NovelToon NovelToon
The Killer?

The Killer?

Status: sedang berlangsung
Genre:Balas Dendam
Popularitas:3.9k
Nilai: 5
Nama Author: Cherry_15

Sebuah kasus pembunuhan berantai terus saja terjadi di tempat yang selalu sama. Menelan banyak nyawa juga membuat banyak hati terluka kehilangan sosok terkasih. Kasus tersebut menarik perhatian untuk diselidiki. Namun si pelaku lenyap tanpa sebab yang jelas dan justru menambah kekhawatiran penyelidik. Kasus ini menjadi semakin rumit dan harus segera dipecahkan!

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Cherry_15, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

33. Mencari Identitas

Senja mulai menghias angkasa. Sebelum hari menjadi gelap, aku memutuskan untuk mengakhiri pertemuanku dengan Rubby dan beranjak pada kedai yang sudah seperti rumah kedua bagiku. Tempat dimana kedua koki yang bisa ku anggap keluarga berada. Yup! Rumah Leo dan juga tempat Picho menumpang tinggal. Aku harus menyelesaikan banyak urusan penting di sana.

“Kak Arron kenapa jadi jarang datang? Aku sangat merindukanmu tahu! Apalagi lengan kiriku sedang terluka parah, kak Arron tega meninggalkanku dalam keadaan terluka?” Manja Picho saat aku baru saja sampai pada kedai mereka. “Nih! Kak Arron belum minum kan hari ini?” Lanjutnya sambil memberikan minuman kesukaanku.

“Chiya?” Tanyaku singkat, memastikan kembali tak ada anak kecil yang menyaksikan ku meminum minuman tak sehat, agar ia tak ikut-ikutan meminum minuman perusak tubuh ini hanya karena rasa penasaran.

“Sedang nonton TV di kamar Leo. Tenang saja, anak itu kalau sudah menonton akan lupa segalanya ko. Bahkan ia juga lupa menyapaku hari ini. Sungguh adik yang tak ingat akan kakaknya,” jawab Picho entah membuatku harus bernafas lega atau bergidik jijik mendengar intonasinya yang sengaja dibuat dramatis itu.

“Tak usah dramatis, dia bukan adik kandungmu!” Tegurku singkat sambil mengambil botol minuman yang ia berikan padaku dan meminumnya.

Koki kekanakan manja itu tersenyum lebar sambil mengangkat dua jarinya. Beberapa saat setelahnya ia bertanya “Dari mana saja? Menyelidiki kasus lagi ya? Bagaimana? Ada perkembangan?”

“Sebelumnya aku ingin bertanya sesuatu padamu, tapi tidak di sini karena mungkin ini berhubungan rahasiamu. Mau jalan-jalan ke taman denganku?”

“Tapi kedai ini sedang ramai pengunjung.”

“Justru karena ramai aku ingin mengajakmu ke tempat yang lebih sepi, bodoh!”

“Aku takut Leo akan marah lagi jika aku membiarkannya bekerja sendirian.”

Aku menghela nafas pasrah sebelum berteriak “Leo! Aku pinjam koki andalanmu ini sebentar ya! Aku janji setelahnya akan membantumu menjaga kedai selama satu pekan penuh!”

Tanpa menunggu persetujuan dari sang pemilik kedai, aku menarik lengan Picho dan berlari membawanya pergi dari keramaian ini. Picho hanya menatapku heran sambil ikut berlari denganku. Sedangkan Leo sudah pasrah atau mungkin sudah terbiasa dengan keadaan dimana ia harus masak sendirian karena rekan kerjanya seringkali ada urusan mendadak.

...***...

“Julian, kau balas dendam ya membawaku berlari hingga jauh seperti ini!?” Tanya Picho yang seketika menghentikan laju lariku.

Aku menatapnya sinis lalu berkata “Sudah kubilang, rahasiakan identitas asliku!”

