Nareshpati Sadewa Adibrata akhirnya bertemu lagi dengan.gadis yang sudah menolaknya delapan tahun yang lalu, Nathalia Riana.
Nareshpati Sadewa Adibrata
"Sekarang kamu bukan prioritasku lagi, Nathal."
Nathalia.Riana
"Baguslah. Jangan pernah lupa dengan kata katamu."
Semoga suka♡♡
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Rahma AR, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Rencana para sepupu
Setelah mengatakan kalo hari sudah terlalu sore, Nathalia dan sepupu sepupunya meninggalkan ruangan rawat inap gurunya.
"Aku sudah mau keluar dari tadi," ketus Nevia saat mereka menyusuri lorong rumah sakit. Dia juga sudah ngga bisa menampakkan wajah baiknya lagi. Suasana hatinya memburuk dengan banyaknya prasangka yang bercokol di hatinya.
Dia.dan sepupunya akan menikah dalam hitungan hari. Tapi hubungan Nathalia sepertinya akan menemui badai besar gara gara orang ketiga yang keberadaannya ngga dianggap.
"Aku juga," sahut Ayra. Dia mati matian menahan diri untuk terus bersikap manis di depan gurunya.
Apa perasaannya saja kalo gurunya sedang menyodor nyodorkan anaknya Ratna pada Naresh?
Karla menghela nafas panjang. Adelia dan Luna menatap Nathalia yang wajahnya juga nampak masam.
"Kok, aku merasa Bu Lilis mau menjodohkan anaknya dengan Naresh, ya," ucap Ayra ngga tahan untuk mengungkapkan isi pikirannya.yang menjelimati otak kecilnya.
"Aku juga mikir gitu," sahut Nevia menimpali cepat.
"Kamu ngga ngerasa, Nath?" tanya Ayra ngga percaya kalo sepupunya ngga tau. Setaunya insting Nathalia sangat tajam. Tapi Nathalia belum merespon.
"Nathal?" panggil Karla ketika melihat Nathalia hanya diam saja. Sekarang mereka sudah berada di samping mobil mereka.
Nathalia menghela nafas panjang. Sebenarnya masih ingin dia rahasiakan, tapi kalo sudah begini, terpaksa dia harus berterus terang.
"Kata Naresh, Bu Lilis ingin menjodohkan anaknya dengannya. Tapi sudah ditolak Naresh."
"What's?" marah Nevia. Kalo sudah tau tadi, sudah dijudesin saja si Ratna Ratna itu
"Kenapa baru kasih tau sekarang....," sesal Adelia menahan kesal. Pantas tadi dia merasa gurunya seakan ingin menunjukkan kalo dia bisa mengendalikan Naresh di hadapan kembarannya. Adelia yang biasanya lembut jadi mengeluarkan umpatan kasar.
"An j iiir.....!"
"Mana diterima kerja lagi sama Naresh." Luna menghembuskan nafas panjang.
"Maksudnya Naresh apa? Katanya ditolak, tapi membiarkan gadis itu dekat dekat dengannya," decaknya melanjutkan.
Nathalia makin kepancing emosinya.
"Naresh aneh banget, Nath. Sudah tau kalo mau dijodohkan. Eh, malah diterima kerja di perusahaan dia tanpa setau kamu," tuduh Nevia marah.
Untung saja Milan ngga kayak gitu. Penyakit Milan cuma satu, diapelin para perempuan. Tapi Milan ngga maen rahasia rahasia begini kayak Naresh. Dia yakin Nathal baru tau kalo Naresh menghired Ratna. Nevia dapat melihat tadi keterkejutan di wajah Nathalia.
"Pasti Naresh belum kasih tau, kan, Nathal, kalo udah mempekerjakan Ratna," dengus Ayra tambah yakin menuduh.
Nathalia juga masih jengkel dan mangkel dengan keputusan Naresh yang ngga menanyakan pendapatnya menerima Ratna kerja di perusahaannya.
Katanya calon istri yang dia suka. Pasti bohong. Dia, kan, bukan prioritas. Emosinya sudah semakin naek.
"Iya," jawabnya jujur.
Terdengar macam macam makian kasar dari mulut sepupu sepupunya untuk Naresh.
"Kamu harus tegur Naresh. Dia ngga boleh merahasiakan hal hal yang bisa membuat kamu kesal," tegas Ayra menyarankan. Sebagai psikolog dia sangat memahami perasaan ngga dianggap yang dimiliki Nathalia saat ini.
"Kurang ajar memang Naresh. Suruh pecat Ratna. Biar kerja di tempatku aja. Mau aku tatar dia," tukas Nevia geram. Walaupun ngga suka, tapi ini demi kebahagiaan Nathalia.
"Jadiin og aja, Nev," kekeh Luna memberi saran. Yang lainnya pun terkekeh. Nathalia menyeringai.
"Sebesar apa, sih, hutang budi Naresh sama Bu Lilis. Sampai segitunya mau nolong guru dan anaknya itu," tukas Ayra ngga habis pikir.
