Aku hidup seperti mengikuti sebuah alur dunia fiksi sebagai figuran tak terlihat. Semuanya membuatku muak. Seandainya kita hidup dalam sebuah simulasi komputer yang dapat mengalami hal yang namanya glitch in the matrix, namun semua itu hanya ilusi semata. Banyaknya keinginan yang kuinginkan hanya bisa kutulis dalam sebuah fiksi.
Hingga aku mulai menjalani hidupku tanpa ketergantungan dari sebuah fiksi. Melepas semua belenggu yang kutakuti dan mulai terbang seperti burung samurai. Disini, aku mulai menulis kisahku mengubah dialogku dari peran figuran menjadi peran utama.
Bukan tentang transmigrasi maupun reinkarnasi seperti kebanyakan novel, aku berubah karena kata-kata seseorang. Aku tidak ingin menjadi orang idiot yang menganggap kata motivasinya sebagai kata yang tidak mungkin terjadi. Dengan kata katanya yang kadang setajam silet, aku mampu mengubah diriku menjadi seekor burung samurai yang bangga.
Dan yang terpenting ini nyata bukan fiksi.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Zero 0, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
“Terpaksanya aku harus menggunakannya, entah kemana lagi...
“Terpaksanya aku harus menggunakannya, entah kemana lagi aku bisa bersembunyi setelah ini. Aku seperti tidak punya harga diri didepannya.”
“Sayang. Lihat, kak Alexa nyuruh aku buat jauhin kamu!” seruku.
Alexa berbalik dengan panik sedangkan Cila dan Aca juga menatap datangnya Raka di pintu kelas. Sial. Ini benar-benar tepat pada waktunya, Raka datang disaat seperti ini membuatku tidak punya pilihan selain menggunakannya sebagai bahan bakar. Jika saja tidak ada Alexa disini, sudah kupastikan aku akan lari sejauh mungkin dari Raka.
Raka memicingkan matanya menatapku tak percaya, aku menunjuk Alexa dengan mataku agar dia mengerti. Harusnya dengan kepintaran Raka dia harus langsung mengerti tapi kini dia malah loading seperti siput. Raka kemudian mengangguk seolah mengerti apa yang kumaksud. Dia berjalan kearahku dengan mantap dan mengambil kepalaku, mengelusnya perlahan dan menyingkirkan rambutku yang berantakan.
Aku membeku seketika, aku tidak menyangka Raka akan mengambil langkah sebesar ini. Ini tidak ada dalam rencanaku, aku hanya ingin dia segera mengusir Alexa tapi kini sepertinya dia malah ikut masuk ke dalam drama ini dengan santai. Aku melirik Aca dan Cila yang kini telah mengangga lebar. Sial. Apalagi yang mereka berdua pikirkan.
“Kucing liar. Lo udah nggak marah sama gue?”
Pertanyaannya malah diluar nalar. Mataku menatapnya seakan berkata, marah gundulmu botak. Tanganku mencubit pelan pinggangnya dari belakang membuatnya sedikit mendelik.
“Lo kok jadi semakin liar sih. Baru seminggu lo nggak ketemu gue udah liar begini, gimana kalau gue tinggal setahun. Mau jadi gembel.” Raka mengguyel sebelah pipiku.
“Kak...” desisku perlahan.
“Iya. Lo jangan dengerin orang lain, cukup dengerin gue aja. Apalagi yang lo bilang mak lampir waktu itu.”
Aku mengangguk lucu dan mengamati reaksi Alexa disana. Wajah marahnya terlihat sangat lucu bagiku kuku tangannya yang terkepal menggali daging ke dalam. “Raka. Gue ada salah apa sama lo?” tanyanya sambil menunduk takut. Saat ini tangannya sudah kembali seperti biasa dan dia terlihat seperti gadis lemah yang mudah ditindas.
Aku tercenggang menatapnya, sungguh hebat dan aku mengakui itu. Dia cepat sekali dalam mengubah mimik wajahnya, kelak ketika dia sudah menjadi aktris aku akan mendukungnya seratus persen kalau bisa aku akan membeli angkatan laut agar dia menjadi lebih populer.
“Jangan lupa sabtu dan minggu, Re. Lo harus ke rumah gue, waktu lalu lo nggak jadi latihan dan kalau lo nggak mau gue nggak pa-pa tapi jangan harap gue mau ngajarin lo setelah itu.”
Kata yang Raka lontarkan tidak masuk dalam kategori aktingnya. Itu sebuah ancaman yang akan membuat aku rugi besar, psikolog gratis dan pelatih basket gratisku akan lenyap begitu saja.
“Iya, gue datang.” Aku memberenggut kesal.
Lagipula kemarin aku tidak datang ke rumahnya juga karena aku masih malu dan sekarang aku tidak punya harga diri lagi di depannya, jadi aku tidak perlu malu.
Alexa melihat adegan di depannya dengan menggigit bibir bawahnya, pikirannya melayang membayangkan Rea dan Raka yang terus bersama dan matanya tiba-tiba memburam.
“Raka, lo nggak tahu kalau Rea lesby.” Alexa sengaja mengatakannya dengan lirih seakan takut.
Raka memicing dan menatap Alexa datar.
“Emang kenapa? Gue pacar aslinya dan mereka berdua mainannya,” ucap Raka sambil menunjuk Cila dan Aca.
“Rak. Lo...” Alexa tidak bisa melanjutkan kata-katanya, menunduk sedih setelah mendengar jawaban yang tidak diinginkannya.
“Pergi.” Raka memerintah tanpa memandangnya.