Picho menatapku heran sambil memiringkan kepalanya dan bertanya dengan polos “Di sini kan sepi, hanya ada kita berdua, tak ada yang bisa mendengarku selain kau. Lalu, kepada siapa aku membocorkan rahasiamu? Dari dulu jika berada di tempat ramai atau ada orang selain kita, aku selalu memanggilmu kak Arron ko. Tapi maaf, perihal kakak yang detektif aku tak bisa menyembunyikannya dari Leo. Hanya dia yang tahu tentang pekerjaan kakak.”

Aku menghela nafas kasar sambil menepuk keningku sebelum meledakkan emosi “Justru dia yang paling tak boleh tahu tentang identitas asliku ga sih!!”

“Memang ada masalah apa dengan Leo? Apa itu yang ingin kau sampaikan hingga membawaku ke taman?”

“Sebenarnya aku masih mencurigai kawanmu sebagai dalang dari segala kasus ini, tapi bukan itu yang ingin kusampaikan sekarang.”

Picho hanya terdiam dan memilih mengikutiku berjalan hingga sampai pada tujuan. Sebenarnya aku ingin mengajaknya ke taman, tapi melihat kondisi taman yang ramai akan pasangan kencan seketika aku malas memasukinya dan lebih memilih tempat lain untuk berdiskusi.

Akhirnya ku temui sebuah tempat sepi dengan lembayung senja sebagai pemandangannya. Kami pun duduk bersebelahan pada tempat itu sembari menikmati indahnya mentari terbenam. Sesekali aku meneguk air dalam botol yang diberikan Picho saat masih berada di rumah Leo, lalu merancang sastra yang akan ku lontarkan pada es teh manis di sebelahku. Aku menjuluki Picho dengan nama es teh manis karena jika sedang serius ia mampu bersikap dingin namun tetap terkesan manis.

“Ini ada kaitannya dengan identitas,” ucapku memulai pembicaraan serius.

“Jika kau menuduhku membocorkan identitasmu, kau salah besar Julian. Aku tidak mempunyai kawan selain kau dan Leo, hanya dia yang tahu bahwa kau adalah detektif tapi dia tidak kuberitahu nama aslimu,” selanya seolah tahu dengan apa yang akan ku katakan selanjutnya.

“Kau yakin tidak berkawan dengan wanita selain Taira?” Tanyaku memastikan kembali apakah dia kenal Rubby atau tidak.

“Anggota baru kita perempuan, kan? Chiya?” Jawabnya yang tidak menjawab pertanyaanku sesuai harapan.

“Wanita dewasa maksudku!”

“Dulu aku pernah diinterogasi oleh seorang gadis SMA bernama Rika, tapi setelah itu aku tak melihatnya lagi. Lihat sih, tapi bukan dalam bentuk manusia melainkan foto yang terpajang di rumah keluarga korban kasus keracunan makanan di kedai itu.”

Aku terbelalak kearahnya ketika mendengar pengakuan itu “Jadi yang tewas akibat terlalu sering mengonsumsi makanan pedas itu Rika!?” Tanyaku dengan atensi yang mulai teralihkan.

Picho sama terbelalaknya denganku “Jadi Rika telah tewas!?” Ia malah membeo pertanyaanku.

“Ya ngak tahu! Menurut data yang ku dapat dari dokter Ilan inisial korban itu R, dan saat ku tanya ibu pemilik rumah korban tentang foto dirumahnya ia mengaku bahwa gadis malang itu adalah anaknya!”

“Jika benar begitu berarti ini kasus pembunuhan. Rika tewas sehari setelah menanyakan tentang kematian Chika, mungkin saja pembunuhnya tak ingin siapapun menghalangi dan membuat Rika tewas seolah secara alami karena makanan yang ia konsumsi secara rutin.”

Asumsi Picho semakin membuatku terbelalak ke arahnya. Yang benar saja!? Bagaimana mungkin pembunuhnya bisa membuat korban tewas dengan cara yang terkesan alami!? Apa pelakunya memiliki sejenis energi untuk mempengaruhi orang sekitar agar melakukan hal yang ia inginkan?