Bu Lilis sudah melakukan apa untuk Naresh dan alm neneknya dulu.....
Mungkin ini pertanyaan yang ada di kepala mereka semua.
Nathalia juga ingin tau. Nanti akan dia tanya pada Naresh.
Kamu hutang budi apa, sih, sama Bu Lilis, Naresh!
"Iya, sampai mau menolong segitunya," lanjut Karla.
"Seperti Naresh satu satunya penolongnya saja. Memang sakitnya Bu Lilis sudah parah. Tapi anaknya, kan, juga sudah gede. Masa harus bergantung pada tunangan orang lain," analisa Adelia kesal. Dari penjelasannya saja, walaupun tidak belajar medis, Adelia tau. Kanker yang sudah bermetastasis sangat sulit untuk disembuhkan.
"Iya, sudah parah. Aku sudah mempelajari riwayat medisnya," ungkap Luna. Waktu tau Bu Lilis dirawat, Luna langsung menyelidiki penyakit apa yang diidap guru SMAnya itu.
"Harus cepat dicariin jodoh, biar ngga ganggu Naresh," tukas Karla memberikan solusi.
"Siapa? Abiyan?" cuit Nevia tiba tiba teringat sosok tengil itu. Tapi setelah menyebut nama sepupunya itu, dia malah tergelak.
"Kalo Abiyan mau." Luna juga ikut tertawa.
"Dikerjain, iya. Malah kasian, masih kelihatan polos," kekeh Karla. Tetap aja dia ngga tega Ratna dijahilin Abiyan. Abiyan sudah sangat pro.
"Kelihatannya kita memang butuh bantuan Abiyan," ucap Adelia setelah tawa mereka mereda. Sepertinya hanya Abiyan yang bisa. Sepupunya itu sangat gampang sok akrab dengan orang yang baru dia kenal.
"Buat jauhin Ratna dari Naresh," lanjutnya lagi.
"Abiyan pasti mau," tukas Ayra tertarik.
"Siapin upetinya aja," tawa Nevia, diikuti yang lainnya.
"Abiyan, kan, super mata duitan," cicit Karla.
Nathalia tersenyum miring.
Boleh juga.
*
*
*
"Kenapa harus aku. Bisa, aja, kan, kalian minta tolong sama Fadel atau Baim." Abiyan melipat kedua tangannya di atas dadanya. Dia yang barusan pulang kerja merasa kaget dan heran digeruduk sepupu sepupu perempuannya. Sekarang mereka sedang berkumpul di kamarnya.
"Fadel ngga bisa, dia sudah punya istri," bantah Nevia. Jangan sampai gara gara ini nanti Fadel malah ada masalah dengan Kayana.
"Baim belum nikah," ngeles Abiyan.
"Baim terlalu baik," timbrung Luna
Abiyan berdecih.
"Jadi menurut kalian aku bukan laki laki baik?"
"Begitulah." sahut Ayra membuat sepupu sepupunya tergelak. Abiyan mendengus kesal.
"Tugasmu menjauhkan Ratna dari Naresh." Luna memberi perintah. Mereka sudah mengatakan secara garis besar pada Abiyan maksud dan tujuan kedatangan mereka.
"Harusnya Naresh yang diginiin. Dikasih tau jangan dekat dekat sama Ratna," dengus Abiyan ngga terima. Kayak kurang kerjaan aja.
"Kalo berhasil, kamu bebas selama seminggu ngga kerja. Aku bakal gantiin." Adelia mulai bernegosiasi.
Abiyan mengusap dagunya. Kesempatan, batinnya. Dia tau, para sepupunya bisa memberikannya lebih dari ini.
"Sebulan baru deal."
Adelia dan yang lain saling tatap dan menyeringai kesal.
Mulai, kan, pake.aji mumpung, omel Ayra dalam hati.
Gue bilangan Om Daniel biar tau rasa, decak Nevia dalam hati.
"Kelamaan sebulan." Karla mencoba menawar.
"Ya, udah kalo ngga mau." Abiyan memberikan tampang menyebalkannya.
Nathalia saling pandang, walau kesal tapi mereka terpaksa.
"Oke, job desk lo makin banyak. Lo juga harus ngawasin ulat bulu yang baru keluar dari kepompong itu di perusahaan Naresh," tukas Karla.
Abiyan tertawa senang. Segampang ini dikabulkan.
"Oke. Ada batasan? Misalnya boleh dibawa ke tempat tidur?"
BUGH
Ayra menampol keras lengan Abiyan.
"Jangan aneh aneh. Biar nyebelin, ingat, dia anak guru yang sudah ngasih ilmu sama kita," kecamnya kesal.
Harusnya Bu Lilis juga begini, kan. Mereka aja masih mikir jasanya Bu Lilis.
"Oke, oke." Abiyan menanggapi dengan tawa bergelaknya.
abiyan jgn sampai jatuh cinta sm ratna