Anna adalah anak haram yang hidup menderita sejak kecil. Jalan hidupnya ditentukan oleh keluarga Adiguna secara kejam. Bahkan Anna harus menikahi calon suami kakak tirinya yang kabur meninggalkan pernikahan. Lion Winston, kekasih kakak tirinya, mereka saling mencintai, tapi entah kenapa kakak tirinya meninggalkan laki-laki sempurna itu. Tetapi Anna, gadis malang yang akan menerima penderitaan akibat kesalahan kakak tirinya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Elizabetgultom191100, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Jangan pernah Membohongiku
"Leon percaya James adalah putranya?" Mariam begitu antusias mendengar cerita Laura.
Laura mengangguk, "Hem, dia masih percaya padaku." jawab Laura, isi pikirannya masih memikirkan apa yang terjadi di kamar Leon dan Anna siang tadi.
"Baguslah. Ibu yakin kau akan mendapatkan hatinya kembali hanya dengan sedikit pencitraan saja." tiada hentinya Mariam menanamkan racun di hati putrinya.
Laura tidak menjawab, ia tidak begitu yakin setelah melihat cara Leon memandang Anna. Pria itu sudah terikat dengan Anna. "Bu, tolong jaga James, aku harus keluar sebentar." Laura tidak ingin melanjutkan percakapan dengan ibunya dan berjalan dengan malas pergi dari kamar.
"Baiklah. Pergilah bersenang-senang. Ibu akan menjaga James."
Di kantor, Leon sama sekali tidak bisa fokus bekerja. Semua pikirannya tertuju pada istrinya di rumah. Tadi pagi ia sengaja mendiamkan Anna agar dia tahu jika pemikirannya itu membuatnya marah. Ia benci jika Anna meragukan cintanya. Namun entah kenapa malah dia sendiri yang tidak tenang. Melihat wajah pias istrinya tadi pagi pun membuatnya kesal. Rasanya dia ingin kembali ke rumah dan memeluk wanitanya itu. Tapi yang ada saat ini di meja kerjanya adalah tumpukan dokumen yang harus segera diselesaikan.
Seharian Leon berkutat di meja kerjanya menyelesaikan semua pekerjaannya agar bisa cepat pulang dan bertemu istrinya. Dan tepat pukul tujuh malam, Leon menelpon Anna.
"Halo." suara yang sangat dia rindukan itu sangat lembut membuat dadanya bergetar.
"Aku akan segera sampai di rumah. Apakah aku bisa makan nasi goreng spesial buatanmu hari ini?" ucap Leon. Cukup lama jawaban dari seberang, hingga akhirnya dia tersenyum mendengar jawaban istrinya. Leon menutup ponselnya dan bersiap-siap pulang ke rumah.
Sesampainya di mobil ponselnya kembali berdering. Nama Laura tertera di sana. "Halo Laura."
"Halo, Leon kau dimana? Bisakah kau datang ke rumah sakit? James sedang demam." ucap Laura, suara wanita itu terdengar panik. Mendengar itu, tentu Leon ikut panik.
"Di rumah sakit mana?" ia membelokkan mobil ke arah yang berlawanan menuju rumahnya.
"Rumah sakit kota. Cepatlah."
Setelah panggilan berakhir Leon menancap gas mobilnya. Dalam hitungan menit Leon sampai. Berkat informasi dari perawat, Leon berhasil menemukan Laura di ruang perawatan. James, bayi yang dianggap putranya sedang berbaring di ranjang khusus.
"Laura, bagaimana keadaannya?"
"Demamnya sudah turun, dokter baru saja menyuntikkan obatnya." Laura memegang dadanya, "Astaga, untung kau datang, aku takut sekali. Ini pertama kalinya James demam."
Leon mengangguk pelan, "Tidak apa-apa. Sudah kubilang aku akan bertanggung jawab pada anak kita. Apapun yang James butuhkan, aku akan selalu ada." pria itu layaknya pahlawan bagi Laura dan putranya.
Beberapa jam kemudian, setelah dokter memeriksa kembali, James sudah diizinkan dirawat di rumah. "Kau bersama siapa ke sini?" tanya Leon saat mereka berada di depan rumah sakit. Leon menggendong James dan Laura menenteng tas berisi perlengkapan bayinya.
"Tadi supir yang mengantarku. Tapi tidak tahu kemana perginya dia. Aku akan menghubunginya sebentar." ucap Laura hendak mengambil ponselnya.
