Duke tumbuh miskin bersama ayah angkatnya, dihina dan diremehkan banyak orang. Hidupnya berubah ketika ia dipaksa menikah dengan Caroline, cucu keluarga konglomerat Moreno, demi sebuah kontrak lama yang tak pernah ia mengerti.
Di mata keluarga besar Moreno, Duke hanyalah menantu tak berguna—seorang lelaki miskin yang tak pantas berdiri di samping Caroline. Ia diperlakukan sebagai budak, dijadikan bahan hinaan, bahkan dianggap sebagai aib keluarga.
Namun, di balik penampilannya yang sederhana, Duke menyimpan rahasia besar. Masa lalunya yang hilang perlahan terungkap, membawanya pada kenyataan mengejutkan: ia adalah putra kandung seorang miliarder ternama, pewaris sah kekayaan dan kekuasaan yang tak tertandingi.
Saat harga dirinya diinjak, saat Caroline terus direndahkan, dan saat rahasia identitasnya mulai terkuak, Duke harus memilih—tetap bersembunyi dalam samaran, atau menunjukkan pada dunia siapa dirinya yang sebenarnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ZHRCY, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
PENGAWAL BARU
Saat keluarga Moreno sedang sarapan, suasana di sekitar meja makan terasa tenang sampai Caroline dan Duke masuk ke ruang makan.
Rasa permusuhan itulah yang dirasakan pasangan itu dari beberapa kerabat mereka.
Namun Caroline duduk di kursinya, berpura-pura untuk tidak melihat tatapan penuh kebencian dari para sepupunya, tatapan marah dari paman-pamannya, dan ekspresi dingin dari istri-istri mereka.
"Selamat pagi," gumam Caroline, menatap piringnya.
Gema tanggapan yang setengah hati dari para paman dan bibinya mengelilingi meja. Kemudian dia mendapat sambutan hangat dari orang tuanya, dan tanggapan normal dari kedua kakek neneknya.
Namun Agnes dan sepupu-sepupunua yang lain tetap diam dan terus menatap Caroline dengan penuh kebencian.
"Pagi yang menyenangkan untuk semua," kata Duke sambil tersenyum kepada keluarga.
Yang dia dapatkan sebagai balasan hanyalah keheningan total dan tatapan dingin.
"Pagi akan menyenangkan kalau saja kau tidak ada di sini. Kehadiranmu merusak selera makan orang lain." gumam Albert, tapi cukup keras untuk didengar semua orang.
Suara cekikikan samar terdengar di sekitar meja, namun Nyonya Victoria dan Tuan Moreno pura-pura tidak mendengarnya.
"Aku ada pekerjaan pagi ini di lokasi konstruksi, jadi aku mohon izin untuk pergi dulu," kata Duke dengan tenang di matanya.
"Apa gunanya mengumumkan kepergianmu kalau sudah jelas tidak ada yang menginginkanmu di sini!" kata William dengan nada kesal.
Agnes mendengus kesal kepada Duke, memutar matanya dan bergumam, "Kecuali Caroline. Sepertinya dia jatuh cinta mati-matian dengan pecundang ini. Benarkah begitu, sepupuku?"
"Memangnya kenapa? Bagaimanapun juga, dia suamiku." gumam Caroline, sama sekali tidak tersinggung oleh ucapan sepupunya.
"Bangga menjadi istri seorang pekerja konstruksi paruh waktu itu bukan hal yang lucu, Caroline, itu memalukan karena seluruh keluarga kita harus ikut menanggung rasa malu bersamamu."
"Tapi dia melakukan yang terbaik. Bukankah itu seharusnya dihargai."
Wajah Nyonya Victoria mengernyit saat menatap Caroline dan berkata, "Berhentilah menyemangati suamimu terutama karena semua yang dia lakukan untuk keluarga ini tidak berarti apa-apa!"
"Maaf, nenek."
Kesedihan menyelimuti mata Nyonya Victoria saat dia menatap suaminya dan bergumam, "Terkadang, aku tidak bisa menahan diri untuk tidak menyalahkan kita karena menikahkan dia dengan laki-laki itu, padahal mengetahui aib yang akan dibawa ke keluarga kita."
Setelah sedikit batuk, Tuan Moreno menarik kerah bajunya dan berkata, "Kita harus melakukan apa yang harus kita lakukan demi memenuhi janji ayahku."
Saat itu, matanya bertemu dengan wajah tenang Duke, lalu dia mendengus kesal dan dengan dingin bertanya, "Apa yang masih kamu lakukan di sini?"
Tanpa sepatah kata pun, Duke pergi, berusaha keras untuk tidak tertawa.
Beberapa menit kemudian, dia tiba di rel kereta Old railway di Lane Street dan masuk ke dalam sebuah Mercedes-Benz yang terparkir di pinggir jalan.
