NovelToon NovelToon
Butterfly

Butterfly

Status: sedang berlangsung
Genre:One Night Stand / Cinta Beda Dunia / Diam-Diam Cinta / Cinta pada Pandangan Pertama / Mengubah Takdir / Identitas Tersembunyi
Popularitas:342
Nilai: 5
Nama Author: Kelly Astriky

Kelly tak pernah menyangka pertemuannya dengan pria asing bernama Maarten akan membuka kembali hatinya yang lama tertutup. Dari tawa kecil di stasiun hingga percakapan hangat di pagi kota Jakarta, mereka saling menemukan kenyamanan yang tulus.

Namun ketika semuanya mulai terasa benar, Maarten harus kembali ke Belgia untuk pekerjaannya. Tak ada janji, hanya jarak dan kenangan.

Apakah cinta mereka cukup kuat untuk melawan waktu dan jarak?
Atau pertemuan itu hanya ditakdirkan sebagai pelajaran tentang melepaskan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Kelly Astriky, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

Eps. 11 Nasihat Nenek

Ada hal-hal yang tak bisa dijelaskan hanya dengan logika.

Seperti kenapa dada ini tiba-tiba berdebar saat langit mulai jingga.

Atau kenapa rindu bisa terasa begitu nyata…bahkan sebelum seseorang benar-benar kembali.

Aku duduk di dekat jendela, memandangi langit Jakarta yang mulai berubah warna.

Hari itu terasa lambat berjalan, seolah waktu tahu bahwa aku sedang menunggu.

Menunggu seseorang yang entah bagaimana caranya telah menjadi bagian dari hariku, bahkan saat dia tak ada di sampingku.

Aku memejamkan mata sejenak, menarik napas dalam-dalam.

Dan saat aku membuka mata, ponselku bergetar pelan.

Satu pesan masuk dari Maarten :

“Aku di pesawat sekarang. Kita akan mendarat jam enam sore. Langit Jakarta pasti masih hangat, ya?”

Aku tersenyum kecil.

Membayangkan dia duduk di dekat jendela pesawat, dengan ranselnya yang setia, dan hati yang memutuskan kembali untukku.

“Langitnya hangat. Tapi mungkin nggak sehangat orang yang akan turun dari pesawat itu.”

Beberapa menit kemudian, dia membalas:

“Aku malu haha! Tapi tenang… karena tahu kamu ada di kota ini. Rasanya seperti pulang ke tempat yang belum pernah aku miliki, tapi selalu aku rindukan.”

Sementara Maarten masih di atas langit Lombok. Aku memberikannya waktu untuk beristirahat. Aku menjalani hariku seperti biasa di rumah nenek.

Rumah tua dengan dinding yang masih penuh kenangan, aroma kayu yang khas, dan lantai keramik dingin yang entah kenapa, selalu terasa menenangkan.

“Nek, sini aku bantu beresin dapur ya,” Kataku sambil menggulung lengan baju.

Nenek tersenyum pelan. “Tumben kamu rajin,” katanya setengah bercanda.

Aku tertawa kecil, mengambil sapu dan mulai membersihkan ruang tamu.

Aku menata bantal di sofa tua dan menyapu debu di pojok ruangan. Dari speaker kecil yang kupasang di pojok meja, lagu lawas mengalun lembut. Suara serak penyanyi tahun 80-an mengisi ruangan, seolah membawa waktu berjalan mundur.

Aku ikut menyenandungkan lirik pelan.

"Kau yang telah pergi, tinggalkan aku di sini...."

Nenek keluar dari dapur sambil membawa dua cangkir teh.

“Kamu tau lagu itu?”

Tanyanya sambil duduk di kursi rotan yang menghadap jendela.

“Tau, Nek. Tadi nemu playlist jadul. Tapi enak ya, bikin tenang.”

Nenek tersenyum, menaruh satu cangkir di meja kecil dekatku.

