NovelToon NovelToon
Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Ini Cinta 365 Hari Atau Cinta 669 Masehi?

Status: sedang berlangsung
Genre:Reinkarnasi / Time Travel / Transmigrasi ke Dalam Novel / Fantasi Wanita / Peramal / Cinta Istana/Kuno
Popularitas:1.9k
Nilai: 5
Nama Author: Naniksay Nay

Kerajaan Galuh, sebuah nama yang terukir dalam sejarah tanah Sunda. Namun, pernahkah kita menyangka bahwa di balik catatan sejarah yang rapi, ada sebuah kisah cinta yang terputus? Sebuah takdir yang menyatukan seorang pangeran dengan gadis desa, sebuah janji yang terikat oleh waktu dan takdir.

Kisah tragis itu membayangi kehidupan masa kini Nayla, seorang wanita yang baru saja mengalami pengkhianatan pahit. Di tengah luka hati, ia menemukan sebuah kalung zamrud kuno peninggalan neneknya, yang membawanya masuk ke dalam mimpi aneh, menjadi Puspa, sang gadis desa yang dicintai oleh Pangeran Wirabuana Jantaka. Seiring kepingan ingatan masa lalu yang terungkap, Nayla mulai mencari jawaban.

Akankah di masa depan cinta itu menemukan jalannya kembali? Atau akankah kisah tragis yang terukir di tahun 669 Masehi itu terulang, memisahkan mereka sekali lagi?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Naniksay Nay, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Bab 19 – Kilas Balik 2

Wira kembali ke kerajaan Galuh. Langkahnya berat saat menaiki pendopo megah dengan tiang-tiang kayu kokoh berukir. Pikirannya masih tertinggal pada senyum Puspa.

"Ah… andai Puspa ada di sini," batinnya lirih.

Tiba-tiba suara yang hangat tapi cemas memecah lamunannya.

“Nak… kau berburu kemana? Kenapa seorang diri tanpa prajurit?” ibunda Ratu menatapnya penuh tanya.

Belum sempat Wira menjawab, kakak tertuanya, Suraghana, melangkah maju dengan sorot mata tajam.

“Jika lebih dari satu purnama kau belum pulang, mungkin prajurit pengawalmu sudah kena hukuman, Wira.” Tegasnya, seolah menekankan aturan yang tak boleh diabaikan.

Di sisi ibunda Ratu, Sempakwaja, kakak keduanya, menepuk bahu Wira sambil tersenyum geli.

“Rusa atau babi hutan mana yang membuatmu compang-camping begini, adikku?”

Wira menarik napas, lalu mengulas senyum tipis. “Tolong maafkan aku, Ibu… maafkan aku juga, Kang. Ya… kali ini perburuanku terbilang sukses.”

“Lalu mana buruannya? Mari kita panggang sama-sama.” sahut Sempakwaja, separuh bercanda.

Namun jawaban Wira membuat semua terdiam sejenak.

“Aku bertemu bidadari.”

Suraghana mengerutkan kening, lalu cepat-cepat menoleh pada ibunda Ratu.

“Ibunda, sebaiknya kita panggilkan Maharesi sekarang juga. Jangan-jangan Wira terkena guna-guna.” ucapnya, setengah menggoda.

"sungguh Kang... " tegas Wira

Sempakwaja menepuk lembut kepala adiknya sambil terkekeh.

“Kau kira sedang berburu di khayangan? Ayo, kita ke Sri Manganti. Perutku sudah dari tadi minta diisi.”

Ibunda Ratu tersenyum, jemarinya mengelus pipi putra bungsunya.

“Yang penting kau pulang dengan selamat, Nak. Ayo, kita makan dulu. Ayahanda kalian pasti juga menuju ke sana.”

Mereka pun berjalan menuju Sri Manganti, ruang besar dengan meja panjang dari kayu jati. Aroma masakan, nasi hangat, daging panggang, dan sayuran rebus, langsung menyergap hidung.

Begitu mereka duduk, Wira menepuk keningnya seolah baru teringat sesuatu.

