Malam Petaka Berakhir Di Pelaminan

Rara tidak menimpali lagi ucapannya Bara mengenai wajah kelak ketiga anaknya. Rara tidak ingin membuat suaminya kecewa sehingga mau tidak mau hanya mengiyakan saja.

Karena baginya Bara sangat antusias dan eksaitik menunggu kelahiran anak-anaknya, padahal bukanlah Bara penyumbang benih di dalam rahimnya melainkan pria lain.

Keduanya sarapan pagi itu, tapi cukup terlambat karena sudah hampir pukul sepuluh pagi.

“Kita langsung ke tempat acara atau ke rumahnya dulu nenek Darma?” Tanyanya Rara setelah menghabiskan makanannya.

Bara yang menyiapkan obat dan vitaminnya Rara mengangguk sebelum menjawab,” kita langsung ke sana saja, karena Mama dan yang lainnya sudah di sana. Abang Bisma sama yang lainnya juga baru nyampe.”

Bara menyodorkan beberapa butir pil obat dan vitamin khusus ibu hamil ke hadapannya Rara. Dia langsung mengambil obat dan vitamin tersebut lalu meminumnya.

“Aku kirain kalau obat sama vitamin khusus untuk bumil itu nggak pahit kayak ada manis-manisnya gitu ternyata sama saja,” sungutnya Rara.

Rara memang sedari dulu tidak terlalu menyukai meminum obat ketika sakit dan lebih banyak mengkonsumsi ramuan herbal yang lebih ampuh dan rasanya nyaman di tenggorokan dan dilambung tentunya.

Bara terkekeh mendengarnya,” ada-ada saja. Mana ada obat yang nggak pahit. Kalau nggak pahit itu bukan obat namanya. Sirup khusus untuk balita saja masih ada pahit-pahitnya padahal sudah dicampur perisa buah.”

“Iya juga sih, tapi kan setidaknya ramah di dalam leher sampai perut. Ini mah tiga butir total obatnya yang harus aku minum sebanyak tiga kali sehari selama sembilan bulan, luar biasa banyaknya,” gerutunya Rara.

“Habiskan sisa dessertnya, Mama sudah chat katanya banyak yang nungguin kedatangan kita di acaranya Tiwi,” ujarnya Bara sembari memasukkan beberapa obat tersebut ke dalam tas pouch khusus.

“Mas, kok aku jadi was-was dan malu-malu gitu kalau kedatangan kita dinantikan oleh orang-orang kayak selebritis saja,” ucapnya Rara yang tiba-tiba insecure dan tidak pede bertemu dengan anggota keluarga besarnya suaminya dari pihak Mama mertuanya.

Bara menoel hidungnya Rara,” kenapa harus insecure dan nggak percaya diri? Kamu itu cantik, baik hati dan sholehah. Apa kamu nggak ingat dan dengar ucapan pujian dari orang-orang yang ditujukan khusus untukmu?”

Rara tertunduk malu, terlihat semburat merah jingga di kedua sisi pipinya.

“Seriusan yah Mas aku cantik? Kok aku nggak ngerasa aku seperti apa yang mereka katakan, aku biasa-biasa saja kok,” sanggahnya Rara yang merasa tidak menganggap dirinya cantik.

Bara mengecup punggung tangannya Rara,”kalau kamu enggak cantik mana mungkin Bara Yudha Nugraha bisa jatuh cinta kepadamu? Kamu selain cantik dari wajahnya kamu juga cantik lahir batin, kata orang inner beauty itu terpancar karena kebaikan hatimu.”

“Berarti kalo aku jelek Mas Bara nggak akan sayang kepadaku dan akan menolak mentah-mentah rencana perjodohan kita gitu?” Tanyanya Rara sambil menelisik raut wajahnya suaminya.

Bara mengangguk,” aku nggak munafik yah. Aku tidak mungkin tertarik kepada perempuan kalau cuman dari kebaikannya lagian mana mungkin akan kelihatan dan kebaikan orang-orang kalau nggak ditunjukkan. Kamu cantik meskipun tanpa makeup dan sejujurnya aku tertarik dan terpesona kepada pandangan pertama.”

