**Tidak ada adegan vulgar cinta sesama jenis disini ya***
Tawaran Menjadi istri kontrak seorang gay (Galeo davin) dengan Bayaran 1 Milyar untuk 1 tahun, membuat Resha Alea (Eca) langsung menyetujuinya, karena kebutuhan yang mendesak akibat hutang judi yang di wariskan oleh mendiang orang tuanya.
Setelah pernikahan, Eca selalu menyaksikan kebersamaan Leo dan teman dekat laki lakinya, Stavi yang bernama asli (Gustav Alvaro).
Seiring berjalannya waktu, Perlahan Leo berubah sedikit demi sedikit karena afirmasi dan perlakuan yang Eca berikan di setiap harinya.
(Novel ini ringan ya, jangan berharap konflik yang berat seberat beban hidup ... jangan!)
Yang suka silahkan lanjut baca, yang gak suka gak usah menggiring kebencian lewat kolom komentar, lebih baik di skip, okey?! ✨
Btw ini novel ke 3 author ya, makasih yang udah setia nemenin dari novel pertama, I love you so bad my readers 💜✨
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Fareed Feeza, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Senderan
Gagal dong.
"Tapi kan gak jadi menyeramkan karena kehadiran gue." Sahut Leo percaya diri.
"Iya deh iya."
Leo menggeser posisi duduknya, kini bahunya dan bahu Eca sudah saling bersentuhan.
"Ih ... " Eca menjauhkan sedikit badannya, tapi Leo makin mendekat.
"Kak!"
"Cuman pengen senderan doang, ya ampun."
"Senderan di sofa lebih empuk loh."
"Maunya sama lo, gimana?"
Sadar Ca, status kamu masih jadi istri ... Lebih baik turutin aja, selagi permintaannya gak aneh-aneh.
"Terserah deh." Ucap Eca pasrah.
Dengan nyaman nya Leo menyandarkan kepala di bahu Eca, mmsambil menikmati filmnya.
Satu jam berlalu.
"Udah selesai nontonnya, mau lanjut lagi?"
"Lanjut di kamar." Sahut Leo.
"Ih mesum."
"Loh kok mesum? Lanjut di kamar buat tidur maksudnya." Ucap Leo sambil menahan tawanya.
Wajah Eca memerah karna malu, dia langsung mengalihkannya dengan membersihkan bekas makan di meja sofa nya.
"Tapi kalo lo mau, gue bersedia sih." Leo terus meledek Eca yang sedang menyembunyikan rasa malunya.
Eca tidak mau merespon apapun, dia takut salah berbicara jika harus membahas soal seperti itu.
"Terus aja bahas kayak gitu, aku gak mau ya tidur di kamar kakak."
"Eh jangan dong, oke oke gue berhenti." Ucap Leo sedikit panik mengejar Eca yang sudah berjalan lebih dulu. Eca baru menyadari jika sedari tadi Leo melupakan tongkatnya.
"Loh? Kamu udah sembuh ternyata ... Ih bohong, padahal tadi siang minta di gandeng alesannya masih pake tongkat."
"Namanya juga usaha."
"Huuh .. Ngeselin."
***
Leo dan Eca sudah berada di dalam selimut yang sama, mereka berdua kompak memandang langit-langit kamar.
"Ca."
"Hm."
"Kalau seandainya ada cowo lain yang lebih baik dari gue, lo bakal terima ga?"
"Terima." Jawab Eca dengan entengnya.
"Gue gimana?" Ucap Leo dengan suara lemahnya.
"Hm kakak ... Sama Stavi." Ucap Eca yang reflek tertawa.
Leo dengan cepat menoleh, melihat wajah Eca yang ternyata meledeknya pria itu langsung menggelitiki bagian pinggang Eca dari dalam selimut. "Kebiasaan ledekin gitu mulu." Ucap Leo yang sama sekali tidak mendengarkan Eca yang minta berhenti untuk menggelitik nya.
Leo reflek mengigit kecil leher Eca, posisi Eca kali ini makin tidak aman.
"Kakakkk ampun, jangan di gigit."
Bukan hanya menggigit, tapi Leo juga memberi isapan kecil disana, dan itu membuat tanda merah kecil dilehernya yang berkulit putih.
"Ca ... Gimana dong?" Ucap Leo yang menghentikan aksinya.
Eca mengambil kesempatan itu untuk menjauh dari Leo dengan nafas yang tersengal-sengal. "Ih ngeselin banget kamu!"
"Ca ... Gimana dong?" Ucap Leo kembali.
"Apaan?!"
"Berdiri." Leo menujukan bagian sensitifnya yang mulai membesar di balik celana pendeknya.
"Aaaaaaaaaaaaaaa, please ... Tahan kak tahan. Jangan lakuin itu sama aku." Eca mengatupkan kedua tangannya memohon pada Leo untuk tidak melakukan itu padanya.
"Gue pengen."
"Gak!!!!! please gak mau ... Please." Eca menangis terisak.