Lalu dia menatap Marcellus yang mengawasinya lewat kaca spion sebelum menatap pria kekar yang duduk di kursi depan.
"Siapa dia?" tanya Duke, sudah bisa menebak.
"Pengawal barumu. Namanya, 'K." jawab Tuan Marcellus sambil menyalakan mesin.
"Aku tidak butuh pengawal."
"Ayahmu berpikir sebaliknya."
Merasa kehabisan kata-kata, Duke membiarkan saja, bersandar di kursinya, lalu bertanya, "Apa agenda hari ini?"
"Ayahmu mengadakan rapat dewan direksi untuk membahas proyek resor senilai 2,5 miliar dolar. Aku akan membawamu ke Hotel Deluxe untuk berganti pakaian, lalu tujuan kita berikutnya adalah Hotel Crystal." kata Marcellus sambil menginjak pedal gas.
"Apakah ada wartawan?"
"Tidak. Pertemuan ini rahasia, dan seluruh hotel sudah dikosongkan. Hanya mereka yang diundang oleh ayahmu yang akan hadir."
"Baik."
Sekitar empat puluh lima menit kemudian, Marcellus memarkir mobil di area parkir Hotel Deluxe, lalu ia dan K mengawal Duke masuk ke gedung pencakar langit setinggi 492 kaki itu.
Kemudian dia membawa Duke ke dalam lift, dan saat itu, seorang wanita mencoba masuk setelah mereka, tetapi K menghalangi jalannya dan berkata, "Lift ini sudah dipesan, Nyonya. Silahkan gunakan lift yang lainnya."
Raut terkejut terlihat jelas di wajah wanita itu saat dia mencoba melihat ke arah Duke, tapi topi dan kacamata Duke menyembunyikan wajahnya.
Namun, dia terus menatap sampai pintu lift menutup di depannya.
Saat lift berhenti dan pintunya terbuka, Tuan Marcellus bersama Duke dan K berjalan ke koridor.
Lalu mereka membawa Duke ke sebuah suite eksekutif dan keluar, memberi dia privasi untuk berganti pakaian.
Setelah menunggu di depan pintu beberapa saat, akhirnya pintu terbuka dan Duke keluar dengan mengenakan setelan jas tiga potong slim-fit biru, rambutnya ditata rapi gaya Quiff klasik, sepatu desainer, dan jam tangan berlian biru.
"Kau sudah siap, Tuan Muda?" tanya Marcellus sambil menunduk ke arah lantai.
"Ya, ayo pergi," kata Duke, mengenakan topinya sebelum memakai kacamata hitamnya.
Beberapa menit kemudian, saat ia, Marcellus, dan K kembali masuk ke area lift, mereka melihat wanita yang sama berdiri tidak jauh dari mereka.
Saat mereka berjalan melewatinya, Duke mendengar dia bergumam, "Siapa yang bisa begitu penting sampai Tuan William mengizinkan tangan kanannya mengawal dia?"
Mengabaikan ucapannya, dia sedikit menundukkan topinya dan terus berjalan.
Akhirnya, tepat pukul sepuluh, Tuan Marcellus memarkir mobil di area parkir "Hotel Crystal", dan mereka bertiga turun dari mobil.
Saat mereka tiba di lobi hotel, Tuan William sudah menunggu putranya dengan banyak pengawal yang berjaga di mana-mana.
Sebuah kerutan muncul di wajah Duke saat dia mendekati ayahnya. Lalu dia berhenti satu langkah darinya dan bergumam, "Kenapa dengan semua pengamanan ini?"
"Aku tahu sebelum kau ditemukan olehku, kau menjalani hidup sebagai orang biasa. Tapi sekarang kau berdiri disampingku sebagai pewarisku, kau bukan lagi orang biasa. Inilah hidup barumu di sisiku." kata Tuan William sambil menepuk bahunya.
Kemudian dia melepas topi dari kepala Duke dan memberikannya kepada salah satu pengawal sebelum melepas kacamata hitamnya dan menyerahkannya pada pengawal lain.
Setelah itu, ia mengusap telapak tangannya di rambut anaknya dan berkata, "Apakah kau siap memiliki tempatmu di sisiku?"
Rasa ragu sejenak melanda Duke. Lalu ia mengenyahkannya dan berkata, "Siap sepenuhnya.”
~ ~ ~
Seluruh ruang rapat terdiam saat para anggota dewan menatap Mario, Agnes, Glen, dan Roger.
Setelah duduk dalam keheningan beberapa saat, salah satu anggota dewan sedikit mengernyit dan bertanya, "Kami berkumpul sesuai permintaan kalian semua. Jadi, rapat ini tentang apa?”