“Kalo kamu bersedia menikah dengan saya, maka jangan coba-coba untuk bermain-main, Kintan.”
“Nama saya Tania, Mas.”
“Kintan panggilan sayang saya buat kamu.”
Kintania merencanakan pernikahan dari 3 bulan lalu bersama sang kekasih, namun apesnya malah di selingkuhin sebulan sebelum pernikahannya.
Nangis? sudah pasti. Tapi galau? oh tidak, dia menerima usulan keluarganya untuk menikahi pria matang yang merupakan kakak dari sahabat baiknya.
“Tunggu! ini beneran gue mau digeledah nanti malam. Mama nggak mau!!!!!”
Pernikahan yang direncanakan hanya dalam 2 minggu, dan tanpa cinta apakah bisa berjalan dengan lancar? dan apakah cinta akan tumbuh atau sudah tumbuh diam-diam diantara mereka, tapi gengsi mau bilang?
Update setiap hari jam 10 malam
follow ig : Alfianaaa05_
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Alfiana, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Abang
Tania mengerjapkan matanya beberapa kali, berusaha memulihkan fokusnya setelah tidur seharian. Tidur di rumah orang tua memang paling nyaman dibandingkan rumah mana pun.
Tania menguap, kemudian mengusap wajahnya berulang kali sebelum akhirnya turun, membuka pintu agar suara ketukannya berhenti.
“Ibu, kenapa?” tanya Tania menahan kantuk.
Ibu Rahayu tersenyum, kemudian merapikan rambut putrinya yang berantakan.
“Di bawah ada Raina, sana temuin dulu.” Kata ibu Rahayu lembut.
Tania menghela nafas, dia ingin mengamuk saja pada Raina saat ini juga karena sudah mengganggu waktu tidurnya.
“Tumben banget, Bu. Biasanya kalo datang langsung naik ke kamar,” balas Tania pelan.
Tania memejamkan matanya lagi, bertumpu pada pintu kamar karena masih mengantuk.
“Udah pokoknya turun aja, jangan lupa mandi dulu, terus dandan yang cantik.” Tutur ibu, kemudian diakhiri bisikan oleh ibu Rahayu.
Tania membuka mata, menatap ibunya heran.
“Kenapa? cuma Raina kok Bu, bukan chef Juna yang dateng. Udah ah aku mau langsung turun aja, biar cepet pulang dia.” Kata Tania, kakinya sudah melangkah untuk pergi, namun dihentikan.
“Eh, udah nurut aja kata ibu. Kamu kalo nggak mau mandi, minimal cuci muka sama bersih-bersih, cepet ya.” Cegah ibu Rahayu dengan cepat.
“Ini yang datang bukan cuma chef Juna, tapi lebih dari dia soalnya kalo chef Juna kan nggak bisa digapai, kalo ini masih bisa kamu gapai.” Kata Ibu sambil senyum-senyum.
“Yaelah, Bu. Si Raina doang di pasar loak banyak, udah deh ibu jangan berlebihan.” Rengek Tania dengan wajah masamnya.
Ibu Rahayu menggelengkan kepalanya kemudian pergi meninggalkan kamar putrinya, sedangkan Tania masuk ke kamar dan benar-benar mematuhi perkataan ibunya untuk mandi dan bersih-bersih.
“Lebih dari chef Juna gimana sih, si Raina kan pasaran banget, nggak yang spesial gitu. Ibu ngapain juga suruh aku bersih-bersih diri.” Gumam Tania sebelum masuk ke dalam kamar mandi.
Tania menghabiskan waktu 15 menit untuk mandi dan bersiap, dia tidak dandan dan hanya menggunakan lipstik saja. Tidak lupa memakai parfum, gadis itu langsung turun untuk menemui sahabatnya.
Meski sudah mandi, langkah kaki Tania masih diiringi uapan dari mulutnya, seakan menunjukkan bahwa tidurnya belum puas.
“Raina, lo lebay banget sih dateng ke rumah gue pake segala nyuruh mandi. Biasanya gue ileran juga lo mau aja nyamperin gue.” Ujar Tania sembari jalan mendekati ruang tamu.
Di posisi yang semakin mendekati ruang tamu, Tania masih belum menyadari sekitar. Dia terus melangkah sambil menggerutu.
“Raina, lo kok–EH …” Ucapan penuh gerutuan Tania langsung terhenti begitu melihat yang duduk di sofa rumahnya bukan Raina.
“Lo siapa di rumah gue?” tanya Tania heran.
Tania menatap penampilan orang itu dari ujung kaki sampai ujung kepalanya, semuanya terlihat begitu sempurna, apalagi dengan wajahnya yang rupawan.
Tania bersiul dalam hati. “Gila, ganteng juga ini orang.” Batinnya terpesona.
Gadis itu tersadar, kemudian buru-buru menggeleng. “Lo kok diem aja, lo gagu?’ tanya Tania sewot.
Pria, yang tentunya orang yang duduk di sofa itu adalah seorang laki-laki. Pria itu kemudian bangkit, membalas tatapan Tania dengan sorot matanya yang tajam, namun mempesona.
“Tania!” panggil Raina dari arah dapur.
Merasa namanya dipanggil, dia lantas menoleh. Keningnya mengkerut melihat sahabatnya itu datang membawa kue bolu yang sudah dipotong.
“Lo ngapain bawa-bawa bolu begitu? abis ngancurin dapur ibu gue ya?!” tanya Tania dengan galak.
“Ssstt … berisik banget, udah sini duduk.” Ajak Raina, menarik tangan sahabatnya itu untuk duduk.
