Raffaele Matthew, seorang Mafia yang memiliki dendam pada Dario Alexander, pria yang ia lihat telah membunuh sang ayah. Dengan bantuan ayah angkatnya, ia akhirnya bisa membalas dendamnya. Menghancurkan keluarga Alexander, dengan cara membunuh pria tersebut dan istrinya. Ia juga membawa pergi putri mereka untuk dijadikan pelampiasan balas dendamnya.
Valeria Irene Alexander, harus merasakan kekejaman seorang Raffaele. Dia selalu mendapatkan kekerasan dari pria tersebut. Dan harus melayani pria itu setiap dia menginginkannya. Sampai pada akhirnya ia bisa kabur, dan tanpa sadar telah membawa benih pria kejam itu.
Lalu apakah yang akan dilakukan Valeria ketika mengetahui dirinya tengah berbadan dua?
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Lovleyta, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Menunggu Kebahagiaan Datang
Sudah tiga hari Raffaele melakukan pencarian Valeria. Bahkan ia ke Swiss untuk mencarinya. Siapa tahu wanita itu ada di negara tempat tinggalnya ini. Namun, Raffaele sama sekali tidak menemukan jejak Valeria. Perginya wanita tersebut benar-benar tidak bisa dilacak. Ini sangat aneh.
"Kita sudah mencarinya dibeberapa tempat bahkan di rumah mereka dulu tuan. Tapi sama sekali tidak ada tanda nona Valeria mendatangi rumahnya itu." Seorang anak buah menyampaikan hasil penyelidikan.
Sementara itu Raffaele duduk di sofa single kamar hotelnya. Membelakangi anak buahnya tersebut. Pandangannya mengarah ke jendela kaca.
"Apa sudah ditemukan siapa saja yang terlibat sekongkol kaburnya wanita itu?" Tanya Raffaele.
"Belum ada tuan. Kami tidak bisa menemukannya. Mungkin saja nona Valeria memang kabur sendiri." Balas pria tersebut.
"Tidak mungkin. Dia wanita lemah, sedangkan yang terjadi saat ini benar-benar hebat. Tanpa ada jejaknya sama sekali." Ujar Raffaele.
"Tapi memang kami tidak bisa melacaknya tuan. Bahkan tuan Gilbert saja juga belum menemukannya sampai sekarang." Balas anak buah Raffaele.
Kemudian tangan Raffaele terangkat. Bergerak menyuruh anak buahnya itu keluar dari kamarnya. Jika di Swiss tidak ada. Berarti harus mendatangi satu tempat lagi. Yaitu di rumah kakak wanita itu.
"Kita akan pindah pencarian di Prancis. Siapkan semuanya!" Titah Raffaele.
Ruangan kerja Stevan kali ini ada Brian. Menantunya tersebut sengaja datang untuk menanyakan kabar sang adik pada ayah mertuanya tersebut.
"Valeria akan aman kan Pa, di sana?" Ujar Brian.
"Tentu saja. Kamu tenang saja, Raffaele tidak akan mengira jika Valeria ada di Giethoorn, Belanda." Balas Stevan.
Saat berbincang dengan menantunya tersebut, Stevan sembari fokus pada laptop dan ponselnya. Ia lalu terlihat mengernyitkan keningnya serius. Tak lama kemudian pria tersebut tersenyum tipis namun bukan senyum bahagia. Melainkan senyuman mengejek.
"Sudah kuduga." Gumamnya, membuat Brian seketika itu penasaran.
"Ada apa, Pa?" Tanya Brian.
"Dia mencari Valeria di Swiss. Dan sekarang ini mereka menuju ke sini. Jadi, sebisa mungkin kamu memberikan respon yang biasa saja saat pria itu mendatangimu." Ucap Stevan.
"Maksudnya Raffaele? Dia akan menemuiku?" Brian berbicara dengan terpancar api kemarahan dalam dirinya. Bahkan tangannya terkepal erat.
Stevan mengangguk. "Bisa jadi dia mendatangimu, tapi dengan berpura-pura hanya sebatas berkunjung."
"Dan kalau bisa, bawa Erin ke sini. Jangan sampai anak kalian mengatakan sesuatu yang di luar kendali kita." Imbuhnya.
...****...
"Erin menginap dulu di rumah kakek, ya. Mama dan Papa harus pergi dulu." Ucap Ines membujuk putrinya.
Setelah mendapatkan informasi dari sang suami lewat telepon. Ines segera membujuk putrinya untuk menginap beberapa hari di rumah sang Papa. Dan untungnya putrinya ini mudah dibujuk dan cukup dekat dengan kakeknya.
