Nizma Aida Mahfud, gadis cantik putri sulung dari Ustad Yusuf Mahfud, pemimpin pondok pesantren Al Mumtaz. Berparas cantik dan lulusan Al-Azhar Kairo membuat dirinya begitu didamba oleh semua orang.
Namun dia harus menerima kenyataan ketika sang Abah menjodohkannya dengan seorang pria bernama Bagas Abimana. Pria menyeramkan penuh tatto di sekujur tubuhnya dan merupakan ketua geng preman penuh masalah dan jauh dari Tuhan.
Sebagai seorang putri yang berbakti akhirnya Nizma menerima perjodohan itu meski banyak pihak yang menentang.
Akankah Nizma mampu menaklukkan hati seorang Bagas yang sekeras batu? mungkinkah Bagas akan berubah menjadi sosok imam yang baik bagi Nizma? ikuti terus kisah rumah tangga dengan bumbu cinta didalamnya.
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Siska Dewi Annisa, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33 Suami posesif
"Abang boleh ya adek ngajar di pesantren lagi. Kan sebentar lagi pesantren udah aktif masuk." pinta Nizma kepada Bagas.
"Nggak boleh." ucap Bagas singkat.
Memang Bagas melarang Nizma karena alasan keselamatan. Sejak kejadian Arya yang hampir melukai Nizma membuat Bagas begitu protektif.
"iya abang." Sejujurnya Nizma sedikit sedih dengan sikap posesif Bagas yang tak memperbolehkan dirinya pergi sendiri. Tapi mau bagaimana lagi Nizma harus tetap mematuhi perintah suaminya.
"Kenapa?" Bagas tahu akan perubahan ekspresi Nizma.
"Nggak apa-apa." Nizma berusaha memaksakan senyumnya.
"itu bibirnya manyun, minta digigit?" tipikal Bagas yang selalu to the point saat berbicara, kadang bukannya menghibur justru semakin memperburuk suasana hati Nizma.
"Abang.. apaan sih?" Nizma semakin cemberut.
"Lah itu bibir makin maju. udah kayak bebek tau." goda Bagas sembari menjepit bibir Nizma dengan jemarinya.
Nizma hanya diam saja tak menimpali perkataan Bagas. Tau jika istrinya ngambek pun akhirnya Bagas berusaha berbicara serius pada istrinya.
"Sini." Bagas menepuk pahanya memerintahkan istrinya untuk duduk di pangkuannya.
Nizma pun menurutinya meski dengan perasaan yang sedikit muram.
"Adek marah?" tanya.
"Nggak marah cuma sedikit kecewa dan sedih saja Abang." ucap Nizma dengan nada sendu.
"Apa adek begitu ingin kembali mengajar di pesantren?" mendengar pertanyaan Bagas demikian tentu saja Nizma sangat ingin menjawab iya. Tapi dia tak berani mengatakannya alhasil hanya tatapan saja yang dia tujukan kepada Bagas.
"Kok nggak di jawab?" Bagas membalas tatapan Nizma.
"Kalau adek jawab apakah Abang mengijinkannya?" Nizma tak ingin terlalu banyak berharap jika nanti ujung-ujungnya kecewa.
"Tergantung seberapa penting alasan kamu untuk kembali ke sana, sekarang jelaskan alasan kamu ingin kembali mengajar di pesantren Abah." Kini giliran Bagas ingin tahu jawaban dari sang istri.
"Alasan pertama jelas adek ingin berbagi ilmu, pendidikan yang adek tempuh jauh-jauh ke Kairo tidak mungkin hanya akan berhenti begitu saja, kedua adek merasa bahagia bertemu anak-anak, dalam artian terhibur dengan keceriaan mereka. Jujur saja di rumah sendirian itu bosan jika tidak ada kegiatan, apalagi ketika abang pergi bekerja." akhirnya Nizma mencoba mengatakan dengan jujur.
"Tapi abang hanya khawatir dengan kamu, bagaimana kalau ada yang berniat jahatin kamu lagi seperti yang dilakukan Arya dulu?"
