NovelToon NovelToon
CINTA DARI MASA LALU

CINTA DARI MASA LALU

Status: sedang berlangsung
Genre:Cintapertama / Berondong / Ketos / Kehidupan di Kantor / Fantasi Wanita
Popularitas:1.4k
Nilai: 5
Nama Author: ASEP SURYANA 1993

Email salah kirim, meeting berantakan, dan… oh ya, bos barunya ternyata mantan gebetan yang dulu menolak dia mentah-mentah.
Seolah belum cukup, datang lagi intern baru yang cerewet tapi manisnya bikin susah marah — dan entah kenapa, selalu muncul di saat yang salah.

Di tengah tumpukan laporan, deadline gila, dan gosip kantor yang tak pernah berhenti, Emma harus belajar satu hal:
Bagaimana caranya tetap profesional saat hatinya mulai berantakan?

Antara mantan yang masih bikin jantung berdebar dan anak magang yang terlalu jujur untuk dibiarkan begitu saja, Emma akhirnya sadar — cinta di tempat kerja bukan cuma drama… tapi juga risiko karier dan reputasi yang bisa meledak kapan saja.

Cinta bisa datang di mana saja.
Bahkan di ruang kerja yang penuh tawa, kopi tumpah, dan masa lalu yang tak pernah benar-benar pergi.

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon ASEP SURYANA 1993, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

EPISODE 29 — Perang Bayangan

Senin pagi di Vibe Media.

Biasanya, kantor ramai oleh suara mesin kopi dan obrolan ringan.

Tapi kali ini — hening.

Seolah ada kabut tak terlihat yang menggantung di udara.

Emma berjalan ke mejanya, mendapati beberapa rekan kerjanya menatap layar ponsel dengan ekspresi canggung.

Begitu ia lewat, dua orang berbisik pelan, lalu berpura-pura sibuk.

Samantha mendekat cepat, wajahnya tegang.

“Em, kau udah lihat Twitter?”

Emma mengerutkan dahi. “Belum. Kenapa?”

Samantha menyerahkan ponselnya.

Di layar, ada unggahan viral dari akun anonim bernama @OfficeLeaksNY.

Isi unggahan itu adalah tangkapan layar palsu percakapan antara “Emma” dan seorang karyawan pria — terlihat seolah Emma sedang menggoda pria itu untuk mendapatkan promosi.

Di bawah gambar itu, caption-nya menyengat:

> “Begini caranya naik jabatan di Vibe Media. Tidak perlu kerja keras, cukup pesona.”

Jumlah retweet: 2.300.

Komentar: ribuan.

Beberapa menyebut nama Emma secara langsung.

Wajahnya memucat. “Itu... bukan aku. Itu bukan aku!”

Samantha menggigit bibir. “Aku tahu. Tapi orang-orang belum tentu percaya.”

---

Di ruangannya, Liam menatap unggahan itu dengan ekspresi datar.

Trisha berdiri di belakangnya, tampak ragu.

“Ini kerjaanmu?” tanyanya pelan.

Liam menutup laptopnya dengan tenang. “Aku cuma memanfaatkan apa yang sudah beredar.”

“Jadi... itu bukan kamu yang nyebarin?”

Ia menatapnya dengan senyum dingin. “Trish, dunia ini bekerja dengan satu prinsip sederhana: siapa yang terlihat bersalah, itulah yang kalah.”

Trisha menatapnya lama. “Kau mulai menyerang di luar kantor sekarang.”

Liam berdiri, merapikan jasnya. “Dia melanggar aturan duluan. Aku hanya menyeimbangkan permainan.”

---

Emma duduk di ruang pantry, menatap ponselnya yang terus bergetar karena notifikasi.

Kepalanya pusing, tangannya gemetar.

Ryan datang tergesa, membawa dua gelas kopi.

“Em! Aku baru tahu. Aku udah cek akun itu — itu pasti kerjaan Liam.”

Emma menatap kosong. “Dia nyebar fitnah, Ryan. Semua orang lihat. Aku bahkan belum sempat buka email HR, udah setengah kantor bisik-bisik.”

Ryan duduk di sampingnya. “Dengar, kita bisa buktikan kalau itu palsu.”

“Gimana caranya? Semua orang udah lihat.”

Ryan mencondongkan tubuh, berbicara pelan. “Aku bisa minta bantuan Zane buat telusuri metadata gambar itu. Kalau itu editan, kita bisa tunjukin.”