Tania nurut, dia duduk di sofa tepat di sebelah Raina yang tampak senyum-senyum.
“Bang, lo juga duduk. Bisulan lo berdiri mulu disitu.” Cibir Raina, memutar bola matanya malas.
“ABANG?!! JADI INI ABANG LO?” Tania heboh, menatap Raina dan pria di depannya itu bergantian.
“Sejak kapan lo punya abang ganteng–eh maksud gue modelan begini?” tanya Tania, berusaha untuk menahan kehebohannya.
“Modelan gimana maksudnya, Tania?” Pria itu tiba-tiba bertanya, dengan suara yang pelan namun tetap terdengar tegas.
Tania menatap balik pria itu. “Kok tau nama gue?” Tania makin bingung, dia heran mengapa abang sahabatnya itu ada di rumahnya.
Raina menghela nafas, dia buru-buru bicara begitu sadar mulut sahabatnya itu siap berujar.
“Tan, ini abang gue yang gue ceritain semalam. Kenalan sana, biar nggak sedih mulu.” Kata Raina, alisnya tampak naik turun.
Nafas Tania menggebu, dia heran dan tidak menyangka jika obrolan semalam akan dianggap serius oleh sahabatnya.
“Na, gue kan semalam cuma–” Keluhan Tania terhenti, begitu sebuah tangan terulur ke arahnya.
“Kahfiendra, kamu bisa panggil saya Kahfi.” Ucap abang Raina, Kahfi.
Tania melamun, namun selanjutnya dia sedikit terdorong karena Raina menyenggol bahunya kasar.
“Kasar banget lo!” Geram Tania kesal.
Raina melotot, memberikan kode agar Tania membalas jabatan tangan abangnya.
“Kintania, lo bisa panggil gue Tania.” Tania akhirnya membalas, menjabat tangan pria itu yang ukurannya lebih besar.
Kahfi mengangguk, kemudian memberikan senyuman seadanya namun tetap terkesan tampan.
“Busettt Raina, abang lo ini kenapa ganteng banget. Apa jangan-jangan lo anak pungut ya, Na.” Batin Tania.
“Eh mama gue telepon, bentar ya.” Raina pamit kepada Tania, kemudian keluar untuk mengangkat panggilan.
Tania tampak canggung, bahkan dia yang biasanya nyerocos mendadak jadi pendiam.
“Saya turut sedih denger kamu di selingkuhin sama tunangan kamu.” Ujar Kahfi.
Tania tersenyum. “Makasih ya, tapi jangan lihat gue kayak kasihan gitu ya soalnya nggak perlu dikasihani, maunya bahagia lagi.” Pinta Tania sambil tersenyum.
“Kalo saya ajak kamu bahagia, mau nggak?” Kahfi bertanya, tampak biasa namun ucapannya terdengar serius.
“Hah? gimana maksudnya?” Tania gelagapan menanggapi ucapan pria itu.
“Saya rasa sudah cukup saya mengenal kamu selama ini.” Bukannya menjawab, Kahfi berujar hal lain.
Kening Tania mengkerut. “Emang kita pernah ketemu ya sebelumnya?” Tanya gadis itu heran.
Pria di depan Tania itu tiba-tiba bangkit, membuat Tania tentu ikut bangun.
“Maaf sudah merepotkan kamu hari ini, saya titip salam buat ibu sama ayah kamu ya.” Kata Kahfi kemudian melangkahkan kakinya keluar.
Tania masih mencerna ucapan abangnya Raina.
“Ayah, ibu. Mereka udah pernah ketemu? terus sama gue juga? tapi kenapa gue nggak inget ya.” Gumam Tania geleng-geleng kepala.
Tania pun keluar dari rumahnya, melihat Kahfi yang sudah membuka pagar untuk pulang. Pria itu sepertinya jalan kaki, mengingat posisi rumah tidak terlalu jauh.
“Na …” Panggil Tania.
Raina masih sibuk menelpon.
“Ihh Raina!!!” Panggil Tania lagi, dan untungnya Raina sudah selesai telponan.
“Kenapa, Tan? udah ayo masuk, masa abang gue lo tinggalin.” Ajak Raina.
“Apaan, abang lo noh udah pulang, jalan kaki kayaknya.” Sahut Tania menunjuk ke arah luar.
Raina manggut-manggut. “Biarin deh, nggak mungkin juga dia nyasar!” Balas gadis itu.
Tania tidak menyahut, hanya melamun. Dia tersadar saat bahunya di tepuk.
“Tan, abang gue ganteng nggak?” tanya Raina, wajahnya menampilkan senyuman usil.
“Lo anak pungut ya, Na?” Tanya Tania balik, sontak mengundang pelototan mata dari sahabatnya.
“Congor lo, Tan!” Cibir Raina setengah kesal.
“Abisnya aneh aja, abang lo ganteng begitu, lo nya …” Tania menggantung ucapannya, meledek Raina.
Raina bertepuk tangan. “Ya kan ganteng, kalo gitu mau ya nikah sama dia?” Raina makin menatap penuh harapan.
Tania tidak membalas, dia malas menanggapi ucapan gila sahabatnya.
ETT DAH BANG, BARU PERTEMUAN PERTAMA INI ....
Bersambung .............................................
kayak nya seru cerita nya
Yaumil milad kak Alfiana,,, Barakallah fii umrik, doa yg terbaik buat kk author 🤲🥳
woaahhh happy birthday to youuu Authoorr, pnjg umur, sehat selalu, murah rezeki, smg selalu semangat dan sukses dlm berkarya💗Aamiinn
kadonya ☕ biar ga ngantuk dan semangat up😉