Alexa pergi dengan keheningan tanpa diperintah dua kali. Setelah Alexa pergi, keheningan terjadi. Aku bahkan tidak mempercayai jika Raka akan langsung mengusirnya tanpa berperasaan, aku malah menjadi kikuk. Raka terlalu sadis untuk perempuan kan?
Sepertinya jika keinginanku terkabul saat aku memilihkan jodoh untuk Raka, tiba-tiba saja aku merasa kasihan padanya jika memiliki pasangan yang galak seperti Raka. Tadinya aku menginginkan pasangan kelinci putih kecil untuk Raka, tapi begitu aku melihat ini sepertinya harus ku ubah agar pasangannya tidak tersiksa. Mungkin aku harus menjodohkannya dengan gadis petasan kecil atau serigala besar, itu lebih cocok untuknya.
Aku menggaruk rambutku yang tidak gatal, “kak. Lo terlalu galak nggak sih?” kataku takut kena semprot.
Raka hanya tersenyum dan mengusap rambutku. Aku menepisnya pelan takut dia akan marah seperti halnya minggu lalu, mulai saat ini aku harus lebih berhati-hati saat berbicara dengannya.
“Kak, benaran nggak pa-pa? Gimana kalau besok tiba-tiba ada berita siswi lompat dari gedung?” tanyaku bingung.
Raka memasukkan kedua tangannya pada saku celana dan memandangku sedikit emmm... tidak dapat aku jelaskan. Aku tidak tahu tatapan seperti apa itu, dia seperti serigala lapar yang ingin menerkamku dan ini membuatku sedikit takut.
“Jangan dipikirkan. Gue balik,” jawabnya dan berbalik pergi.
Jangankan kalian, aku sendiri juga bingung. Aku tidak ingin memikirkannya karena itu hanya akan membuat kepalaku pecah, seandainya aku bisa membaca pikiran aku akan membaca pikiran semua orang. Dia... kenapa jadi sangat berbeda?
“Kak Raka, kok beda ya. Re?” Aca bertanya padaku yang kusahuti dengan gelengan kepala pelan.
Aku juga baru sadar dia jadi suka sekali menyentuh rambutku, dia memberiku julukan aneh, anak kucing lalu kucing liar. Mungkin suatu saat dia akan memberiku julukan yang lain. Dia berbeda dari biasanya, dia seperti akan menerobos masuk ke dalam dunia yang kubuat dan aku menjadi semakin takut akan pikiran liarku tentang prediksi-prediksi yang akan terjadi. Aku pasti salah mengira.
“Kak Raka, dia itu orangnya irit bicara dan hanya berbicara seadanya tapi yang gue perhatikan beberapa kali saat sama lo, dia berbeda. Dimatanya... dia sedikit... gue kurang tahu juga sih. He... he,” jelas Cila diakhiri kekehan kecil.
Aku tidak memperdulikan mereka, daguku kutompang dengan tangan kananku dan melihat papan tulis bersih di depan sana. Dengan semua perlakuannya yang menganggapku anak kecil, mungkinkah Raka berkeinginan mengadopsiku sebagai anaknya. Bisa saja itu terjadi, kalau begitu. Im coming bapak.
Tapi itu tidak mungkin terjadi, dimana ada anak dan bapak se-umuran dan yang paling penting adalah tidak ada bapak yang memakai seragam sma anaknya. Dunia yang rumit. Aku tidak ingin memikirkannya lagi. Lebih baik aku menjadi babunya yang setia.
Ting.
Nontifikasi di layar ponsel tertera membuatku segera membukanya.
From ; King valak
Pulang sekolah bareng gue, kalau mau bawa Aca sama Cila si selingkuhan lo juga nggak pa-pa.
Aku menoleh bolak-balik antara layar ponsel dan kedua sahabatku, setelah menimbang beberapa saat akhirnya aku memutuskan untuk bertanya. “Ca, Ci. Nanti pada mau ikut nggak?” tanyaku.
“Kemana?” tanya Aca.
“Bentar, gue tanya dulu.”
For ; King valak
Pergi kemana??
From ; King valak
Ke danau. Gue jamin kalian suka.
“Kata kak Raka, ke danau. Mau nggak?” Aku menoleh menatap kedua sahabatku yang tercengang.
“Sama kak Raka? Ogah gue. Gue nggak mau jadi kambing congek ya!” seru Cila memenuhi penjuru kelas.
Aku menatap Aca penuh harap. Jawaban gelengan kepala dari Aca membuatku putus asa.
For ; King valak
Sahabat gue pada nggak mau!!
Aduku padanya. Sialan. Aku seperti anak kecil yang suka mengadu sekarang, apa aku memiliki kepribadian ganda?
Ting. Satu notifikasi lagi-lagi membuatku membuka ponsel.
From ; +628183****
Selamat menikmati hari bahagia. Jangan lengah karena gue mengintai. Ha.. ha!
Tubuhku melemas seketika. Kenapa dia terus menghantuiku disaat aku sudah berada jauh dari rumah, bahkan aku sudah meninggalkan segalanya. Mungkinkah aku harus kehilangan sesuatu sekali lagi?
Bahkan ketika aku ingin bangkit, kini dia menekanku. Apa aku memang tidak boleh bahagia? Kenapa aku harus mengikuti semua permainan yang dibuat olehnya. Baginya aku hanya sebuah game tanpa otak yang bisa sesuka hati dimainkan olehnya. Aku memang tidak tahu siapa dia, tapi aku tahu bahwa dalam waktu dekat akan ada sesuatu yang terjadi.
Aku harus bersiap dari sekarang. Aku tidak ingin lagi terjebak dalam sarang yang sama seperti dua tahun yang lalu.