"Tidak usah. Biar aku antar saja." pria itu mengambil alih tas dan memberikan James pada Laura. Tunggu di sini, aku akan mengambil mobil."
Leon mengantar Laura ke rumah keluarga Adiguna yang berlawanan arah dengan rumahnya, jaraknya cukup jauh dan memakan waktu yang lama.
Anna melihat jam dinding yang sudah menunjukkan pukul setengah sembilan. Harusnya satu jam yang lalu suaminya sudah sampai di rumah. Dihubungi juga Leon tidak mengangkat. Alhasil Anna memilih duduk di sofa ruang tamu. Meski dia sudah lapar ia tetap menunggu dan ingin makan bersama Leon. Mendapat telepon tadi sore tentu membuatnya senang sekaligus bingung. Namun dia tetap melakukan permintaan pria itu demi memperbaiki perdebatan mereka kemarin.
Laura memejamkan matanya ketika kenangan bersama pria di sampingnya muncul di ingatannya. Di mobil ini ada banyak kenangan mereka. Dulu, hanya dia yang bisa duduk di kursi depan.
"Rasanya waktu cepat sekali berlalu." Laura membuka percakapan karena Leon sedari tadi hanya diam saja.
"Maksudnya?"
"Rasanya baru kemarin kita bersama. Kau selalu mengantarku kemana saja. Mobil ini memiliki kenangan yang indah di hatiku." tutur wanita itu.
Leon menatap lurus ke depan, ia mengakui kenangan manis itu, tetapi tidak ingin mengingat dan mengulanginya lagi. Ia tidak tertarik sama sekali dengan pembahasan Laura.
Melihat raut wajah Leon membuat Laura kecewa, ia berharap sebelumnya hati pria itu bergetar mengingat kenangan mereka. "Maaf, aku malah merusak suasana. Tidak usah dipikirkan lagi."
Suasana kembali hening di sisa perjalanan mereka. Beberapa saat kemudian, mereka sampai. Leon pergi setelah bicara singkat dengannya. Laura menatap kepergian mobil Leon. Ia tahu perhatian Leon saat ini semata-mata karena bayinya, bukan karena dirinya.
Leon merutuk dirinya sendiri di perjalanan karena baru mengingat janjinya pada Anna. Sudah hampir jam sepuluh malam, tapi dia belum pulang juga. Ia susah membayangkan wajah kecewa Anna, membuat Leon mengemudi dengan kecepatan tinggi. Harusnya dia memberi kabar pada Anna, agar wanita itu tidak menunggunya.
Dan benar saja, ketika sampai di rumah, ia menemukan istrinya ketiduran di sofa ruang tamu. Dari sana ia juga melihat meja makan yang terdapat nasi goreng spesial permintaannya, yang sudah dingin. Ia semakin merasa bersalah.
Leon meletakkan tas kerjanya, hendak membopong istrinya ke kamar mereka. Ketika Anna hampir berada di gendongannya, mata cantik itu terbuka. "Kau sudah pulang? Kenapa lama sekali?" pria itu meregangkan pelukannya.
"Maaf sayang, tadi... Ada masalah di kantor saat aku akan pulang. Dan malah lupa mengabarimu." Leon tidak berani jujur dengan apa yang sudah dia lakukan, mengingat baru semalam perdebatan terjadi karena Laura.
Anna menatap mata pria itu, menelisik apakah ada kebohongan. Mungkin mata pria itu pandai berbohong, tetapi aroma bedak bayi yang berasal dari kemejanya membuktikan kebohongannya.
Anna melepas tubuhnya dari pria itu, senyum getir di bibirnya membuat Leon heran. "Kau membeli parfum baru?" ia bertanya dengan wajah datarnya.
Leon menggeleng, "Tidak, memangnya bau apa?" Leon mencium kemejanya. Pria itu membeku setelah mencium aroma bayi dari kemejanya. Ia ketahuan hanya dalam sekejap.
"Sayang." panggilnya dengan jantung berdebar. Ia seperti ketahuan mencuri dengan raut wajah piasnya. "Aku bisa menjelaskan padamu."
"Tadi sudah kuberi kesempatan untuk menjelaskan, tapi kau malah berbohong." di mata wanita itu hanya ada kekecewaan yang dalam.
"Aku tidak melarangmu bertemu dengannya, bagaimana pun kau memiliki putra darinya. Sejak awal aku sudah tahu hubungan kalian tidak akan berakhir sejak anak itu ada." ucap Anna dengan hati yang terluka.