“Iya juga sih, sebaik bagaimana pun orangnya kalau jelek banget nggak bakalan dilirik oleh wanita cantik atau pria ganteng.” ujarnya.

Rara menjeda ucapannya karena dia harus minum susu yang diantarkan oleh pegawai hotel. Ia menghabiskan susu formula khusus ibu hamil rasa vanila dalam beberapa kali tegukan.

“Tertarik dan terpesona maksudnya waktu kita upacara bendera kan?” Tebaknya Rara.

Bara mengangguk sambil berdiri dari duduknya karena sudah waktunya harus pergi dari Same Resort menuju rumah tantenya Bu Fatma.

Keduanya berjalan bergandengan tangan hingga ke depan lobi resort, tapi langkahnya terhenti ketika seseorang menyapa Rara.

“Azzahra Elara Sofia?” Tanyanya orang itu sambil menunjuk ke arah Rara.

“Benar sekali, kamu Rianto anak jurusan akuntansi itu kan?” Tanyanya Rara yang mengingat siapa orang yang mengenalnya.

“Yoi, aku Rianto pria yang pernah pengen jadi kekasih kamu tapi Lo lebih memilih Aditya Dewangga daripada gue,” jelas Rian sambil tersenyum tipis.

Bara memindai penampilan lelaki yang ada di depannya itu, ia melingkarkan tangannya ke pinggang istrinya secara tidak langsung menegaskan kepemilikannya.

Rian melirik sepintas lalu ke arah Bara dan pandangannya kemudian jatuh kepada tangannya Bara yang memeluk posesif pinggang istrinya.

“Dia jelas-jelas bukan Dewangga, tapi kenapa mereka terlihat mesra dan juga perutnya Rara besar kayak hamil gitu. Ada hubungan apa mereka?” Batinnya Rian yang cukup penasaran dengan hubungan kedua lawan bicaranya.

“Sayang, istriku apa kamu masih ingin berlama-lama di sini? Keluarga sudah lama menunggu kedatangan kita loh,” Bara tersenyum smirk ke arah Rian yang juga balas menatapnya.

“Istri! Kapan kalian menikah? Terus gimana dengan Dewa bukannya kalian pacaran? Kenapa nggak ngundang?” Tanyanya Rian yang memberondong pertanyaan karena kebingungan dengan situasi yang terjadi.

“Kami baru-baru menikah dan masalah pria yang bernama Aditya Dewangga Pratama itu hanya kenangan dimasa lalunya istriku dan gue adalah masa depannya. Masalah nggak ngundang! Sebenarnya kami belum mengadakan resepsi. insha Allah, tahun depan baru ngadain acara besar-besaran, kami pasti mengundang Lo dan semua teman-temannya istriku,” jelasnya Bara panjang lebar sepanjang jalan kenangan.

“Maaf, kami harus pergi buru-buru soalnya. Insha Allah kamu pasti akan kami berikan undangan tapi harap bersabar yah. Assalamualaikum,” ucap Rara kemudian menarik tangannya Bara untuk berjalan ke arah parkiran dimana mobilnya berada.

“Assalamualaikum,” balas Rian dengan lemah letih lesu lunglai dan loyo sekaligus dalam waktu yang bersamaan karena impiannya kembali kandas karena ternyata Rara sudah menikah dengan pria lain.

Bara menolehkan kepalanya ke arah Rian sambil tersenyum penuh arti. Sedangkan Rian terlihat jelas gurat kecewa dari raut wajahnya ketika mengetahui kalau Rara sudah menikah dengan pria lain dan bukanlah Dewa.

Rian mengepalkan tangannya saking kesalnya karena lagi-lagi ditikung oleh pria lain. Tikungan tajam bro makanya pedekatenya jangan setengah-setengah dan juga minta nya melalui jalur langit butuh dikencangin agar keinginannya terkabul.

“Sejak dulu aku selalu kalah star oleh pria lain! Padahal niat hati ingin melamarnya tetapi impian itu harus pupus dan kandas di tengah jalan.

Bara terseyum melihat kesedihan sekaligus rasa kecewa yang teramat dari pria pengagum beratnya Rara.