Jika pelakunya topeng misterius itu, masuk akal sih membuat korbannya terhipnotis untuk melakukan hal buruk. Kasus ini menjadi semakin rumit! Tapi bukan itu yang ingin ku selesaikan sekarang! Aku harus fokus pada Rubby dan segala misterinya!

“Kita bahas kasus Rika di lain kesempatan. Sekarang aku ingin menanyakan sesuatu yang baru saja mengganggu fikiranku.”

“Silahkan,” jawab Picho sambil tersenyum manis ke arahku, mempersilahkanku untuk bertanya.

“Apa kau tak pernah berjumpa dengan wanita bernama Rubby atau nama samarannya adalah Sagira?”

“Mengapa harus ada nama samaran? Apa dia juga seorang detektif?” Aku hanya mengangguk sebagai jawaban dari pertanyaan Picho. “Jika memang benar dia detektif, aku tak bisa mengenalinya hanya dari nama. Karena mereka pasti pandai mengganti nama samaran jika berurusan dengan orang yang belum mengenalinya. Apa kau ingat ciri-cirinya atau memiliki fotonya?” Lanjutnya menanyakan lagi tentang wanita yang ku maksud dengan detail.

Aku termenung sesaat mencoba menelaah pernyataan Picho. Pria ini ada benarnya juga! Lawanku kali ini adalah sesama detektif, seharusnya aku sudah tahu sejak awal jika ia pasti memiliki banyak nama samaran untuk mengelabui. Mengapa tak terfikirkan olehku!?

Padahal itu adalah hal yang sangat mendasar dalam dunia detektif! Dasar Julian bodoh! Mengapa kecerdasanmu bisa kalah oleh Picho yang bahkan belum pernah berurusan dengan detektif sebelumnya? Memalukan! Penyelesaian kasus kali ini aku lebih sering kalah cerdas, dan itu membuatku merasa sangat kesal bercampur frustasi.

“Kira-kira tingginya sebatas pinggangmu, perawakannya kecil mungil, rambutnya cukup pendek namun dikuncir, pakaiannya serba hitam dan tipis. Apa kau pernah melihatnya?” Aku mulai mengingat-ingat lagi ciri dari Rubby.

“80% mirip orang yang ku kenal, apa ada ciri lain yang lebih spesifik seperti tanda lahir atau hal unik lainnya pada wajahnya?”

“Ada! Di wajah bagian kananya terdapat tahi lalat kecil yang membuatnya tampak manis,” jawabku dengan tegas berhasil mengingat ciri khasnya dengan spesifik.

Picho sempat tersentak mendengar jawabanku, wajahnya memucat dan bibirnya membiru. Ia cukup kelu untuk mulai kembali bersuara “Sebelumnya, boleh ku tahu apa hubunganmu dengan gadis itu?”

“Justru itu yang mau ku tanyakan padamu! Apa kau mengenalnya?”

“Jawab dulu pertanyaanku, Julian!”

“Aku baru menemuinya tadi siang, dia sudah mengetahui nama samaran dan nama asliku sebelum ke beritahukan padanya. Dia juga membawaku pada gunung dan berbicara hal aneh seputar keadilan atau mengembalikan benda yang bukan milikku. Aku curiga bahwa benda yang ia maksud adalah topeng rubah putih milikmu, Picho. Itulah mengapa aku ingin memastikan apakah kau mengenalnya atau tidak?”

“90% mirip orang yang ku kenal, tapi aku tak bisa yakin sebelum melihatnya langsung atau fotonya. Apa yang ia bilang tentang benda yang bukan milikmu itu?”

“Dia menyuruh ku mengembalikan benda itu pada pemilik aslinya dan menyuruh si pemilik asli menemuinya di gunung setelah benda itu sudah berada di tangan pemilik demi keadilan. Berapa persen kemungkinan ia mirip dengan orang yang kau kenal, Picho?”

“96. Aku perlu melihat fotonya agar lebih yakin.”

