Pernikahan Tanpa Hati

"Chris, jangan menjauh dariku… kita sudah saling kenal sejak dulu. Apa kau tega? Sejak Alan pergi, kau selalu menjagaku dan memperhatikanku," ucap Neliza lirih, mencoba mendekati Chris. Suaranya bergetar.

Chris menatapnya tanpa emosi. Tatapannya dingin, seolah baru hari ini ia melihat siapa Neliza sebenarnya.

"Aku baru sadar satu hal," ucap Chris perlahan, namun tegas. "Pesan yang kau kirim kepada istriku itu ... kau kirim tiga tahun lalu. Sebelum Alan pergi meninggalkanmu." Chris mengangkat ponselnya, menunjukkan pesan itu. "Itu artinya, sejak awal kau sudah berniat memisahkanku dengan istriku, bahkan saat kau masih punya suami."

Wajah Neliza langsung memucat.

Chris melanjutkan, nadanya tajam seperti pisau,

"Dan sekarang aku mulai ragu… kenapa Alan bisa pergi begitu saja? Jangan-jangan dia menyadari kau adalah wanita sembarangan?"

"Chris!" Neliza memejamkan mata, menahan tangis. Ia mengambil napas panjang, lalu berkata dengan jujur tapi putus asa,

"Aku memang… sudah lama tertarik padamu. Saat Alan membawaku dan memperkenalkan aku kepadamu… saat itu di mataku hanya ada dirimu. Kau punya aura yang kuat, yang tidak dimiliki Alan."

Lolly mengepalkan tangan, menahan amarah. Sementara Chris hanya menggeleng kecil, kecewa lebih besar dari rasa marahnya.

"Neliza," ucap Chris, langkahnya mendekat satu langkah ke arahnya. "Sepertinya aku benar-benar salah selama ini… karena terlalu mengasihani anak dalam kandunganmu."

Neliza menatapnya dengan mata membesar, seperti tidak percaya kalimat itu keluar dari mulut Chris.

"Alan pergi… apakah itu karena kau menyakitinya?" tanya Chris. "Setahuku, Alan bukan pria yang tidak bertanggung jawab. Dia tidak pernah mengatakan bahwa dia jatuh cinta pada wanita lain. Waktu itu… aku percaya padamu, pada ceritamu. Dan aku tidak curiga sedikit pun."

Suara Chris melembut, tapi justru lebih menusuk.

"Kalau saja saat itu aku tidak sedang fokus dengan bisnis di luar negeri… mungkin aku sudah mencari tahu semuanya lebih cepat."

Neliza mulai menangis keras, tubuhnya goyah.

"Chris… aku—"

"Aku tidak peduli apakah Alan memang mengkhianatimu atau tidak. Kau pantas menerima semuanya. Sekarang, lenyap dari hadapanku sebelum aku melemparmu ke sungai jadi santapan buaya," ujar Chris dingin. Matanya memancarkan amarah yang selama ini ia pendam.

Ia memberi kode ke Marco.

Marco langsung maju dan mencengkeram lengan Neliza dengan kasar.

"Marco! Lepaskan aku! Chris! Jangan lakukan ini padaku!" teriak Neliza panik, berusaha melepaskan diri. Namun tak ada satu pun yang peduli. Isak tangisnya terdengar memecah ruangan, tapi Chris tak sedikit pun menoleh lagi.

Wang Li dan Jenny hanya terdiam, wajah mereka berubah pucat, lalu memerah karena malu—malu pada diri sendiri, malu karena pernah membela Neliza dengan membabi buta.

"Bagaimana?" tanya Chris dengan nada menghina. "Masih berharap anak dalam kandungan wanita itu menjadi cucu keluarga Zhao?"

Jenny menunduk, suaranya bergetar.

"Chris… kami minta maaf. Aku tidak menyangka Neliza adalah wanita sekeji itu."

"Dia memang keji," balas Chris tajam. "Tapi kalian jauh lebih bodoh. Kalian percaya pada orang asing tanpa mencari tahu. Lolly itu adik iparmu, menantumu, keluarga sendiri. Tapi kalian hina, rendahkan, dan kalian paksa cerai denganku hanya karena wanita asing itu."

Lolly berdiri di samping, namun kata-kata itu seperti pisau yang memotong perlahan. Ia menghela napas panjang, lalu berbalik dan melangkah pergi.

"Lolly!" seru Wang Li sambil menghentikan langkahnya.

Wanita itu menatap Lolly dengan mata berkaca.

"Mama… minta maaf padamu."