Emma menatapnya, separuh harap, separuh takut. “Dan kalau itu gagal?”

“Kalau itu gagal,” kata Ryan, “aku bakal bikin Liam gagal juga. Di depan semua orang.”

---

Sementara itu, grup chat kantor mulai ramai.

Beberapa orang mengirim emoji mata, ada yang kirim link gosip, bahkan ada yang bertanya terang-terangan:

> “Emma beneran kayak gitu ya?”

Emma bisa melihat semuanya — karena seseorang dengan jahatnya menambahkan dia ke grup itu tanpa sadar.

Ia menatap layar, jantungnya seperti dihantam batu.

Tapi sebelum ia sempat mengetik balasan, Liam masuk ke ruangan besar untuk rapat mingguan.

“Baik,” katanya, suaranya dingin tapi terkontrol, “sebelum kita mulai, aku ingin mengingatkan semua orang tentang pentingnya menjaga profesionalisme. Dunia maya bukan tempat untuk mencoreng reputasi perusahaan.”

Beberapa pasang mata menatap Emma.

Ia menggenggam tangannya di bawah meja.

Ryan, duduk di seberangnya, menatap Liam dengan ekspresi dingin.

“Jangan khawatir,” katanya tiba-tiba, dengan nada tenang tapi tajam.

“Saya yakin orang yang paling sering main di dunia maya pasti paham risikonya.”

Liam menatapnya sekilas. “Kau bilang apa, Ryan?”

“Oh, tidak apa-apa. Hanya mengingatkan, Pak,” jawab Ryan dengan senyum kecil. “Kadang kebenaran bisa muncul dari IP address yang tak terduga.”

Ruangan mendadak sunyi.

Beberapa karyawan saling pandang.

Liam akhirnya tersenyum kecil. “Hati-hati dengan kata-katamu, anak muda.”

Ryan menatap balik. “Saya cuma menyukai data, bukan drama.”

---

Setelah rapat berakhir, Emma berlari kecil ke balkon belakang gedung.

Udara dingin menusuk, tapi setidaknya di sana sepi.

Ryan menyusul beberapa menit kemudian.

“Em…” katanya pelan. “Aku udah kirim datanya ke Zane. Dia bakal analisis gambar itu malam ini.”

Emma mengangguk pelan, suaranya nyaris hilang. “Aku nggak takut kehilangan kerjaan, Ryan. Aku cuma... takut semua orang percaya aku kayak gitu.”

Ryan menatapnya lama, lalu berkata pelan, “Orang bisa percaya apa aja yang mereka lihat. Tapi aku kenal kau. Aku tahu siapa kau sebenarnya.”

Ia meletakkan tangan di bahu Emma.

“Dan aku janji, sebelum minggu ini berakhir, semua orang juga bakal tahu.”

Emma menatapnya, matanya berkilat oleh rasa lega yang bercampur ketegangan.

Lalu ia menarik napas panjang, menatap lampu-lampu kota yang menyala di kejauhan.

> “Oke,” katanya akhirnya. “Kalau dia main kotor, kita main lebih bersih.”

Ryan tersenyum kecil. “Dan lebih cerdas.”

Emma tersenyum samar. “Dan lebih lucu.”

Ryan mengangkat alis. “Lucu gimana?”

Emma memandangnya dengan tatapan nakal. “Lucu karena nanti waktu dia jatuh, aku bakal pastikan seluruh kantor tahu... dia kepleset karena kebohongan sendiri.”

Keduanya tertawa pelan, tapi tawa itu hanya setipis kabut.

Karena jauh di dalam, mereka tahu — perang belum selesai.

---

Sementara itu, di ruang kerjanya, Liam menatap notifikasi baru di laptopnya.

Seseorang baru saja mengirimkan email anonim kepadanya:

> Subject: “Kau bukan satu-satunya yang bisa bermain.”

Attachment: Screenshot log akses admin.

Liam membukanya cepat — dan wajahnya langsung berubah tegang.

Ia berdiri, menatap layar itu dengan mata tajam.

Seseorang telah mengirimkan bukti bahwa log sistem dihapus dari akunnya sendiri.

Ia memutar tubuhnya, menatap bayangan dirinya di kaca jendela.

“Jadi,” katanya pelan, “kau mau perang, Emma?”

Dan untuk pertama kalinya, senyum percaya diri Liam pudar — tergantikan sesuatu yang lebih berbahaya: kemarahan.

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!