"Tidak ada yang namanya cinta sejati di dunia ini. Kalaupun ada, seperti mencari jarum dalam tumpukan jerami." ~Liam
"Cinta sejati tak perlu dicari. Dia bisa menemukan takdirnya sendiri." ~Lilis.
Bagaimana ceritanya jika dua kepribadian yang saling bertolak belakang ini tiba-tiba menjadi suami istri?
Penasaran? Ikuti kisahnya sekarang ....
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon amih_amy, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 34. Percayalah! Aku Akan Setia
...----------------...
Malam ini Lilis dan Liam memutuskan untuk menginap di rumah Kakek Wahyu. Selain karena datang terlalu larut, Kakek Wahyu juga sedang kurang enak badan. Akhirnya, Lilis dan Liam pun tak tega untuk pulang.
"Kakekmu sakit apa?" tanya Liam ketika Lilis baru saja kembali dari kamar kakeknya.
Sebelumnya Lilis memang dipanggil oleh Wahyu untuk berbicara empat mata di kamar lelaki tua itu. Setelah beberapa saat kemudian, Lilis kembali dengan raut wajah masam.
"Katanya cuma kelelahan aja. Kakek memang sudah terlalu tua untuk tetap bekerja," jawab Lilis sambil duduk di tepi ranjang. Liam yang baru keluar dari kamar mandi pun mendekati istrinya.
"Oh, syukurlah kalau tidak ada yang serius dengan kesehatannya. Ya, dia memang sudah tua, sepertinya sudah waktunya buat kakek Wahyu pensiun dari pekerjaannya."
"Begitu, ya ...." Lilis berkata dengan suara lirih sambil menundukkan kepala.
"Kenapa? Apa kamu udah bicara tentang Rara?" Lilis mengangguk menanggapi pertanyaan Liam.
"Kakekmu menolak menolong dia?" tanya Liam lagi. Dia penasaran karena wajah Lilis yang terlihat muram. Liam pun berasumsi jika istrinya gagal untuk mendapatkan dukungan sang kakek.
Kali ini Lilis diam saja tak menanggapi pertanyaan suaminya. Pikirannya seperti dipenuhi oleh masalah yang membuatnya tidak fokus dengan pertanyaan itu.
Liam pun duduk di samping Lilis sambil menggenggam tangan perempuan itu seolah mentransfer semangat yang dia punya.
"Nggak apa-apa. Kalau kakekmu menolak untuk bekerja sama, mungkin kita bisa menolong Rara dengan cara lain. Kakekmu terlalu sibuk untuk mengurusi masalah orang lain, Sayang. Kamu jangan berkecil hati, ya. Jangan marah sama kakek kamu juga! Aku yakin jika kebaikan pasti akan menang melawan kejahatan. Tanpa bantuan kakek kamu, sutradara itu pasti akan mendapatkan ganjaran yang setimpal," kata Liam memberikan semangat.
Akan tetapi, kening Lilis mengernyit mendengar Liam berkata seperti itu. Kepalanya pun menoleh lalu menatap Liam dengan kedua mata mengerjap bingung. "Kamu kata siapa kalau Kakek Wahyu nggak mau bantuin Rara?" tanya Lilis.
"Wajah kamu seolah berkata seperti itu."
"Ih, sok tahu!" Lilis mendengkus lalu memalingkan wajahnya lagi ke arah depan.
Liam yang semakin penasaran menangkup kedua pipi istrinya lalu menghadapkan wajah sang istri kepadanya lagi.
"Kalau aku salah tebak, lalu kenapa wajah kamu murung kayak gini?" tanya Liam serius.
Hening sejenak. Lilis seperti ragu untuk mengatakan hal yang membuatnya murung seperti itu.
"Ayo, katakan! Apa perlu aku bertanya sama kakek kamu sekarang?" Liam semakin mendesak karena istrinya masih saja diam.
