Sagala terkejut bukan main saat tetangga depan rumah datang menemuinya dan memintanya untuk menikah dengan putri mereka secepatnya. Permintaan itu bukan tanpa alasan.
Sagala mendadak pusing. Pasalnya, putri tetangga depan rumah adalah bocil manja yang baru lulus SMA. Gadis cerewet yang sering mengganggunya.
Ikuti kisah mereka ya. Ketika abang adek jadi suami istri.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon F.A queen, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Ruang tamu
Gerbang itu berderit pelan, seolah sudah sering mereka lakukan.
Dua cowok itu memarkirkan motor di halaman.
"Sore, Bang." Sapa cowok pertama yang lebih dulu memarkirkan motornya. Langkahnya santai tapi suaranya cukup lantang.
"Ada orangnya nggak?" Tanya cowok kedua menyusul.
"Pintunya kebuka berarti ada orangnya lah," Jawabannya. "Bang." panggil yang pertama lagi, menatap ke arah rumah.
Mereka masuk lebih jauh mendekati pintu utama.
"Assalamu'alaikum, Bang."
"Di belakang kali, si abang."
Tak lama, kedua cowok itu terdiam. Tertegun. Melongo, Kaget, nggak nyangka. Semua bercampur jadi satu. Tatapan mereka langsung jatuh pada sosok yang keluar dari dalam.
Seorang gadis muda dengan rambut dikuncir rapi dan wajah yang asing bagi mereka.
"Ss, siapa kamu?" tanya salah satunya, nada suaranya berubah datar, penuh curiga.
Annisa mencoba tersenyum, menelan gugup yang naik ke tenggorokan. Dia terkejut karena tiba-tiba ada dua cowok yang berdiri di pintu utama.
"Saya, Nisa," jawabnya pelan. "Abang lagi keluar sebentar. Katanya cuma ke minimarket depan."
Dua cowok itu mengamati Annisa dari ujung kaki hingga ujung rambut. Tatapan yang membuat Annisa bergidig ngeri.
"Lu adeknya bang Gala?" Tanya salah satu dari mereka.
Annisa mempersilahkan mereka untuk duduk. "Silahkan duduk, Bang. Aku buatin minum." Ia berbalik, hendak melangkah ke dalam, tapi suara itu menghentikannya.
"Nggak usah. Nggak usah, Dek. Kita bawa minum sendiri." Pria itu mengangkat tangannya memperlihatkan tentengan yang ia bawa.
Satu pria lagi, mengikuti gerakannya. "Kita juga bawa makanan sendiri. Nggak usah rapot-repot."
Pria pertama memperkenalkan diri. "Gue Ardi."
Pria kedua juga. "Gue Randy. Nggak usah takut, kita teman kantor Bang Gala."
Annisa mengangguk. Tapi tetap tidak nyaman dengan keberadaan mereka berdua.
Di sana. Sagala tengah membayar di kasir saat ponselnya berdering. Panggilan masuk dari Annisa.
"Abang, abang masih lama nggak? Ada teman abang ke rumah. Abang cepet pulang ya." Suara itu terdengar sedikit cemas.
Dahi Sagala berkerut. "Siapa?"
"Teman kantor abang. Namanya Ardi dan Randy."
Klik. Panggilan berakhir. Sagala yang memutus. Dia segera mengendarai motor dan pulang ke rumah.
Teman-temannya belum ada yang tahu tentang Annisa.
Di rumah.
Annisa duduk di sofa. Di hadapannya, Ardi dan Randy bersandar santai seolah rumah ini milik mereka sendiri.
"Sebentar lagi abang pulang. Udah ku telpon," ucap Annisa sopan. Suaranya pelan tapi tegas, berusaha menjaga jarak.
Randy dan Ardi tersenyum, masih tetap memperhatikan adik cantik di depannya.
"Saya ke belakang dulu," pamit Annisa dengan sopan. Dia beranjak, tapi suara Randy menghentikannya. Dia diam berdiri.
"Dek Nisa udah berapa lama di sini? Lagi liburan sekolah ya?" Tanya Randy.
Annisa mengangguk, ia menatap ke arah pintu sebentar. Berharap abang segera datang. Dia canggung. Tidak tahu harus menjawab apa.
Mereka bilang, mereka adalah teman kerja abang tapi mereka nggak tau kalau abang udah nikah. Itu artinya... Abang nggak mengakui keberadaannya di sisi abang kan.
Abang benar-benar nggak mau mengakuinya, bahkan di depan teman kerja sendiri.
Hatinya mencelos. Perih kecil itu terasa semakin dalam. Kedatangan dua teman ini, semakin menguatkan bahwa abang sama sekali tidak menginginkannya. Ya, bagaimana bisa menginginkannya. Sudah jelas, mereka menikah karena keadaan.
"Kok diem. Aku salah ngomong ya?" Tanya Randy, mencoba mencairkan suasana.
"Lu bikin dia takut," Sahut Ardi, menyenggol lengannya.
Randy terkekeh. "Gue ganteng kayak Jefri Nicole, mana ada dia takut sama gue."
"Baru lulus sekolah apa kelas berapa, Dek?" Tanya Ardi dengan suara yang lembut.
"Baru lulus," jawab Nisa pelan.