Picho terus menaikkan persentase kemiripan ciri wanita yang sedang ku ceritakan dengan kenalannya. Hal itu membuatku semakin yakin bahwa Picho berhubungan dekat dengan Rubby, namun anehnya ia tak menyadari bahwa yang berada di dekatnya adalah seorang detektif.

Padahal Picho mampu dengan mudah menyadari kebohonganku sejak pertama kali memberikan informasi palsu terkait nama padanya, ia juga langsung paham bahwa aku adalah seorang detektif saat beberapa kali berbincang denganku. Mengapa ia tak bisa menyadari hal yang sama pada Rubby? Apa detektif ini memang secerdas itu menutupi identitasnya dihadapan Picho? Bahkan lebih cerdas dariku? Menyebalkan! Siapa dia sebenarnya!?

“Picho, bisakah kau sebutkan nama yang terbesit di kepalamu setelah aku menjelaskan tentang Rubby?”

“96% ciri yang kau jelaskan tentang Rubby itu mirip dengan Taira, wajar jika kau baru melihatnya tadi siang walau dia sering mampir menemuiku di kedai Leo. Dia memang tak pernah mau menunjukkan wujud aslinya padamu, kan? Tapi aku masih tak bisa yakin sebelum melihat wajah wanita yang kau lihat. Jika memang benar dia Taira, apa yang akan kau lakukan padanya?” Picho mulai berbicara dengan serius, namun anehnya kali ini ia sinis tanpa senyuman manis.

“Dia target yang harus ku selidiki. Pak pimpinan curiga bahwa dia bersekongkol dengan pembunuh berantai dan memberikan info palsu pada pimpinan polisi untuk melindungi pembunuh tersebut, ia meminta ku menyelidiki kecurigaannya,” jawabku dengan jujur, toh jika berbohong pun pria sehebat Picho pasti akan menyadarinya.

“Tak perlu menggunakan kata ganti! Sebut saja pimpinan polisi itu curiga bahwa Taira mencoba melindungiku agar tidak dituduh sebagai pembunuh berantai, begitu kan? Siapa lagi yang dicurigai pimpinan itu? Leo? Kau mau bilang bahwa kami bertiga bersekongkol untuk melakukan aksi pembunuhan? Tak apa, jujur saja padaku!” Untuk pertama kalinya aku melihat Picho yang tak bisa menahan amarahnya, tidak membentak namun intonasinya begitu menusuk dengan raut wajah yang dingin.

“Itu baru dugaan saja, faktanya masih harus ku selidiki lagi,” jawabku mencoba menenangkan Picho yang tampak seperti akan membunuh.

“Jangan pernah kau sentuh apalagi sampai menyakiti Taira! Hanya aku yang leluasa melakukan itu padanya!” Ancamnya dengan tatapan yang teramat tajam padaku.

Aku hanya menghela nafas pasrah ketika menyadari apa yang terjadi dengannya, dengan suara lembut aku berkata “Aku mengerti. Sepertinya ini bukan tentang kasus pembunuhan berantai bagimu, melainkan sebuah persaingan cinta? Aku memang menyukai paras cantiknya, tapi aku sangat menghormati harga dirinya. Tenang saja, aku tak akan menyentuhnya sedikitpun. Aku hanya ingin menyelidiki kasus ini agar segera usai, Picho. Ku harap kau bisa fokus pada hal yang lebih penting dari cinta.”

Sontak wajah pria yang tadinya ganas ini berubah menjadi merah. “Si- siapa yang mikirin cinta!? A- aku tak pernah jatuh cinta dengan siapapun! Hanya saja Taira adalah orang yang berarti bagiku, entah mengapa ia tak bisa lepas dari ingatanku dan aku benar-benar ingin melindunginya,” elaknya dengan terbata-bata yang ku tahu pasti itu adalah karena gugup.

“Itu namanya cinta, bodoh!” Terangku yang mulai gemas padanya. Mengapa ia tak mampu memahami perasaannya sendiri!?

“Bukan! Aku yakin bukan karena cinta!” Ia masih saja mengelak. Aku hanya bisa menggelengkan kepala melihat tingkah gemas pria yang sedang kasmaran ini.