Lolly terdiam sesaat, lalu menghembuskan napas, menahan air mata yang ingin jatuh.

"Selama tiga tahun kalian menghinaku, memperlakukanku seperti orang luar. Setelah kemunculan Neliza, kalian bahkan menghina aku dengan uang, memaksaku bercerai. Semua kata-kata kalian seperti pisau tajam yang mengiris hatiku. Dan sekarang kau hanya bilang maaf, lalu semuanya selesai? Mustahil."

Ia menggeleng pelan. "Tenang saja. Aku sadar diri. Aku tidak akan kembali ke tempat yang tidak pernah menyambutku."

Lolly beranjak pergi. Wajahnya tenang, tapi hatinya penuh luka.

"Lolly!" Chris segera mengejarnya, keluar dari rumah.

"Lolly!" Chris memegang lengannya, memaksanya berhenti. "Semuanya sudah terungkap. Apakah kau masih ingin bercerai denganku?"

Lolly menatapnya lama. Ada keraguan, ada cinta, ada luka—semuanya bercampur menjadi satu.

Akhirnya ia berkata pelan, namun tegas,

"Chris… walaupun semuanya hanya salah paham, ada satu hal yang tidak bisa diubah. Perceraian itu… harus tetap dilakukan."

Chris tertegun. "Apa alasannya? Beri aku alasan yang tepat."

Lolly menatap mata Chris dengan ketegasan yang tak pernah ia tunjukkan sebelumnya.

"Pengajuanku sudah diterima di luar negeri. Aku ingin mengejar impianku. Saat aku menikah denganmu, aku telah melepaskan impianku. Dan kali ini… aku tidak ingin lagi melepaskannya."

"Aku akan mendukungmu. Aku tidak akan melarangmu mengejar impianmu," kata Chris pelan. Suaranya terdengar berusaha tegar, meski hatinya mulai retak.

"Bukan impian itu yang menjadi alasan utama aku ingin bercerai," ucap Lolly. "Sejak kita menikah… aku tidak pernah benar-benar bahagia. Saat kau pulang, aku merasa sedang tidur dengan orang asing. Tidak ada obrolan, tidak ada kedekatan, tidak ada perhatian sama sekali. Seolah aku menikah dengan pria asing yang selama ini hanya membeku di depanku."

Chris menundukkan kepala, rahangnya mengeras menahan penyesalan.

"Aku minta maaf," katanya akhirnya, suaranya bergetar samar. "Aku membuatmu merasa tidak aman dan tidak nyaman. Aku tidak pandai dalam urusan perasaan. Aku akui… aku terlalu fokus pada bisnisku dan mengabaikan hatimu. Tapi satu hal yang tak pernah berubah ... di mana pun aku berada, tidak pernah ada wanita lain di sisiku. Lolly… selama hidupku hanya kau satu-satunya wanita yang aku izinkan masuk ke duniaku."

Lolly memejamkan mata sejenak, menahan emosi yang mengaduk-aduk dadanya.

"Chris… sekali lagi aku mohon padamu. Mari kita selesaikan semuanya. Setelah itu… kita jalani hidup masing-masing."

"Apakah kau akan merasa lega kalau kita bercerai?" tanya Chris pelan.

Lolly mengangguk. "Benar."

Chris menarik napas panjang, nyaris seperti mengumpulkan seluruh sisa kekuatannya.

"Baiklah. Besok kita pergi mengurus semuanya. Aku akan menuruti permintaanmu. Tapi ada satu syarat."

Lolly mengernyit. "Syarat apa?"

"Karena kita sudah menjadi suami istri selama tiga tahun…" Chris menatapnya dalam-dalam. "Aku akan memberikan pembagian harta. Jangan menolak. Itu tanggung jawabku. Anggap saja kompensasi dari suami yang gagal. Jika kau setuju… besok kita bisa bercerai."

Lolly terdiam sejenak lalu mengangguk.

"Aku setuju. Sampai jumpa besok."

Ia kemudian berbalik dan masuk ke mobilnya. Gaunnya bergoyang lembut mengikuti langkah tegasnya, meninggalkan Chris sendirian di halaman rumah.

Chris memandangi mobil itu menjauh. Tangannya mengepal, matanya berkaca-kaca. Untuk pertama kalinya setelah bertahun-tahun, ia merasakan apa itu takut kehilangan.

"Lolly…" bisiknya dengan suara patah.

"Aku menuruti keinginanmu… karena aku mencintaimu. Walau kita bercerai, aku tidak akan berhenti mengejarmu. Aku akan mengejarmu dengan caraku."