“Oh iya… aku juga sempat dibawakan bekal dari orang yang merawatku.”

Ia membuka bungkusan kain lusuh, lalu meletakkannya di atas meja. Begitu dibuka, tampak ikan asap sederhana dengan sambal yang harum pedas menusuk hidung.

Sempakwaja menepuk meja keras-keras sambil tergelak.

“Jadi ini bekalmu dari khayangan? Ikan asap dan sambal? Wah… rupanya bidadari di sana pandai juga memasak ya!”

Wira menunduk, wajahnya memerah.

“Kakang… jangan dibicarakan seperti itu.”

Suraghana yang duduk di seberang malah ikut tersenyum.

“Kalau sampai membuat adikku betah hilang hampir satu purnama, pasti bukan sekadar bekal ikan asap, ya?”

"Namanya… Puspa,” jawab Wira malu-malu.

Kedua kakaknya langsung saling pandang, lalu menoleh serempak ke arah adiknya, tatapan mereka penuh rasa ingin tahu.

“Jangan menatapku begitu, Kang…” Wira buru-buru menghindari pandangan mereka.

Suraghana menyandarkan tubuhnya ke kursi, bibirnya terangkat.

“Ini menarik. Biasanya kau cerewet sekali soal pelajaran di kadewaguruan. Sekarang justru diam-diam menyembunyikan cerita seorang gadis.”

Sempakwaja menimpali sambil terkekeh.

“Benar, Kakang. Jarang sekali dia bercerita tentang seorang gadis. Biasanya yang keluar hanya pemerintahan, panah, atau strategi perang.”

Ibunda Ratu mencondongkan tubuh, matanya berbinar penuh rasa penasaran.

“Jadi, Nak… bagaimana kalian bisa bertemu?”

Wira menghela napas. Wajahnya kembali merah, tapi akhirnya ia membuka suara.

“Waktu berburu di hutan… ehm…” ia berpikir sejenak, berusaha mengingat nama. “Hutan Larangan… dekat tepian sungai.”

“Hutan Larangan?” alis Ibunda Ratu terangkat.

Wira mengangguk pelan. “Iya… aku… emm… ceroboh. Terkena jerat babi. Kedua kakiku terikat, sakitnya… tak terbayangkan. Aku sampai pingsan di sana.”

“Wirabuana…” Sempakwaja menepuk jidat, menahan diri agar tidak mengumpat di depan ibunya. “Kau… bodoh.”

Wira meringis. “Aku tahu… Kang. Jangan diulang-ulang.”

Tatapan Ibunda Ratu berubah khawatir. “Nak… kau benar-benar membuat hati Ibu tidak karuan. Kalau tidak ada orang yang menolongmu…bagaimana...”

“Untungnya...Ada, Bu,” Wira buru-buru menenangkan. “Seorang dukun desa yang lewat bersama putrinya. Mereka merawatku… sampai sembuh. Obat-obatannya manjur sekali.”

Suraghana menyilangkan tangan di dada.

“Obatnya manjur untuk luka di kakimu. Tapi putrinya… rupanya manjur untuk hatimu.”

Sempakwaja langsung tertawa keras mendengar itu.

Wira menunduk dalam, telinganya memerah.

“Kakang selalu saja…”

Ibunda Ratu ikut tersenyum, tapi suaranya lembut, penuh kasih.

“Jadi… luka di mana yang sekarang masih tersisa, Nak?”

“Sudah hampir hilang, Bu.” Wira menunjuk betisnya.

“Tapi entah kenapa,” Suraghana bersuara pelan, tatapannya menusuk, “Aku curiga… ada luka lain yang justru tidak akan pernah hilang.”

Ibunda Ratu menatap putranya penuh rasa ingin tahu.

“Kenapa ibu dan gadis itu tidak kau bawa kemari, Nak? Agar ia mendapat anugerah dari ayahandamu. Itu sebagai ucapan terima kasih karena sudah menyelamatkanmu.”