1
Husna Alifah
akhirnya author update, udh ditunggu tunggu.. btw happy birthday ya thor 🥳🥳🥳
Cherry: Makasih 🥰
total 1 replies
Husna Alifah
senang nya dpt kabar dah mau update, di tunggu ya thoor🥳
Cherry: Makasih masih mau nungguin Author yang ga konsisten ini huwuuh… 😭🙏🏻
total 1 replies
Mpit
bilang aja pemiliknya itu gk mau bayar karyawan nya ahahah
Cherry: Bisa jadi 😁😂
total 1 replies
Mpit
Iyah ayolah,, MC jngn naif/Sweat/
Mpit: rada" wkwk
Cherry: Naif kah dia?
total 2 replies
Mpit
ga tau knp, gw ngerasa Phico punya kepribadian ganda,, nebak doang 🗿
Cherry: Hayo, Picho jenis orang seperti apa? 😄
total 1 replies
Mpit
selagi enak ya gaskennn🗿
Cherry: Tim penyuka pedas, gaskeun 🤩
total 1 replies
Mpit
loh,, gak telpon polisi/manggil warga sekitar gitu?? :(
Cherry: Namanya orang panik, mana kepikiran ke situ? 😁
total 1 replies
Mpit
kan emang jatoh dari sepeda :v ga salah sih
Cherry: Ga salah kan? Hehe 😁
total 1 replies
Mpit
bisa disebut "gadis kecil" aj sih haha
Cherry: Hehe, memang kecil dan mungil sih dia
total 1 replies
Mpit
daripada koma, lanjut dialog,, lebih enak dibacanya klo ditulis dialog, lanjutannya di bawah aja
Cherry: Terimakasih atas sarannya kakak, akan ku jadikan pelajaran di karya-karya berikutnya. 😊🙏🏻
total 1 replies
Mpit
dijadiin bakso enak tuh daging
Cherry: Kalau jual bakso daging manusia, ada yang mau beli ga ya? 😂
total 1 replies
Mpit
Hooo ku kira cewek wkwk

tipe cowok gondrong, kah? /Hey/
Cherry: Hehe, aku emang suka cowok gondrong 😁
total 1 replies
Husna Alifah
huhuu, di tunggu kelanjutannya thorr
Husna Alifah: ehehe, iya maaf ya thor, lama udah ga baca, karena terlalu sibuk 🙏🏻
Cherry: Eh? Kamu masih baca karyaku? Yaampun! Aku rindu banget, udah beberapa hari tak tinggalkan jejak di sini, huhu… 😭 Makasih masih setia menunggu 😊🙏🏻
total 2 replies
Husna Alifah
gapapa thor, tetap semangat yahh
Cherry: Siap, makasih 🥰🙏🏻
total 1 replies
Husna Alifah
aku Thaira thoor...
Cherry: Ok Ok, kita coba tunggu komen dari yang lain ya… kalau belum ada yang komen lagi sampe besok, aku bakal coba bikin Picho sama Taira, hehe. Makasih dah komen
total 1 replies
Husna Alifah
terus up thor.. sedih bngt sama episode ini TwT
Cherry: Besok up lagi. Sedihnya ini episode malah kejadian beneran sama dunia nyataku. Mirip tapi ga persis. #malah curhat /plak/ 😂
total 1 replies
Husna Alifah
update terus thor.. ga sabar kelanjutannya
Cherry: Terimakasih… Jangan bosen baca ceritaku ya 🥰🙏🏻
total 1 replies
Anita Jenius
Lanjut baca dulu
Cherry: Ok, selamat membaca 🥰
total 1 replies
orange_ menulis
nice...
Cherry: Thank you 🥰🙏🏻
total 1 replies
Husna Alifah
terus update thor... aku setia menunggu😁
Cherry: Terimakasih sudah menjadi pendukung setia ku 🥰🙏🏻 Aku akan berusaha membuat cerita sebaik mungkin 😁🔥
total 1 replies
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!