"Ya jangan, atuh! Kakek lagi istirahat, jangan diganggu!"
"Ya udah, ngomong! Kamu kenapa?" desak Liam lagi.
"Sebenarnya, selain membahas masalah Rara, tadi kakek menyuruh Lilis buat kuliah juga. Katanya, kakek udah tua dan dia mau pensiun dari pekerjaannya. Tapi kakek merasa nggak rela jika perusahaan yang sudah dia bangun itu harus dipimpin oleh orang lain. Kakek pengin Lilis ikut terjun langsung dalam mengelola perusahaan itu, Ay. Karena pendidikan Lilis cuma lulusan SMA, makanya kakek nyuruh Lilis buat kuliah sambil mempelajari tentang bisnis keluarga kami."
Kali ini giliran Liam yang terdiam, membuat Lilis semakin galau saja. "Tuh, kan. Kamu pasti nggak akan setuju. Lilis jadi tambah bingung," seru Lilis merasa frustrasi. Perempuan itu benar-benar dilema.
Pasalnya, Lilis akan kehilangan banyak momen kebersamaannya dengan Liam. Waktunya akan tersita banyak dengan belajar dan beradaptasi dengan perusahaan. Itu bukan cita-cita Lilis sejak awal.
"Aku bukannya nggak setuju, tapi gimana sama hati kamu? Apa kamu mau melakukan itu?" Liam bertanya balik pada istrinya.
"Sebenarnya Lilis nggak yakin, tapi selama ini Lilis nggak pernah berbuat sesuatu yang membuat Kakek bahagia. Selama 15 tahun Lilis menghilang, kakek nggak pernah menyerah untuk mencari Lilis. Dari situ Lilis tahu jika kakek sangat menyayangi Lilis. Selain Lilis, nggak ada lagi keluarga kakek yang tersisa. Cuma Lilis satu-satunya harapan dia, Ay. Lilis harus gimana?"
Lilis tersedu. Liam pun langsung merengkuh tubuh perempuan itu. "Aku ngerti. Apa pun keputusan kamu, aku akan mendukung penuh kamu, Sayang. Udah, jangan nangis! Nanti cantiknya ilang," ucap Liam sambil mengusap punggung Lilis dengan lembut.
"Tapi kalau nanti Lilis jadi sibuk, kamu nggak akan marah, kan? Nggak akan tinggalin Lilis apalagi cari selingkuhan, kan? Lilis takut nanti kamu kayak gitu."
Liam tertawa lalu mendorong sedikit tubuh istrinya sekadar untuk melihat wajah sembab perempuan itu. "Kenapa berpikir kayak gitu?" tanyanya masih mengukir senyum lucu.
"Di film-film suka kayak gitu."
Liam menyentil kening Lilis pelan, "Kamu tu korban film. Nonton film nggak apa-apa, tapi jangan terbawa ke kehidupan nyata!" ucap Liam selanjutnya.
Lilis mendengkus. Yang dia tahu film juga banyak yang mengambil dari kisah nyata. Jadi, sebenarnya yang jadi korban itu siapa?
"Percayalah! Apa pun yang terjadi, aku akan tetap setia dan nggak akan mengkhianati kamu, Sayang," ucap Liam dengan raut serius.
"Janji?" Lilis mengajak Liam melakukan janji kelingking. Tanpa ragu Liam pun menautkan kelingkingnya dengan kelingking milik istrinya itu.
"Janji," ucapnya yakin.
Mendengar itu Lilis bisa bernapas lega. Perempuan itu pun kembali memeluk suaminya. Seulas senyuman menghiasi bibirnya walaupun tangis perempuan itu belum sepenuhnya reda.
Kini, hati Lilis sudah yakin dengan keputusannya. Dia akan mengikuti keinginan sang kakek untuk melanjutkan sekolahnya.
...----------------...
...To be continued...
Mampir thor 🙋
mimpi ternyata
pengen narik rara