Cerita ini hanya fiksi belaka. cerita ini mengandung cerita dewasa. Lebih bijak lagi mencari bacaan sesuai umur.
"Kita memang menikah tapi saya belum tentu cinta sama kamu karena cinta saya hanya untuk almarhum istri saya. Saya akan bertanggung jawab dengan anak-anak mu dan kamu. Jangan pernah berharap untuk saya cinta kepadamu. Tapi karena menikah sah KUA kebutuhan biologis bisa kita bicarakan nanti." Ucap Braja.
"Tenang saja Tuan saya tak akan menuntut cinta sama anda. Yang penting anda bisa melindungi anak-anak saya itu sudah cukup untuk saya." Ucap Berlian.
"Soal nafkah nanti kita bicarakan lagi." Ucap Braja.
"Jangan terlalu di pikirkan tentang nafkah untuk saya Tuan. Yang penting tuan bisa tanggung jawab dan perhatian dengan anak-anak saya sudah cukup. Saya masih bisa memenuhi kebutuhan saya sendiri." Ucap Berlian.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rr716, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
bab 33 CBDN
Braja dan yang lain langsung keluar dari ruang dokter. Dokter langsung masuk ke sana. Detak jantung Berlian tiba-tiba hilang, tapi di saat dokter berusaha detak jantung nya kembali lagi.
Di alam lain Berlian bertemu ibunya.
"Kenapa di sini sayang kasihan anak-anak kamu sayang. Bara dan Brima masih kecil loh. Ini bukan tempat kamu. Pulang nak jangan main di sini."
"Mah.... Lian kangen mamah. Mah... tempat ini nyaman banget." Ucap Berlian.
"Emang bener-bener nyaman tapi lebih nyaman di dunia sayang. Pulang ya kamu baru nikah kan. Lihat tuh Braja nangis tuh dia orang baik sayang. Dia tak seperti orang itu yang nyakitin kamu. Kalau kamu sakit begini kamu bikin sakit juga kembar. Kamu lihat mereka sama seperti kamu tidur juga. Liat Brama baru beberapa hari dengan kamu dia tau kamu sakit kecelakaan hancur dia tuh. Jangan sampe dia sampe depresi seperti dulu yang balik lagi ke Brama yang suka mabuk-mabukan. Pulang sayang mereka semuanya butuh kamu. Mereka semua sayang kamu."
"Kembar... Bara, Brima, Brama, Braja siapa mereka mah. Lian kan masih sekolah mah masa Lian punya anak mamah ini suka bercanda." Ucap Berlian.
"Sayang....kamu itu sudah punya anak loh. Sayang mamah gak bisa nemenin kamu lama-lama. Kamu cepet pulang ya sayang mamah pergi dulu."
"Mah kepala Lian sakit mah. Eeeehhhh...mamah mau kemana....mah...mah jangan tinggalin Berlian mah..." Ucap Berlian.
"Hayu ikut saya kamu tak bisa lama di sini. Belum waktunya kamu di sini."
"Kamu siapa?"
"Saya Rara dokter yang menangani kamu."
"Ini emang dia mana, kenapa tadi saya bisa ketemu mamah saya?"
"Kita ada di dunia lain dunia tempat orang-orang nunggu nanti hari kepastian. Ada sebagian yang di sini ada sebagian juga di tempat yang tak layak. Kebetulan ibu kamu itu orang baik jadi dia tinggal di sini. Tenang saja dia bahagia di sini dengan orang tuanya. Hayu ikuti saya ke arah sana, kita tak bisa lama di sini. Nanti suster dan asisten saya keburu sadar saya kalau ada yang beda dengan saya."
"Hem...iya." Ucap Berlian yang langsung ikut Rara.
Di dunia nyata.
"Alhamdulillah akhirnya pulang." Guman Rara.
"Hah...dok...jantung saya kaya yang mau coplok dok. Padahal tadi stabil dok tiba-tiba kritis lagi." Ucap suster.
"Nyonya ini lagi main dulu tadi. Ya udah...kalian pantau terus ya paling sebentar lagi dia bangun. Saya mau keluar dulu mau ngobrol sama keluarga nya." Ucap Rara.
Rara keluar dari ruangan Berlian dan ada Braja dan Surya di sana dan suami si dokter.
"Gimana dok istri saya?" Tanya Braja.
"Alhamdulillah sudah melewati masa kritis. Seperti nya sebentar lagi dia bangun."
"Alhamdulillah...Makasih dok."
"Sama-sama saya mau keruangan saya dulu. Gendong sayang Rara lemes." Ucap dokter.
"Iya sayang." Ucap suami si dokter yang langsung gendong dan langsung pamitan pergi dari sana.
Di rumah.
"Bang Panjul mamih meni lama iiiiiiiiiiiihhhhhhh....meni gak pulang-pulang. Katanya mau makan baso barengan. Abang sama teteh juga tidur gak bangun-bangun pikasebelen." Ucap Bara.