“Itu lagu kesukaan kakekmu. Dulu tiap sore dia putar lagu itu sambil ngerokok di teras. Kalau dia udah nyanyi-nyanyi kecil, tandanya hari dia lagi bagus.”

Aku ikut duduk, menghirup aroma teh yang masih mengepul. Hangat, persis seperti suasana rumah ini.

“Nenek kangen kakek, ya?” tanyaku pelan.

Nenek menatap kosong ke luar jendela sebentar, lalu mengangguk.

“Iya, Kelly. Kangen yang nggak bisa disembuhkan oleh waktu.”

Aku diam, mendengarkan dengan tenang.

“Dulu kakekmu seorang Tentara. Hidupnya keras, banyak aturan, banyak tekanan. Kakekmu itu bukan pria yang romantis. Gak pernah bawa bunga, gak pernah ajak makan malam mewah.

Tapi... dia selalu tahu kapan nenek capek. Dia tahu kapan nenek butuh dipeluk. Dia tahu kapan harus diam, dan kapan harus bicara.”

Aku mengangguk pelan, menikmati caranya bercerita. Lalu bertanya pelan.

“Kalau menurut nenek… cinta itu apa, sih?”

Nenek menoleh padaku. Matanya tenang, suaranya lembut.

"Cucuku.... Cinta itu bukan tentang kata-kata”

Suaranya pelan namun mengalun penuh makna.

“Bukan tentang bunga, hadiah, atau janji-janji besar.

Cinta itu tentang siapa yang kamu pikirkan pertama kali ketika kamu bangun tidur, dan siapa yang kamu do'akan sebelum tidur. Cinta itu yang selalu menerimamu, bahkan setelah tahu semua kekuranganmu"

Aku diam sebentar, lalu bertanya lagi,

“Tapi kenapa kadang yang bilang cinta… justru pergi?”

Nenek tersenyum tipis. Ada sedih yang tidak dijelaskan, tapi juga ada keteguhan di matanya.

“Karena tidak semua orang mengerti cara mencintai yang benar. Mereka belum cukup dewasa tentang cinta. Mereka belum siap untuk sebuah komitmen. Itulah kenapa mereka pergi dan hanya lewat"

Aku menatap cangkir teh di tangan nenekku. Lagu masih mengalun pelan di latar belakang. Dan untuk sesaat, rumah ini terasa seperti tempat paling aman di dunia.

“Cinta sejati itu sederhana, sayang...”

Tambah nenek.

“Bukan tentang kata-kata indah. Tapi tentang siapa yang mau berusaha tetap ada"

Nenek masih duduk di kursi rotan, memejamkan mata sebentar seperti sedang menyimpan kembali sebuah kenangan lama ke dalam hatinya.

“Nek,” aku membuka suara lagi,

“Kalau boleh jujur, aku kadang bingung... apa cinta itu memang cukup untuk bikin dua orang bertahan lama?”

Nenek membuka mata, melirik ke arahku lalu tersenyum tipis.

“Wah, itu pertanyaan berat juga, ya. Tapi kamu bertanya ke orang yang tepat.”

Aku tertawa kecil.

“Makanya aku nanya ke Nenek. Nenek pasti udah ngalamin semuanya. Jatuh cinta, kecewa, ditinggal, disayang lagi…”

“Betul,” jawab nenek sambil mengangguk.

“Cinta itu bukan satu rasa yang statis, Kelly. Kadang manis, kadang hambar, kadang pahit. Tapi yang bikin dua orang bisa bertahan itu bukan sekadar rasa cinta… tapi keputusan.”

Aku menoleh. “Keputusan?”

“Iya. Keputusan untuk tetap memilih orang yang sama, setiap hari. Walaupun kadang capek. Walaupun kadang dia nyebelin. Tapi kamu tetap pilih dia. Itu cinta yang dewasa.”

Aku mengangguk pelan, mulai paham.