"Belapa hali Elin di cana Mama?" Tanya anak kecil itu.
"Sekitar tiga hari. Besok Mama sama Papa akan jemput Erin kalau sudah selesai." Jawab Ines, sembari memakaikan jaket.
Semuanya sudah siap. Ines segera membawa putrinya tersebut ke mansion sang ayah. Sesampainya di sana, dirinya sudah di sambut sang suami dan sang Papa.
"Kakek! Elin kangen kakek." Teriak Erin.
"Kakek juga rindu." Jawab Stevan memeluk cucunya tersebut.
"Aunty Ale udah ampe kakek?" Tanya Erin dan Stevan mengangguk dengan mata tertuju pada anak dan menantunya secara bergantian.
"Erin main sama Bibi dulu ya. Kakek mau bicara sama Mama, Papanya Erin." Kata pria paruh baya itu.
Setelah punggung kecil Erin menghilang, lantas Stevan segera memberikan beberapa masukan jika nanti Raffaele benar mendatangi rumah kedua orang di depannya ini.
"Kalian lihatkan tadi putri kalian langsung menanyakan Valeria. Jika Erin tetap di rumah dengan kalian beberapa hari ini, akan sangat bahaya. Jadi biarkan dia di sini dulu." Ujar Stevan.
"Lalu ingat perkataan Papa tadi. Kalian bersikaplah biasa saja, dan masih terlihat bersedih karena belum menemukan Valeria." Imbuhnya.
"Tapi aku akan sangat tidak bisa menahan diri jika berhadapan dengan pria itu nanti, Pa." Balas Brian.
"Papa tahu itu. Tapi kamu harus menahannya demi adikmu." Ucap Stevan.
Di desa Giethoorn. Valeria tengah naik perahu bersama Victoria, wanita paruh baya yang ditugaskan untuk menjaganya oleh Stevan. Dan di kota tempat Valeria tinggal sekarang ini, orang-orangnya menggunakan transportasi perahu, sepeda, dan berjalan kaki. Sehingga tidak ada kebisingan di tempat ini.
"Kita mau belanja apa Bibi Victoria?" Tanya Valeria.
"Beberapa sayuran dan daging Nona Valeria. Atau nona Valeria mau dimasukkan sesuatu? Kita bisa beli bahannya sekalian." Jawab Victoria.
"Aku tidak menginginkan menu apapun Bibi. Terserah Bibi mau memasak apa nanti." Kata Valeria, wanita itu memandangi pemandangan Giethoorn yang begitu indah dan damai.
Ia suka sekali. Setelah sekian lama akhirnya ada sebuah senyuman tipis muncul dari kedua sudut bibirnya. Walau belum selepas dulu.
"Nona Valeria kalau tersenyum gitu semakin cantik. Saya harap nona bisa terus tersenyum begitu." Ujar Victoria, yang tadi tak sengaja melihat senyumnya Valeria.
Tapi tak disangka, Valeria malah langsung menundukkan kepalanya dan kembali mengingat kesedihannya. Hal itu membuat Victoria jadi ikut merasakan pilu di hatinya. Ia tak memiliki anak, dan melihat serta mendengar kisah Valeria membuat dirinya ikut sedih dan merasa marah pada pria yang membuat Valeria hancur.
"Nona Valeria jangan bersedih. Tolong bahagia untuk diri Nona sendiri. Sayangi diri Nona, semua yang terjadi memang tidak bisa kita lupakan begitu saja. Tapi kita harus bangkit Nona. Dan saya yakin Nona Valeria bisa melakukannya." Victoria memberikan semangat pada wanita di sampingnya ini.
"Apakah kebahagiaan itu akan kembali padaku Bibi? Setelah semuanya direnggut." Pertanyaan dari Valeria tersebut sungguh mencubit hati Victoria.
Wanita paruh baya itu mengangguk yakin. Demi meyakinkan diri Valeria agar tidak merasa putus asa.
"Saya yakin Nona. Suatu saat kebahagiaan itu akan kembali hadir, tapi kita belum tahu akan berasal dari mana kebahagiaan itu datang. Sambil menunggunya, Nona harus belajar membahagiakan diri sendiri, terus semangat dan hilangkan kesedihan." Jawab Victoria, tangan yang sedikit keriput itu menggenggam telapak tangan Valeria.
rasain loh raff bikin lama Thor normal kan usia 4 bulan baru terasa nyaman Siska Raffael Ampe 4 bulan ,itu belum seberapa dibanding kan luka hati Valeri
topi ya ga salah jg sih kamu kan di dokterin
i hope happy ending mereka berdua
apa ga ada cctv nanti Raffa lihat temennya bantuin apa ga ngreog