"Sabar Abang sama teteh kamu kecapean makanya tidur." Ucap Brama.
"Gak jadi pasti ini mah." Ucap Bara.
"Jadi tapi makan di rumah bang Panjul udah pesen barusan. Tungguin ya bang Panjul juga pesen nasi Padang kesukaan Bara." Ucap Panjul.
"Mantap makasih bang Panjul nanti uangnya Bara gantiin pas Daddy datang." Ucap Bara.
"Emang Berani minta uang sama Daddy?" Tanya Brama.
"Gak berani sih tapi nanti bilang mamih. Biar mamih yang minta sama Daddy." Ucap Bara.
"Kakak kenapa matanya bengkak kaya abis nangis?" Tanya Bara.
"Hah....tadi bang Panjul cubit kakak. Karena tadi di jalan kakak ngebut bawa motor nya." Ucap Brama.
"Bejakeun ka mamih hayo bang Panjul. Jangan cubit kakak iiiiiiiiiiiihhhhhhh...yang mana yang di cubit sini sama Bara di jampe biar cepet sembuh." Ucap Bara yang langsung naik ke pangkuan Brama.
"Ini tangan." Ucap Brama yang ngasih tangannya.
"Bang Panjul iiiiiiiiiiiihhhhhhh...lihat ini sampe merah." Ucap Bara.
"Maap abisnya dari pada celaka di jalan mending saya cubit. Biar gak nakal lagi, Saya udah sering ingetin den Brama tapi den Brama nya nakal terus." Ucap Panjul.
"Iya sih mamih juga bilang kalau gak bisa di ingetin pake mulut kudu di cubit atau gak di sunat dua kali biar nurut." Ucap Bara.
"Sadis pisan." Kompak Bara dan Panjul.
Brian dan Briana akhirnya bangun. Dan Bara dan Brama langsung ke arah mereka.
"Alhamdulillah akhirnya bangun juga kalian." Ucap Brama.
"Bara tolong ambilin teteh minum teteh haus. Ambil Aqua botol ajah di kulkas ya 2 botol." Ucap Briana.
"Oke..." Ucap Bara yang langsung lari ke arah dapur.
"Jujur bang pasti mamih gak baik-baik saja kan?" Tanya kembar.
"Hah...maap ya. Daddy bilang jangan sampe kalian tahu dulu. Tapi tenang ajah mamih udah lewat masa kritis. Tadi di pabrik ada kecelakaan mamih ketimpa box-box isi makanan." Ucap Brama.
"Astaghfirullah...tapi sekarang gimana?" Tanya Briana.
"Kata bang Surya sempet kritis tadi tapi Alhamdulillah sekarang sudah stabil lagi dan bentaran lagi juga katanya bangun kata dokter nya." Ucap Brama.
"Teteh......cuma ada satu." Teriak Bara yang lari ke arah mereka.
"Gak apa-apa sini, makasih ya..." Ucap Briana.
"Sama-sama teteh." Ucap Bara.
"Kalian udah bangun?" Tanya Ubay yang baru masuk.
"Belum masih tidur ini." Ucap Brian.
"Idih... emosian wae. Gantian yang ikut gue nanti panen. Mau siapa dulu suit dulu kalian, kamu Bara gak usah ikutan panen kamu diem di sini ajah. Om takut kamu kenapa-kenapa nanti masalah ke kebun yang jauh bukan yang di belakang rumah." Ucap Ubay.
"Miris pisan nasib anak kecil." Ucap Bara.
"Makanya cepet gede. Kamu sama Panjul ajah di sini ya. Nanti pulangnya Om beliin cilok." Ucap Panjul.
"Gak mau..." Ucap Bara.
"Naha gak mau cilok?" Tanya Ubay.
"Si mangnya panuan." Jawab Bara.
"Hahahaha..... amit-amit iiiiiiiiiiiihhhhhhh....kamu beli cilok yang dimana?" Tanya Ubay.
"Yang di depan sekolah. Tapi kan gak jadi beli kata Daddy si mangnya panuan." Jawab Bara.
"Ya udah nanti di beliin martabak telor ajah lah. Cilok mah gampang nanti kita bikin ajah sendiri. Lebih nikmat daki kita sendiri dari pada daki orang lain. Tapi kalau di pikir-pikir kan kita juga suka baso ya. Mana si mangnya bikinnya pake tangan juga dan pake celana juga. Berati kita makan daki si mangnya." Ucap Ubay.
"Pengen muntah kan jadinya." Ucap Brama yang lari ke kamar mandi.
"Idih...dia mah sok langsung di bayangin wae." Kata Panjul.
"Naha pake celana jorok atuh Om iiiiiiiiiiiihhhhhhh..." Ucap Bara.
"Adek kalau si mangnya bikin baso gak pake celana lebih jorok nanti si borokokok nya kemana-mana atuh gundal gandul nanti." Ucap Brian.