Lalu nenek melanjutkan,

“Dulu waktu kakekmu pensiun dari tentara, dia lebih sering di rumah. Kami jadi lebih banyak waktu bersama, dan yaah lebih banyak berdebat juga.”

Kami tertawa bersama membayangkan masalalu nenek berdebat dengan kakekku.

“Tapi meskipun kami sering berdebat, setiap malam dia selalu merapihkan tempat tidur, menyiapkan obat, memijat. Itu cinta menurut kakekmu"

Aku menatap nenek, kagum pada kesabaran dan ketenangannya.

“Nek, pernah gak… kakek bikin nenek kecewa?” tanyaku pelan, hampir seperti bisikan yang takut terdengar terlalu jujur.

Nenek tersenyum kecil. Senyum tipis muncul di sudut bibirnya.

“Pernah lah… Kakekmu juga manusia biasa,”

Katanya dengan nada tenang.

“Kadang keras kepala, kadang terlalu diam. Tapi satu hal yang gak pernah berubah, dia selalu setia. Dia menjaga hatinya hanya untuk satu perempuan.”

Aku mengangguk pelan, menatap meja kayu yang mulai usang tapi masih berdiri kokoh, seperti cinta yang pernah dibangun dua orang sebelum zamanku.

Lalu aku berkata lirih,

“Aku pernah disakiti, Nek. Dibohongi. Dijanjikan sesuatu yang nggak pernah dia tepati.”

Nenek menoleh padaku, wajahnya penuh empati.

“Dan sekarang kamu jadi takut buat percaya lagi, ya?”

Aku hanya diam, membenarkan dengan hening.

“Itu wajar, Kelly. Rasa takut itu datang karena kamu pernah berharap terlalu dalam,” katanya lembut. “Tapi jangan biarkan orang yang salah jadi alasan kamu menutup hati… untuk orang yang mungkin benar.”

Aku menarik napas panjang, menatap langit-langit rumah yang penuh kenangan.

“Terus menurut nenek… kalau suatu hari nanti aku ketemu orang baru… aku harus hati-hati? Atau ikutin kata hati?”

Nenek tersenyum bijak.

“Hati-hati itu penting. Tapi jangan sampai hati-hati itu bikin kamu berhenti melangkah.”

Dia menatapku dalam.

“Cinta yang indah gak akan datang kalau kamu cuma berdiri di pinggir, tanpa bergerak.”

Lalu tangannya menyentuh tanganku, hangat dan penuh ketenangan.

“Kelly, kamu masih muda. Dan kamu pantas dicintai lagi. Tapi yang paling penting… pastikan kamu juga mencintai dirimu sendiri.”

Semenjak sore itu, aku merasa ada sesuatu dalam diriku yang perlahan bangkit. Bukan tiba-tiba kuat, tapi lebih mengerti. Mungkin benar kata nenek… bahwa cinta bukan soal siapa yang datang paling awal, tapi siapa yang tetap tinggal saat semuanya terasa rapuh. Dan di tengah rumah tua yang sunyi, di antara denting cangkir teh dan lagu lawas yang pelan, aku belajar menerima bahwa masa lalu tidak harus dihapus, hanya perlu dipeluk, lalu dilepas dengan pelan.

Hari itu aku tidak mendapat jawaban pasti tentang cinta. Tapi aku mendapat sesuatu yang lebih penting: ketenangan. Bahwa aku tidak sendiri, dan bahwa luka bukan akhir dari segalanya. Nenek telah menunjukkan bahwa mencintai dengan hati yang utuh bukan berarti tidak pernah terluka, melainkan tetap memilih percaya, meski pernah dijatuhkan. Dan mungkin… saat aku sudah cukup mencintai diriku sendiri, aku akan tahu kapan harus membuka pintu lagi, untuk seseorang yang benar-benar ingin masuk, dan tinggal.

1
Kelly Hasya Astriky
sangat memuaskan
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!