kewajiban kamu di rumah ini?!" entah Beti sadar atau tidak dengan ucapannya tadi. Laura yang mendapat perkataan seperti itupun ia memincingkan salah satu alisnya dengan salah satu tangan yang bergerak menggenggam erat tangan Maikel, kode agar laki-laki itu tetap tenang.
Dan setelahnya, Laura tentu saja membalas ucapan dari madunya tersebut.
"Hey wanita gila, apa kamu lupa akan perjanjian kita kemarin?! Bukannya saya kemarin memberikan kamu tantangan jika kamu berhasil membujuk Mas Maikel untuk menghentikan keinginan saya, maka kamu akan bebas akan tanggungjawabmu untuk menggantikan peran seorang art di rumah ini. Tapi sayang sekali, kamu tidak berhasil melewati tantangan itu. Kamu gagal melakukannya wanita gila. Jadi kerjakan tugasmu sekarang juga!" ucap Laura diakhiri dengan suara tegasnya.
"Kamu---"
"Lakukan apa yang di perintahkan oleh Laura. Jangan pernah ada yang membantah akan perintahnya mulai sekarang karena urusan rumah ini maupun seisinya akan menjadi hak Laura untuk mengaturnya! Dan selain saya dan Laura tidak ada yang bisa berkuasa di sini, jika ada maka saya tidak akan segan-segan untuk mengusir dia tidak terkecuali dengan kalian bertiga," sela Maikel dengan tatapan dingin yang menyorot kearah ketiga orang yang saat ini menampilkan wajah terkejutnya.
"Mas---" Beti ingin sekali protes atas keputusan yang diambil oleh Maikel tanpa berunding dengannya terlebih dahulu. Namun sebelum hal itu terjadi, Maikel menyela.
"Kenapa? Kamu tidak terima akan keputusan yang saya buat ini? Beti, saya dulu memang selalu membebaskan kamu untuk melakukan segala hal yang memang ingin kamu lakukan di rumah ini tapi bukan berarti saya memberikan hak penuh untuk mengontrol segala sesuatu tentang rumah ini. Dan kenapa saya selalu diam saat kamu melakukan atau bahkan bertindak di luar batas kepada para art saat saya tidak ada di rumah karena saya dulu tidak perduli akan apapun yang kamu lakukan selagi kamu tidak mengganggu saya. Tapi berhubung sekarang saya memiliki Laura, maka saya limpahkan kekuasaan akan rumah ini kepada istri saya. Dan keputusan saya ini bersifat mutlak, tidak ada yang bisa merubahnya," ujar Maikel dengan tegas tanpa tau jika ucapannya itu justru menyakiti hati Beti untuk yang kesekian kalinya.
"Jadi tunggu apa lagi! Kerjakan pekerjaan kalian mulai sekarang!" perintah Laura dengan menggebrak meja makan. Dan aksinya itu tentu saja membuat Beti dan Almira menatapnya penuh kebencian sebelum pergi menuju dapur.
Sedangkan Julio yang tidak bisa bertindak lebih untuk membantu ibu dan istrinya itu diam-diam ia mengepalkan kedua tangannya. Apalagi saat ia melihat tanda merah di leher Laura yang entah sengaja atau tidak wanita itu perlihatkan. Bagaimana tidak, Laura saat ini memakai dress selutut dengan lengan spaghetti. Rambutnya yang sepunggung itu ia gulung menjadi satu hingga memperlihatkan leher jenjangnya yang putih dan di hiasi tanda merah milik Maikel. Semakin lama Julio melihat tanda itu semakin menjadi pula rasa panas yang menjalar di hatinya. Bahkan laki-laki itu saat ini menggertakkan giginya. Matanya sesaat ia pejamkan berharap agar emosi di dalam dirinya yang tiba-tiba muncul itu mereda namun bukannya mereda justru semakin menjadi saat bayang-bayang adegan panas Laura dan Maikel yang ia lihat tadi malam berputar kembali didalam pikirannya.
"Sialan!" umpat Julio sembari berdiri dari posisi duduknya. Tak hanya itu saja ia juga mengambil tas serta jas kantornya. Dan tanpa berpamitan terlebih dahulu kepada anggota keluarganya, ia langsung pergi begitu saja membuat Laura dan Maikel kini saling pandang satu sama lain.
"Anak kamu kenapa tuh? Mukanya pahit banget kayak hidupnya," ucap Laura yang membuat Maikel mendengus kasar.
"Bukan urusanku dan dia bukan anakku," balas Maikel dengan sewot.
Laura yang mendapat balasan tersebut pun, ia hanya bisa meringis sembari menggaruk tengkuknya yang tak gatal.
"Ya elah, bapak tua ini pakai acara ngambek segala," batin Laura sebelum ia mulai membujuk Maikel.
Sedangkan disisi lain, Beti yang sedang memotong-motong sayuran secara acak itu tiba-tiba membanting pisau dengan cukup keras disusul dengan luapan emosi yang sedari tadi ia tahan.
"Sialan sialan sialan! Laura sialan! Awas saja aku akan membalas apa yang sudah kamu lakukan kepadaku!" ucap Beti dengan tatapan nyalang lurus kedepan.
Hingga senyum miring pun tiba-tiba muncul di sudut bibirnya.
"Apa kamu pikir kamu bisa menyingkirkanku, Laura?! Apa kamu pikir jika kamu saat ini sudah menang dariku? Heh, tidak Laura, kamu tidak akan pernah menang dariku dan kamu juga tidak bisa menyingkirkanku. Jika aku dulu bisa menyingkirkan dia maka saat ini aku juga bisa menyingkirkan kamu, Laura. Jadi untuk sekarang aku membiarkan kamu bersenang-senang sebelum saatnya tiba nanti. Nikmati waktu indahmu ini Laura, sebelum aku hancurkan kamu," gumam Beti lalu setelahnya tangannya kembali meraih pisau kemudian dengan brutal memotong-motong sayuran sampai tak berbentuk.
Sedangkan Almira yang berada di satu ruangan yang sama dengan Beti, ia refleks menjauhi mertuanya itu dengan ekspresi wajah pias serat akan ketakutan.