Wira menggeleng pelan sambil meneguk air putih.

“Tidak, Bu… dia… tidak tahu aku berasal dari Galuh.”

“Haaa?” Sempakwaja ternganga tak percaya.

“Sungguh, Kang,” Wira buru-buru menegaskan. “Dia hanya mengira aku anak seorang saudagar, atau paling banter lurah desa di balik gunung.”

Mendengar itu, kedua kakaknya tertawa terbahak. Ibunda Ratu hanya tersenyum lembut.

“Saudagar apa? Bahkan membedakan sayur dan rumput saja kau tak bisa,” sindir Sempakwaja, membuat meja makan kembali riuh.

Suraghana ikut menimpali sambil terkekeh.

“Jangan begitu, Waja. Lurah kita yang satu ini rupanya sedang kasmaran.”

Ibunda Ratu ikut tersenyum, pandangannya penuh kasih.

“Kenapa tidak kau katakan saja siapa dirimu yang sebenarnya, Nak?”

Wira menunduk, wajahnya murung.

“Entahlah, Bu… tapi aku dengar-dengar, Puspa sempat menolak lamaran beberapa orang kaya di sekitar desa. Tiba-tiba saja aku tak berani mengaku siapa aku sebenarnya.”

Suraghana menghela napas, kali ini lebih serius.

“Tapi, Adikku… menjalin hubungan dengan sebuah kebohongan, itu awal yang rapuh.”

Wira menatap kakaknya dalam-dalam, lalu mengangguk tegas.

“Aku akan jujur, Kang.”

“Kapan?” desak Sempakwaja sambil menyeringai.

Tiba-tiba percakapan mereka terhenti.

Tak lama, Ayahanda Raja memasuki ruangan dengan busana kebesaran sederhana namun berwibawa.

Beliau menghela napas kecil sambil tersenyum tipis.

“Ayahanda sudah mendengar dari jauh… rupanya Sri Manganti ini riuh sekali.”

Sempakwaja dan Suraghana buru-buru menunduk, tapi tersenyum menahan geli. Ibunda Ratu ikut menangkupkan tangan, sementara Wira segera bangkit memberi sembah, wajahnya memerah.

Ibunda Ratu ikut menyahut, suaranya penuh rasa syukur.

“Ya, Baginda. Syukurlah ia pulang dengan selamat, meski… ada cerita menarik dari perburuannya.”

Tatapan Raja beralih pada Wira, tajam namun penuh kasih seorang ayah.

“Ceritakanlah, Wirabuana. Perburuan apa yang membuatmu pulang dengan wajah bercahaya seperti itu?”

Wira menunduk sebentar, lalu tersenyum malu. “Ayahanda… biarlah nanti ibunda yang menceritakan kepada paduka. Sekarang… mari kita makan dulu. Ayahanda pasti sudah lapar setelah sidang panjang tadi.”

Raja menaikkan alis, lalu tertawa kecil. “Hm, baiklah. Rupanya anak bungsuku pandai juga menghindar.”

Suraghana langsung menimpali dengan nada menggoda.

“Hei, adikku… kenapa wajahmu memerah begitu?”

Sempakwaja tak mau kalah. “Adik bodoh ini… hatinya pasti tidak karuan.”

Ibunda Ratu cepat menepuk lembut lengan Sempakwaja, memberi isyarat kata-katanya agak berlebihan di depan raja. Sadar, Sempakwaja buru-buru menunduk dan menutup mulut.

“Maaf, Ayahanda… hamba kelepasan.”

Raja justru terbahak, tawa hangat memenuhi Sri Manganti. “Putra-putraku… kalian sudah besar. Hari ini ayahanda merasa pilar Galuh benar-benar sudah berdiri kokoh. Dan itu membuat hati ayahanda lega.”

Wira menunduk, mencoba menyembunyikan wajah yang masih memerah.

Tiba-tiba raja kembali bersuara, suaranya dalam, penuh wibawa.