"Abang, itu kan kejadian dulu. Lagian Arya juga sudah tidak ada di pesantren kok, Abah pun sejak kejadian itu menambah keamanan di pesantren, memasang CCTV di beberapa titik rawan." Nizma mencoba untuk menjelaskan kepada Bagas.
"Tapi tetap saja Abang khawatir sama kamu sayang, lihat kamu jatuh dari motor kemarin saja Abang masih merasa bersalah."
"Itu memang karena musibah abang, bagaimanapun namanya takdir tidak bisa kita hindari. Sudah jalannya begitu dan Alhamdulillah sekarang adek kan sudah sembuh."
Bagas tampak menghela nafasnya kasar. Dia hanya tidak ingin terjadi sesuatu lagi dengan istrinya.
"Abang sayang kamu, abang nggak ingin kamu kenapa-napa apalagi sampai kehilangan kamu. Cuma adek yang abang punya." Terlihat jelas memang jika Bagas begitu takut akan kehilangan Nizma.
"InsyaAllah adek nggak pernah tinggalin abang, adek janji akan selalu sama Abang. Tapi adek juga butuh kesibukan. Hanya itu yang adek inginkan, tapi jika Abang melarang pun juga adek terima saja. Karena ridho Suami itu sama dengan ridho Allah." akhirnya Nizma pun pasrah. Tidak baik juga memaksakan kehendak Bagas meski akhirnya Nizma harus merelakan semua yang telah dia capai selama ini.
Melihat kekecewaan di wajah istrinya Bagas lantas berpikir kembali. Egonya yang tinggi tanpa sadar telah menyakiti hati Nizma. Dan ucapan Nizma ada benarnya. Dia pasti bosan jika hanya berdiam diri di rumah. Serta pencapaiannya yang luar biasa dalam mengejar cita-citanya tak mungkin juga dibiarkan begitu saja.
"Baiklah, Abang ijinkan kamu mengajar kembali di pesantren, tapi dengan syarat." ujar Bagas akhirnya.
"Benarkah? Syarat apa bang?" netra yang sedari tadi tampak redup kini mulai memancarkan binar kebahagiaan.
"Abang yang akan antar jemput kamu ke pesantren, kalau abang belum jemput kamu nggak boleh pulang sendiri dan tunggu saja di rumah Abah. Dan yang paling penting adalah adek nggak boleh sampai sendirian. Mau siang ataupun malam harus ada teman. Bisa minta temani umi atau teman kamu siapa itu namanya?" tukas Bagas.
"Aisyah, Abang." jawab Nizma.
"Hmmm iya itu.."
Terkesan posesif memang, tapi semua itu sengaja dilakukan Bagas demi keamanan istrinya sendiri.
"Baik Abang, Adek pasti akan melakukan itu. Mendapat restu dari Abang saja adek udah seneng banget. Makasih Abang." Nizma langsung memeluk Bagas sambil menciumi pipinya.
"Hmmm kalau maunya udah dituruti aja begini ya." goda Bagas.
"Hehehehe.. cuma gemes sama abang, tapi adek cinta." Nizma kembali mencium Bagas namun saat dirinya hendak mendekatkan wajahnya Bagas sudah lebih dulu menyambar bibirnya.
"Abang curang. Malah nyosor duluan." gerutu Nizma.
Dengan bibir manyunnya wajah Nizma tampak semakin menggemaskan.
"Ada satu lagi syaratnya sayang biar Abang ACC." Bagas sengaja memanfaatkan situasi.
"Apa?" dengan polosnya Nizma dibuat penasaran.
"Mau kamu." Bagas merengkuh pinggang Nizma dan mengeratkan kedalam pelukannya.
Sentuhan demi sentuhan yang Bagas berikan pun akhirnya membuat Nizma paham, mereka sama-sama dewasa untuk mengerti tentang hal seperti itu.
Diangkatnya tubuh Nizma dan dibawa ke dalam kamar. Bagas membaringkan istrinya dengan perlahan di atas ranjang. Diusapnya kening Nizma sembari memanjatkan doa agar setiap langkahnya diberi kemudahan dan dijauhkan dari godaan setan.