“Kamu itu nggak pantas bersaing denganku! Dewa saja yang lebih ganteng dari Lo nggak sanggup merebut istriku apalagi Lo yang hanya pria yang tidak ada apa-apanya,” batinnya Bara.

Kedua pasutri itu sudah di dalam mobil menuju ke rumah tantenya, terkadang Rara sesekali meringis menahan rasa ngilu dan perih di daerah sekitar sensitifnya akibat ulah suaminya pagi tadi yang minta jatah sampai berulang kali.

Cara duduknya pun terlihat aneh karena harus miring kanan kadang-kadang miring ke kiri untuk mencari posisi duduknya yang ternyaman.

Bara tanpa sengaja melihat gerak gerik Rara yang aneh dimatanya spontan bertanya.

“Kamu kenapa? Kamu baik-baik saja kan?” Tanyanya Bara yang panik melihat kondisi istrinya.

Bara memelankan laju kendaraannya ketika melihat Rara yang tidak nyaman.

“Aku hanya nggak enak duduk lama-lama Mas, mungkin gara-gara pagi tadi ada orang yang kayak kesurupan minta berulang-ulang makanya kayak gini jadinya,” Rara ngedumel seraya menatap jengah ke arah suaminya.

“Maafkan suamimu ini,maaf karena hampir empat bulan puasa jadinya kalap dan lupa diri. Mas akan bertanggung jawab atas kesakitan yang kamu rasakan. Kamu boleh menghukum Mas apa saja yang paling penting kamu bahagia dan rasa sakitmu hilang,” sesalnya Bara yang reflek meminggirkan mobilnya ke badan jalan.

Rara sampai menganga lebar mendengar ucapan permintaan maaf suaminya,” haha! Mas nggak sampai segitunya juga kali. Insha Allah, ini akan baik dan normal kembali. Nggak usah dibesar-besarkan juga masalahnya cuman masalah sepele kok.”

“Mas nggak ingin terjadi sesuatu kepadamu dan mas akan membenci diriku sendiri jika sampai kamu kenapa-kenapa karena ulahku sendiri, aku sangat mencintaimu dan menyayangimu istriku,” imbuhnya Bara.

Rara terdiam sejenak mendengarkannya,” segitu besar kah rasa sayang dan cintamu kepadaku Mas Bara? Aku nggak pantas mendapatkannya, aku terlalu rendah dan tidak layak untuk kamu cintai.” batinnya Rara.

“Jangan berfikir aneh-aneh, aku itu tulus dan ikhlas mencintaimu nggak pernah melihat dari masa lalumu. Aku akan buktikan segalanya kalau apa yang aku katakan adalah benar adanya,” imbuh Bara kemudian kembali menyalakan mesin mobilnya.

Berselang beberapa menit kemudian…

Kedatangan pasangan pengantin baru itu disambut hangat oleh beberapa orang. Termasuk kedua kakek neneknya Bara Bu Darma dan Pak Daud.

Rara cipika cipiki dengan semua sepupu perempuannya suaminya dan berjabat tangan dengan Om dan tantenya Bara.

Baruna berbisik-bisik di telinganya Bara,” kamu berapa kali minta jatah kepada istrimu? Lihatlah cara jalannya sudah kayak pinguin,” ejeknya Baruna.

“Adik bungsu kita ini diam-diam tapi menghanyutkan ternyata. Dia mengalahkan keganasan para kakaknya kalau masalah ranjang,” sahut Bisma.

“Yoi setuju, buktinya istrinya sampai hamil kembar triple saking jantan dan kualitas kecebong nya kualitas paling unggul,” timpalnya Bagaskara yang ikut membully adik paling bungsunya itu.

Bara sampai mengusap-usap tengkuknya ketika mendengarnya karena tertawa lebar, “Hahaha! Kalian pasti cemburu kan sama gue yang cuma sekali bercocok tanam langsung hasilnya banyak!”

Semua orang yang mendengarkannya tertawa terbahak-bahak karena untuk pertama kalinya melihat Bara yang bisa tertawa santai dan bercanda bareng biasanya dia itu lebih banyak diam dan cuek malah terkesan lebih sombong dan angkuh seperti papanya pak Nugraha.