Akankah cinta memudar seperti kehormatan yang telah hilang?
Seruni, nama yang singkat, sesingkat pemikirannya tentang cinta ketika usianya baru saja menginjak tujuh belas tahun saat itu. Atas kekagumannya pada sosok gagah, pemuda yang digandrungi semua gadis desa pada masa itu, Seruni rela melepas keperawanannya kepada lelaki itu di sebuah bilik bambu tak berpenghuni.
Ajun Komisaris Polisi Seno Ari Bimantara, lelaki dengan segudang prestasi di ranah kepolisian, tercengang ketika pada hari dia kembali bekerja setelah lamaran dengan kekasihnya, menemukan laporan dua orang wanita malam yang berkelahi dengan satu korban bocor di kepala. Ia tercekat pada satu nama dan satu wajah dalam laporan itu: Seruni.
Gadis polos yang ia ambil kesuciannya bertahun-tahun lalu di balik bilik bambu kini kembali secara tak sengaja ke dalam hidupnya dengan realita kehidupan mereka yang kontras. Namun, pada pertemuan kedua setelah bertahun-tahun yang lalu itu, hanya ada kebencian dalam nyalang mata seruni ketika memandangnya.
Bima, Seruni dan Atikah, terlibat sebuah hubungan rumit yang akhirnya mengantarka mereka pada romansa berantakan berujung dendam! Mampukah Bima meredam kebencian Seruni pada sepenggal kisah mereka yang tertinggal di balik bilik penyesalan?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lemari Kertas, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Sekretaris Pak Angga
"Pulang, Bim. Maghrib!" tegas Seruni sambil menunjuk pintu kontrakannya. Bima menarik nafas panjang lalu mengangguk.
"Pakai ini untukmu, beli apa yang kau mau. Nanti passwordnya akan aku kirimkan lewat pesan."
Bima meletakkan kartu pipih itu di tangan Seruni yang tak sempat menolaknya. Lelaki gagah itu kemudian keluar dari kontrakan Seruni yang tak bisa mengejarnya keluar untuk memberikan kembali kartu itu karena masih mengenakan handuk. Seruni menghembuskan nafas lega sekaligus jengkel. Lalu dia tekenang, Bima akan mengirimkan password kartu transaksi itu melalui pesan. Memangnya lelaki itu tahu nomor ponselnya?
Benar saja, ketika Seruni membuka layar ponsel, sudah ada nomor tak tersimpan yang berisi pesan kode kartu ATM. Seruni menggelengkan kepala. Nampaknya Bima memang tidak akan jera untuk meraihnya lagi.
Seruni meletakkan kartu Atm itu di atas nakas. Ia tahu, Bima ingin sekali dirinya berhenti menjadi seorang lady Esscort. Selepas maghrib, Seruni tercenung di tepi ranjangnya. Memang sebenarnya dia pun ingin berhenti. Seruni menimbang-nimbang, apa ia terima saja tawaran Angga untuk bekerja di perusahaannya?
Jadi malam itu, akhirnya Seruni datang ke club malam menemui atasannya, kali ini bukan untuk bekerja, tetapi untuk mengundurkan diri. Atasannya tentu sangat terkejut dengan keputusan Seruni, apalagi Seruni adalah aset paling berharga di kelab malam itu.
"Kau pikir-pikir lagi lah, Run. Tamu di sini semuanya menyukaimu meskipun mereka tahu kau tak bisa dibawa tidur."
Nampak raut keberatan di wajah atasannya saat Seruni mengutarakan niat untuk berhenti. Seruni mengatupkan bibirnya sesaat, ia pun sebenarnya tak enak tapi harus bagaimana lagi, dia juga rasanya ingin punya pekerjaan yang lebih baik dari pada seorang LC.
"Sekali lagi, aku benar-benar minta maaf, Bos. Mungkin sekaranglah waktunya aku berhenti. Aku harap, Bos bisa mengerti."
Terlihat sang atasan menarik nafasnya panjang.
"Dapat kerja apa kau rupanya?" tanya pria itu.
"Pegawai biasa, Bos."