Kedua netra itu saling bersambut dan dengan penuh rasa cinta Bagas mulai mendaratkan ciumannya. Ciuman yang awalnya terasa begitu lembut dan manis perlahan berubah menjadi ciuman yang penuh gairah dan menuntut.
Decapan demi decapan terasa begitu nikmat apalagi tangan Bagas yang tak ingin menganggur. Dia begitu pandai membuat Nizma seolah terbang ke awang-awang hingga dengan sekali hentakan mereka akhirnya melakukan penyatuan.
"Abang...." suara des ahan demi des ahan keluar dari bibir Nizma yang tentu saja membuat Bagas semakin memacu tubuh istrinya.
Begitu indah penyatuan yang dilakukan keduanya hingga akhirnya keduanya mencapai puncak kenikmatan bersama.
"hhaahh..hhahh... " nafas Nizma tampak tersengal sementara Bagas tersenyum bahagia saat hasratnya berhasil tersalurkan.
"Ah, seindah ini ternyata menikah, kenapa gak dari dulu saja melakukannya."
.
Karena hari masih sore keduanya pun kini berbaring di atas ranjang mengistirahatkan diri setelah pergumulan panas itu. Baik Nizma maupun Bagas keduanya masih sama-sama polos. Hanya selimut yang menutupi tubuhnya.
"Abang, boleh adek bertanya?" ucap Nizma kemudian.
"Boleh, tanya apa?"
"Berapa banyak tatto di tubuh abang?" Nizma menatapi tatto yang ada di dada dan kaki Bagas.
"Banyak, seratusan lebih mungkin." jawab Bagas sembari memainkan rambut istrinya.
"Kalau adek lihat-lihat tatto abang sebagian besar bergambar hewan. Apa Abang sedang menggambar sketsa kebun binatang?" dengan nada polosnya Nizma bertanya.
"H-hah? kebun binatang?" Bagas yang sudah mendengarkan dengan serius hanya bisa membeo.
"Iya, kan ini ada gambar singa, ular, elang, kerbau, eh ada kelinci juga. Lucu imut deh." Nizma menunjuk satu persatu tatto Bagas.
"Hah? Kelinci? yang mana kelinci. Perasaan abang nggak pernah membuat Tatto kelinci." Sebagai seorang mantan mafia yang ditakuti banyak orang reputasinya benar-benar jatuh seketika saat Nizma menyebut ada tatto kelinci imut di tubuhnya.
"ini kan gambar rubah sayang bukan kelinci." ujar Bagas frustasi.
"Tapi imut kayak kelinci. Kelinci aja ya abang." kekeuh Nizma.
"hmmm.. terserah adek aja deh." Bagas pasrah. Apapun demi menyenangkan hati sang istri.
...****************...
Akhirnya setelah libur panjang kini Nizma kembali mengajar di pesantren. Bagas mengantar Nizma sesuai janjinya.
"Abang, adek masuk dulu ya. Abang nanti jangan lupa makan siang bekalnya sudah Adek siapin." Nizma sudah menyiapkan segala kebutuhan suaminya sebelum berangkat mengajar.
"Siap sayang terimakasih, kamu semangat ya nanti pulang tunggu abang jemput." Bagas mengecup kening Nizma setelah dia menyalami dan mencium tangan suaminya.
Sementara tak jauh darai mereka sejak tadi ada sepasang mata yang terus mengawasi.
"hmm, rupanya karena wanita itu Bagas menjadi lemah dan menolak ajakanku." gumam pria yang sejak tadi memperhatikan Bagas.
"Lalu apa yang harus saya lakukan bos? Apa perlu saya menyingkirkan wanita itu?" ucap salah satu pria yang berada di sampingnya.
"Tidak perlu, aku yang akan melakukan semuanya. Wanita itu akan menjadi milikku juga, karena apa yang dimiliki Bagas harus menjadi milik Sean Allidra juga." ucap pria yang bernama Sean Allidra. Ketua geng mafia yang kini mengincar Bagas untuk kembali bergabung dengan mereka.
...****************...
Sama cntik
ahhh.. pinisirin.
lanjut thor