"Sayang, kita hanya dua raga yang Allah takdirkan bersama melalui perjodohan. Kalau saja aku nggak menerima perjodohan dari almarhum Papamu, kau pasti sudah bersama wanita yang sangat kau cintai. Mama mertua pasti juga akan sangat senang mempunyai menantu yang sudah lama ia idam-idamkan. Tidak sepertiku, wanita miskin yang berasal dari pinggiran kota. Aku bahkan tak mampu menandingi kesempurnaan wanita pilihan kalian. Sayang, biarkan aku berada di sisimu sampai nanti rasa lelah menghampiriku. Sayang, aku tulus mencintaimu dan akan selalu mencintaimu, hingga hembusan nafas terakhirku."
Kata hati terdalam Aisyah. Matanya berkaca-kaca memperhatikan suami dan mertuanya yang saat ini tengah bersama seorang wanita cantik yang tak lain adalah Ariella, Cinta pertama suaminya. Akankah Aisyah mampu bertahan dengan cintanya yang tulus, atau justru menyerah pada takdir?
Cerita ini 100% murni fiksi. Jika tidak sesuai selera, silakan di-skip dengan bijak.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon jannah sakinah, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bodoh dan polos?
Bukannya menjawab, Adam justru fokus memperhatikan Ariella yang terlihat begitu cantik dan menenangkan. Sentuhan lembut Ariella mampu mendinginkan hati Adam ya sempat panas.
"Hm?" Ariella mengangkat wajahnya yang menunduk guna melihat wajah Adam.
"Eh, itu..." ucap Adam terlihat gugup sebab terlalu terpikat dengan pesona Ariella.
Ariella menaikan kedua alisnya, menunggu tanggapan Adam tanpa memudarkan senyumnya.
"Bukan apa-apa, tadi hanya terbentur tembok," ucap Adam mengulas senyum tipis di wajah arogannya. "Terima kasih, Ariel," ucap Adam lagi dengan tatapan tulusnya.
Ariella menghembuskan nafasnya dengan tenang tanpa memudarkan senyuman di wajahnya.
"Iya, sama-sama," ucap Ariella bersamaan dengan itu menyelesaikan kegiatannya.
Kini tangan Adam sudah dibersihkan, di balut perban milik Ariella. Lilitan perban itu terlihat rapi dan terasa yaman bagi Adam.
"Sebaiknya, kau beristirahat Ariel. Aku akan pergi ke kamarku," ucap Adam dengan lembut yang ditanggapi Ariella dengan anggukkan kecilnya.
"Baiklah, hati-hati," ucap Ariella dengan lirih namun mampu menyentuh ulu hati Adam.
Adam hanya menganggukkan kepalanya lalu bangkit dari ranjang. Pria itu melangkahkan kakinya menuju pintu keluar taman. Ariella terus memperhatikan Adam tanpa menghilangkan raut wajah bahagianya.
Sit! Aku lupa apa tujuanku datang ke sini. Dia begitu membuatku merasa nyaman sampai melupakan banyak hal.
Adam berhenti sesaat, lalu membalikkan tubuh kekarnya kembali menghadap Ariella. Ariella menaikan kedua alisnya kembali, seakan ingin tahu apa yang diinginkan Adam.
"Maaf, tadi aku meninggalkanmu di ruang tamu. Aku nggak sengaja, apakah kau memaafkanku, Ariel?" tanya Adam dengan tatapan lembutnya.
"Tentu saja," ucap Ariella tersenyum lembut lalu mengedipkan satu matanya pada Adam.
Melihat kedipan genit Ariella, Adam pun tersenyum hingga hampir tertawa. Ariella yang melihat Adam tersenyum, ia pun ikut tersenyum.
"Gadis baik, terima kasih," ucap Adam yang lagi-lagi ditanggapi Ariella dengan anggukkan kecilnya, tanpa memudarkan senyumannya. "Baiklah, selamat malam. Aku hanya ingin memastikan kau baik-baik saja," ucap Adam masih tersenyum, namun senyumannya begitu tipis dan mempesona.
"Sama-sama, dan selamat malam juga," ucap Ariella tersenyum lalu melambaikan tangannya pada Adam.
Adam tersenyum dan membalas lambaian tangan Ariella. Setelah itu, dia pun pergi dari kamar tamu hingga menghilang di telan dinding.
Melihat Adam yang sudah pergi, Ariella pun bangkit dari duduknya dan pergi menutup pintu kamarnya.
Di tengah kehampaan malam, Adam pergi ke kamarnya. Di dalam sana, pria itu mencari ketenangan di balkon. Dia duduk di kursi santai sembari menikmati suasana malam.
Udara di luar sangat dingin, apalagi sebelumnya hujan turun. Suasana seperti ini biasanya sangat di sukai semua orang untuk tidur. Walaupun begitu, Adam tetap tak berniat berbaring manja di ranjang king sizenya.
Apa aku bersikap keterlaluan padanya?
Adam terlihat termenung dengan mata yang masih nyaman memandang langit malam. Pria itu perlahan membaringkan tubuhnya di kursi santai, dengan satu tangan yang dia jadikan sebagai bantalan kepalanya.