Keduanya tampak terdiam kemudian. Atasan Seruni beberapa kali nampak menarik nafas berat. Dia tentu saja tak rela Seruni pergi. Tapi menahan Seruni juga tak mungkin dilakukannya jika itu sudah menjadi keputusan gadis itu.
"Ya sudahlah, aku tak bisa memaksamu. Tapi kalau suatu saat kau tak cocok bekerja di tempat barumu itu, tak apalah kau kembali lagi ke sini."
Seruni tersenyum kecil mendengarnya lalu mengangguk. Setelah pertemuan dengan atasannya itu, Seruni mengajak Angga untuk bertemu. Waktu sudah menunjukkan pukul sepuluh malam. Angga langsung menyanggupi keinginan Seruni untuk bertemu di sebuah kafe tak jauh dari kelab malam.
Lelaki itu nampak tampan dengan kaus ketat putih polos yang membungkus tubuhnya. Kalau disandingkan bersampingan, gagah dan tinggi badannya sama dengan Bima. Kedua lelaki itu punya pesona masing-masing tapi jujur saja, Bima adalah lelaki yang paling menguasai hatinya hingga detik ini.
"Jadi, kau benar sudah setuju untuk bekerja di perusahaanku?" tanya Angga antusias.
"Tapi apa tak masalah? Tuan tentu tahu aku hanya lulusan sekolah menengah Atas."
"Tak masalah, Run, kau punya kriteria menjadi pekerjaku."
"Syukurlah, sebab aku kira yang bekerja di perusahaanmu tengu orang-orang dengan gelar tinggi. Jadi aku merasa cukup rendah diri saat ini."
"Jangan bicara begitu, Seruni. Untukmu, akan selalu ada tempat."
Seruni mengusap tengkuknya mendengar penuturan Angga barusan.
"Memangnya aku akan ditempatkan sebagai apa, Tuan?"
"Besok kau akan tahu setibanya di perusahaanku. Atau kau ingin aku menjemputmu?" tawar Angga.
Seruni secepatnya menggeleng.
"Aku bisa sendiri, Tuan."
Angga mengangguk mengerti. Padahal besok kalau Seruni bersedia, dia akan menjemput gadis itu.
"Baiklah, kau pasti menyukai pekerjaanmu besok. Dan Seruni, jangan lagi panggil aku Tuan, panggil saja Angga."
Seruni mengangguk, ya kalau di luar mungkin dia akan memanggil Seruni dengan sebutan nama langsung tapi jika di perusahaan, dia akan memanggil Angga dengan sebutan 'Pak' sama seperti yang lainnya.
Mereka akhirnya menikmati makanan yang disajikan pelayan. Seruni makan dengan perlahan. Bima tak tahu dia akan bekerja di perusahaan Angga besok. Ia sengaja tak memberitahu lelaki itu. Lagipula, Seruni merasa dia dan Bima tak ada hubungan apapun juga.
Keesokkan harinya, ketika Seruni baru saja tiba di perusahaan, ternyata dia telah ditunggu oleh Angga di ruangannya. Ruangan Angga luas sekali dan di sisi kiri dekat dengan pintu masuk, Seruni melihat ada satu meja lagi dengan papan nama di atas meja itu 'Sekretaris'.
"Kau sudah datang, duduklah." Angga mempersilahkan Seruni yang begitu cantik dan menawan dengan kemeja pas di tubuh dan rok hitam selutut.
"Jadi aku sudah bisa bekerja?" tanya Seruni.
"Tentu, aku sudah mempersiapkan posisi yang paling tepat untukmu."
"Benarkah? Lalu aku harus apa setelah ini?"
"Itu mejamu, Seruni. Mulai hari ini, kau adalah sekretaris pribadiku."
Seruni memandang meja dan kursi yang tadi ia lihat. Kenapa harus sekretaris? Seruni rasanya tak nyaman. Bagaimana kalau Bima tahu? Bima? Seruni jadi mengutuk diri sendiri, memangnya dia siapanya lelaki itu?
aq cari disini gak nemu 🤭
padahal holang kaya