"Gila Bang Gala. Nggak cerita kalau punya adek cantik. Tau begini gue baik-baikin dah tuh abang satu itu," celutuk Randy.
Tepat setelah itu, suara motor terdengar berhenti di halaman. Annisa langsung menarik napas lega, akhirnya, abang pulang.
Tak sampai semenit, Sagala melangkah masuk tergesa. Matanya langsung menyapu ruangan. Wajahnya tegang.
Ia menatap cemas Annisa yang berdiri, lalu pada dua temannya yang duduk santai di sofa. Lalu pada Annisa lagi.
"Kamu nggak apa-apa kan, Nis?" Tanya Sagala. Melangkah menghampiri Annisa.
Randy menertawakan suasana. "Dih pertanyaan lu kayak kita penjahat aja, Bro."
Ardi ikut menyahut dengan nada menggoda, "Bro adek lu cantik banget. Bolehlah buat gue---"
Belum sempat kalimat itu selesai, Sagala menoleh cepat. Tatapannya berubah dingin, nyaris menusuk.
“Dia istriku, bukan adek.”
Ruangan langsung hening. Randy dan Ardi mematung di tempat, melongo. Membeku. Tatapan mereka berpindah bergantian dari Sagala ke Annisa
"APA?!!" Ardi segera bertanya setelah lepas dari rasa terkejut. Masih tak percaya.
Sagala menghela napas dalam, lalu menatap mereka lekat, “Aku udah nikah,” ujarnya tegas. Tangannya bergerak, meraih tangan Annisa dan menggenggamnya erat.
“Namanya Annisa,” katanya pelan tapi mantap. “Istriku.”
Keheningan kembali jatuh. Tak ada yang berani bersuara. Hanya genggaman Sagala yang terasa hangat, menenangkan sekaligus menyakitkan di hati Annisa.
Karena meski ia akhirnya diakui, Annisa tahu… pengakuan itu datang bukan karena cinta.
🌱
Randy dan Ardi akhirnya pulang. Meninggalkan Sagala dan Annisa yang berdiri di ruang tamu.
"Maaf kalau kedatangan mereka mengejutkan kamu," ucap Sagala.
Annisa tersenyum tipis. "Nggak," jawabannya. "Tapi dari mereka aku tahu kalau ternyata abang nggak pernah cerita kalau abang udah nikah." Ia tersenyum lebar tapi matanya menyiratkan kesedihan. "Ada hati yang abang jaga ya?"
Sagala terdiam. Tak ada penjelasan, tak ada pembelaan. Hanya hening.
Annisa mengangguk kecil, seolah memahami sesuatu yang sebenarnya menyakitkan. Ia melangkah cepat menuju kamar, menutup pintu di belakangnya.
Begitu pintu tertutup, tubuhnya jatuh bersandar di sana. Nafasnya tersengal pelan.
“Abang bener-bener nggak menerima pernikahan ini,” bisiknya nyaris tak terdengar.
Ia menunduk, menatap lantai yang mulai buram oleh genangan air matanya sendiri.
“Jangan nangis, Nisa… jangan nangis. Jangan sampai abang tau kamu nangis. Jangan lemah di depan dia,” ucapnya, menenangkan diri, tapi suaranya justru bergetar, nyaris pecah.
Air matanya jatuh akhirnya, membasahi ujung jarinya yang berusaha menahannya.
'Kupikir jatuh cinta itu indah ternyata sakit. Tapi aku tidak menyesal telah jatuh cinta sama Abang. Aku cuma menyesal karena berharap mendapatkan cinta yang sama.'
Ia menghela nafas kecil. 'Kok aku sekarang gampang nangis ya, heran.'
🌱
Sementara di sana. Sagala duduk di sofa. Menatap ke arah pintu kamar Annisa yang tertutup. Entah kenapa, hatinya terasa aneh, seperti ada yang salah dari caranya memperlakukan Annisa.
Gadis itu tidak sedang liburan di sini. Tapi sedang tinggal bersamanya. Hidup dengannya sebagai seorang istri.
Bukan tamu sementara yang bisa pergi kapan saja. Namun entah kenapa, setiap kali menatap wajah Annisa, Sagala justru merasa bersalah.
Seolah gadis itu terjebak dalam dunia yang diciptakan oleh keputusan yang bukan pilihannya.
Cil, ayookk coba rayu abang dehh, minta maaf duluan gak papa pas pulang kerja.. Abang yoook ajak ngomong bocilnya..
Hakekatnya wanita mah gak bisa di diemin, aku aja gitu kok, paling gak suka di diamkan sama suami, mending dimarahin aja aku sih 😩
pasti Annisa bakal ngerti
namanya juga bocil harus di kasih penjelasan detail gga bisa cuma gitu aja gga.
kdang kita yg dewasa aja klau bikin slah mrsa benar🤭🤭
soalnya gga enak klau marah nya abang diem. 😌.
emang laki² butuh waktu tp wanita butuh penjelasan🙃
next next... marahannya sebentr aj ya kak nas.. 🥲
itu bisa jadi masalah gede
lain kali kalo keluar sama Nada
kasih tau abang Nis
biar gak jadi salah paham
Walau Nisa menganggap teman dong lain halnya dengan zefan belum tentu