"Hahahaha....si Brian meni jelas pisan." Ucap Ubay.
"Kakak dulu yang ikut ya biar nanti malem salah satu dari kalian bisa nemenin." Ucap Brama.
"Hem...oke..." Kompak kembar.
"Jangan lupa makannya Brima jangan banyak-banyak. Jangan bubur instan tapi bubur yang udah di bikin mamih yang di mejikom kecil itu. Sayurnya di satukan ajah jangan lupa kasih tahu." Ucap Brama.
"Oke..." Kompak keduanya.
Brama dan Ubay akhirnya ke rumah sakit juga di jalan mereka beli makanan buat Braja dan Surya.
"Beli apa Daddy kamu ada alergi gak?" Tanya Ubay.
"Daddy cuma alergi cewek ajah. Tapi semenjak sama mamih kayanya sembuh. Daddy gak pernah merah-merah lagi badannya. Gendong Briana juga waktu sakit gak kambuh penyakit nya." Ucap Brama.
"Bagus kalau gitu mah. Oh...iya kalian harus terus sekolah walaupun keadaan begini. Karen agak mungkin cuma beberapa hari. Paling sebentar tiga hari." Ucap Ubay.
"Om.....gak jadi ke jakarta?" Tanya Brama.
"Gak tau bingung. Mamih kamu lagi gini Om gak tega ninggalin kalian. Dan pasti nya Daddy kalian sibuk nungguin mamih kalian." Ucap Ubay.
"Om emang dapet kerjaan di mana di perusahaan apa?" Tanya Brama.
"PT Barata Jaya." Ucap Ubay.
"Tau gak yang punya nya siapa?" Tanya Brama.
"Braja Barata Abimana." Ucap Ubay.
"Sama gak sama nama Daddy?" Tanya Brama.
"Astaga....jangan bilang Daddy kamu yang punya perusahaan itu?" Tanya Ubay.
"Hehehehe....iya.... Om ambil divisi apa emang?" Ucap Brama.
"Disain..." Ucap Ubay.
"Gampang kalau disain bisa di kerjain di sini nanti Brama yang handel. Brama ya g bilang pengacara." Ucap Brama.
"Tapi kan Om di suruh ke jakarta langsung Brama." Ucap Ubay.
"Besok pasti pengacara Daddy ke sini dia yang handel perusahaan di jakarta. Nanti Brama ngobrol sama dia tenang ajah. Brama juga sama di divisi disain. Tapi di bagian fashion nya." Ucap Brama.
"Itu beda PT lagi kan?" Tanya Ubay.
"Sama satu PT dan pabrik olahan daging juga kan yang di jalan s itu sama cabangnya. Nah Om kalau mau mending yang cabang sini ajah. Dari pada jauh-jauh ke Jakarta." Ucap Brama.
"Kirain yang di sini gak satu PT." Ucap Ubay.
"Satu PT ko...cuma kan yang di sini mah masih Baru. Mana lagi penambahan pembangunan pabrik juga kan itu. Buat pabrik jaket dan baju." Ucap Brama.
"Mantap kalau gitu mah. Om mau ngobrol sama Daddy kamu langsung ajah." Ucap Ubay.
"Oke gak jadi masalah. Kan lumayan kalau kerja di sini paling kerja sampe jam 4. Nanti sekitar jam 7 bisa jualan lagi Om." Ucap Brama.
"Iya bener masih bisa bantu bapak jualan. Bener juga udah deh di sini ajah. Toh mamih kamu juga trauma buat pulang ke jakarta." Ucap Ubay.
"Mamih punya rumah di jakarta?" Tanya Brama.
"Punya di perumahan biasa. Di kontrakan rumah nya sama mamih kamu." Ucap Ubay.
"Mantap atuh mana kontrakan di jakarta sebulan ajah bisa satu juta kan Om?" Tanya Brama.
"Iya bisa.... Itu satu bulan satu juta lima ratus ribu." Ucap Ubay.
"Wah...mantap." Ucap Brama.
"Lebih banyak duit kamu lah. Gaji kamu lebih dari rumah kontrakan kan?" Tanya Ubay.
"Iya sih tapi kan sekarang di sita mamih gak boleh pegang ATM dulu. Kata mamih pake uang jajan secukupnya yang di kasih mamah ajah. Masalahnya takut kalau megang uang banyak nanti segala di beli. Saya ya...gitu mamih takut Brama terjerumus ke yang aneh-aneh karena megang uang banyak." Ucap Brama.
"Jangan kan kamu, Om ajah yang udah nikah di kasih uang jajan sama istri om. Om cuma megang uang jajan sama uang bensin doank. ATM Om pasti di sita hehehehe..." Ucap Ubay sambil nyengir.
"Kasihan... Pasti Tante Una takut Om selingkuh kali, takut uang Om di kasihin ke selingkuhan Om." Ucap Brama.
"Hah.. bener pisan." Ucap Ubay.