Aku belum bisa menjalankan amanah Papa. Hatiku belum bisa menerimanya sepenuhnya. Bahkan, aku tak berjanji bisa mewujudkan keinginan Papa untuk membina rumah tangga harmonis bersamanya.
Hatiku ini masih menjadi milik cinta pertamaku dan sedikitpun nggak menyisakan ruang untuk wanita itu.
Maaf Pa, jika aku begitu egois, biarkan kali ini aku memperjuangkan cintaku. Raga dan hartaku ini milik wanita pilihan Papa, tapi hatiku hanya milik wanita pilihanku seorang.
Aku nggak mampu Pa, melupakan Ariel. Mama bahkan sangat menyukainya. Aku dan Mama memiliki mimpi dan tujuan yang sama, yaitu menjadikan Ariel bagian dari keluarga ini.
Aku harap, Papa ridha dan menyetujui keputusan ini. Aku sayang sama Papa, tapi Aku juga nggak bisa membohongi diriku sendiri. Tolong, Pa, maafkan Aku.
"Cklek!" Suara pintu yang di buka mengalihkan perhatian Adam.
Dalam keadaan tubuh yang masih berbaring santai, Adam menolehkan wajahnya ke balkon yang bersebelahan dengan balkon kamarnya. Balkon itu menyatu, hanya saja ada besi dan beberapa tanaman hias yang menjadi sekatnya.
Apa yang dia lakukan tengah malam begini di balkon?
Adam memperhatikan sosok wanita berwajah teduh mengenakan pakaian tidur. Wanita itu mengenakan hijab segi empat tanpa cadar.
Wanita itu tak lain ialah Aisyah. Ia terlihat sedang menikmati suasana malam yang tenang. Bahkan ia menutup matanya dan membiarkan hijabnya terbang diterpa angin.
Aisyah, meletakkan kedua tangannya di atas pagar balkon lalu menikmati angin malam yang menyejukkan wajahnya.
Walaupun sudah malam, Aisyah terlihat sangat segar. Mungkin itu terjadi karena sebelum tidur, ia membiasakan berwudhu. Biasanya sebelum tidur, Aisyah membaca berbagai dzikir, berdoa, dan juga membaca qur'an surat Al-Mulk.
Aisyah belum menyadari keberadaan Adam. Pria itu kini sudah bangkit dari kursi santainya dan bergerak tanpa bersuara.
"Hm." Deheman Adam membuat Aisyah reflek membuka matanya.
Aisyah mengenali suara maskulin itu dan ia pun merasa sedikit gugup. Ada perasaan tak nyaman di dalam hatinya sehingga ia meremas pagar besi di depannya.
Suara itu... sejak kapan dia berada di sini?
Aisyah memberanikan diri menolehkan wajahnya ke balkon sampingnya. Di sana ia sudah melihat Adam berdiri tak jauh darinya.
Adam terlihat sangat berwibawa. Wajah dingin arogan pria itu menghadap lurus ke depan. Hidung mancungnya terlihat begitu menawan jika di lihat dari samping. Salah satu tangannya berada di dalam saku celananya, sedangkan lengan yang satunya lagi memegang pagar balkon seperti Aisyah.
"M-mas A-adam?" gumam Aisyah yang masih terdengar oleh Adam.
Adam menolehkan wajah angkuh arogannya ke samping. Dia menatap Aisyah dengan mata datar tajamnya.
"Kau boleh melakukannya," ucap Adam menatap Aisyah lalu mengalihkan wajahnya ke depan.
Aisyah menatap Adam dengan penuh pertanyaan di kepalanya. Ia merasa sedikit bingung namun juga ragu untuk bertanya.
"Hm... apa yang Mas maksud?" tanya Aisyah mau tak mau memberanikan dirinya untuk bertanya.
"Huh." Adam menghembuskan nafasnya perlahan guna mengatur hatinya yang sedikit terusik. Pria itu tak ingin tersulut emosi hingga kembali menyakiti hati Aisyah.
Dia masih saja bodoh dan polos!
"Kau boleh menjalankan kewajibanmu sebagai seorang istri," ucap Adam membuat Aisyah menarik kedua sudut bibirnya membentuk senyum. "Kecuali yang itu," ucap Adam lagi yang seketika memudarkan senyum Aisyah kembali.
Aisyah tahu apa yang di maksud oleh suaminya itu. Dia senang namun juga sedih karena tidak bisa berperan sebagai istri seutuhnya bagi Adam.
Nggak apa-apa, Aisyah. Ini awal yang baik untuk hubungan pernikahanmu. Jika nggak bisa mendapatkan semuanya, setidaknya kau mendapatkan setengahnya.
"Terima kasih, Mas. Apakah aku bisa membantu menyiapkan semua keperluan Mas dan menghidangkan makanan untuk Mas? Dan, apakah aku boleh mengambil alih membersihkan kamar dan ruang kerja, Mas?" tanya Aisyah bertubi-tubi dengan ekspresi yang begitu bersemangat.