Melihat seperti itu, hasrat Leo untuk melakukan hal yang (iya-iya) menjadi hilang. "Iya iya gak akan, udah jangan nangis." Leo merangkak di atas kasur mendekati Eca yang berlindung di sandaran tempat tidur.
Pria itu mengelus lembut puncak kepala Eca, dan berusaha menenangkan Eca.
"Udah jangan nangis, gue kan gak jadi minta nya."
Perlahan Eca membuka kedua tangan yang sedari tadi di gunakan untuk menutup wajahnya yang sedang menangis.
"Beneran?"
"Bener, pusing dikit gak masalah, biar gue yang rasain." Ucap Leo meyakinkan Eca.
Eca pun sedikit tenang, dan memilih untuk segera tertidur.
"Peluk doang boleh?"
Yaudahlah, daripada kayak gitu.
"Gak lebih!" Sahut Eca dengan nada ketusnya.
"Iya cengeng."
***
Esok hari di kantor.
"Pak, Bu Anna meminta untuk bertemu di jam makan siang." Ucap Oscar.
"Kita ada jadwal meeting?"
"Tidak pak, Bu Anna bilang ini keperluan pribadi."
"Gak bisa, bilang sama dia ... gue udah punya istri."
Istri beberapa bulan lagi. Ucap Oscar dalam hati.
"Baik pak." Oscar melangkahkan kakinya keluar dari luar ruangan Leo.
.
.
Leo memijat keningnya, rasa pusing akibat semalam masih di rasakan sampai pagi ini. "Lo masih belum yakin sama gue Ca." Gumam Leo.
Jam makan siang sudah tiba.
Oscar sudah menyampaikan apa yang ucapkan oleh Leo tentang penolakannya bertemu dengan Anna.
Anna yang merasa tidak terima dia langsung bertolak ke perusahaan Leo untuk berbicara langsung.
"Gila aja, gue ngerasa di tipu kalo kayak gini, waktu itu dia bicara seakan-akan bakal ada niatan buat pacaran gue, sampe gue tolak cowok-cowok yang deketin gue, demi gue mau fokus sama dia." gumam Anna sambil menyetir mobilnya.
.
.
Leo menghela nafasnya, saat resepsionisnya menginformasikan bahwa Anna ingin bertemu.
"Ada apa lagi? Apa kurang jelas buat dia, kalau gue udah punya istri." gumamnya.
Leo mengizinkan Anna untuk masuk ke dalam ruangannya.
*Pintu ke ketuk.
"Masuk." Ucap Leo sambil menikmati bekal di sofa ruangannya.
"Leo."
"kamu mengganggu jam makan siangku." Ucap Leo.
"Maaf, tapi aku butuh kejelasan."
"Kejelasan apa?" Leo meletakan sendoknya di kotak makannya.
"Hubungan kita."
"Hubungan kita? Sejak kapan kita mempunyai hubungan?"
"Kamu lupa? Saat pertemuan pertama apa yang kamu katakan? Disitu kamu seolah seperti pria single yang tidak mempunyai pasangan. Dan kamu tau ? Semenjak itu aku berharap lebih. Aku menolak cinta beberapa pria yang menginginkan aku Leo."
Leo tersenyum miring. "Kamu terlalu percaya diri, orang lain yang disalahkan."
"Apa maksudmu seperti merayuku saat pertama kali bertemu."
"Aku tidak merasa merayu." Leo melanjutkan beberapa suap makanan ke dalam mulutnya.
"Itu namanya kamu mempermainkan perasaan wanita!"
"Oh ya?" Ucap Leo santai.
"Aku batalkan untuk berkolaborasi dengan perusahaanmu, mulai sekarang aku akan cabut semua keputusan itu."
"Silahkan, kamu bisa hubungi Oscar." Ucap Leo sambil tersenyum.
Awas kamu Leo!
***
Di kampus
"2 hari doang Sabtu Minggu, masa sodara kamu gak ngizinin sih? namanya juga mahasiswa ... Kali kali butuh hiburan ngilangin penat." Bujuk Adel.
Adel di beri hadiah ulang tahun oleh orang tuanya menginap di villa bersama teman-temannya di puncak Bogor. Sahabat wanita Eca itu sudah mengajak beberapa teman dekatnya, termasuk Erik dosennya. Sebenarnya Erik tidak di tawarkan secara langsung ... Dia mendengar saat Adel menyampaikan ajakannya itu kepada teman-temannya, dan Erik meminta untuk di ajak, karena sungkan untuk menolak ... Akhirnya Adel menyetujuinya.
"Nanti aku izin dulu deh ya." Jawab Eca ragu-ragu.
"Di tunggu loh kabar baiknya. Izinnya dari hari ini, mumpung masih hari selasa." Sahut Adel.
.
.
Malam harinya di apartemen.
"Please boleh ya kak." mohon Eca saat meminta izin untuk menginap.
Leo terlihat sibuk mengambil lauk yang tersaji di atas meja makan tanpa merespon perkataan Eca.