“Namun, Galuh juga butuh ikatan yang kuat. Ayahanda hari ini mendengar kabar dari para patih… tidak lama lagi akan ada utusan dari Kerajaan tetangga, membawa putrinya untuk dikenalkan kepada kalian.”

Seisi ruangan hening. Suara sendok yang tadi beradu dengan piring pun seakan terhenti.

Perlahan Wira mengangkat wajahnya, menatap kedua kakaknya. Sorot matanya seolah berkata, “Putri itu… untuk kalian kan, Kang?”

Namun Suraghana hanya terdiam, sementara Sempakwaja sekilas melirik, lalu seolah-olah memberi isyarat, “Entahlah…”

Di dada Wira, jantungnya berdegup kencang, seolah hendak pecah.

1
SENJA🍒⃞⃟🦅
laaah kesurupan dia eh mimpi juga dia 🤣
SENJA🍒⃞⃟🦅
kok bisa main pergi gitu aja , kasian kan rendi 😤
SENJA🍒⃞⃟🦅
waddduh ...apa dia turunan jagatpati? weeeh 😳
SENJA🍒⃞⃟🦅
jadi ketagihan mimpi🤭
Irmha febyollah
lanjut kk
SENJA🍒⃞⃟🦅
ya balon gas yang tetiba gas nya dibuang yah .... pupus harapmu
SENJA🍒⃞⃟🦅
wah yah bagus itu jalurnya nay ikutin rendi aja kamu kan tinggal molor doang 🤭
SENJA🍒⃞⃟🦅
berdebar karena rendi atau wira? 😂😂😂
SENJA🍒⃞⃟🦅
modusmu diskusi padahal kencan 😂
SENJA🍒⃞⃟🦅
ihhh jagatpati, itu isterimu lhooo astaga jahatnya. kamu kencana durhaka banget ke ibu sendiri😤
SENJA🍒⃞⃟🦅
waaah penghinaan ini ngatain rajanya bodoh! wah hukum mati aja udah 😂
SENJA🍒⃞⃟🦅
hilih belangmu terlihat 😂 lagian wira ga mau sama anakmu lho 🤭
SENJA🍒⃞⃟🦅
bukannya dewi parwati dari kalingga yak? nanti mandiminyak sama parwati jadi penguasa kalingga utara atau bumi Mataram 🤭
Naniksay Nay: thx kak...

betul kak...
Pangeran Mandiminyak atau Prabu Suraghana atau Suradharmaputra emang berkuasa didua negara, yaitu Kerajaan Kalingga (Jawa Tengah dan Jawa Timur) dan Kerajaan Galuh (di Tatar Sunda).

hanya saja disini biar bisa menggambarkan aja bahwa Sempakwaja dan Mandiminyak itu saling terkait...

sama kaya Pangeran Jantaka, saya tambahkan nama Wirabuana krn dibuat cinta2an biar ga diprotes ahli sejarah, masa resi love2an ....
total 1 replies
SENJA🍒⃞⃟🦅
udah banyak buktinya itu jagatpati, serang aja daerahnya kan sempakwaja penguasa Galunggung , ehh belom kejadian yah 😂
Naniksay Nay: 😭nggak bs kak.... bs2 dia di killkill jg sm pamannya
total 1 replies
SENJA🍒⃞⃟🦅
naaah ini jejak yang di hilangkan 😳
SENJA🍒⃞⃟🦅
hilih jahatnya kamu 😤 wira mana mau sama kau
SENJA🍒⃞⃟🦅
hmmm bener kan jahat dia ini si kencana 😳
Naniksay Nay: jangan ditemenin dia kak... bapaknya jahat🤭
total 1 replies
SENJA🍒⃞⃟🦅
hmmm kencana ini nampaknya jahat ini 🥺😳
SENJA🍒⃞⃟🦅
wakakaa lama2 nayla menikmati jadi puspa 😂
Naniksay Nay: 🤭karena wiranya ganteng kak.. ga sebrengs3k mantannya eheheheeeee
total 1 replies
Irmha febyollah
lanjut kk
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!