NovelToon NovelToon
Iparku

Iparku

Status: sedang berlangsung
Genre:Fantasi / Beda Usia / Keluarga / Romansa / Sugar daddy
Popularitas:4.6k
Nilai: 5
Nama Author: Khozi Khozi

"mbak meli ,besar nanti adek mau sekolah dikota smaa mbak "ucap lita yang masih kelas 1 SMP
" iya dek kuliahnya dikota sama mbak "ucap meli yang sudah menikah dan tinggal dikota bersama suaminya roni.

apakah persetujuan meli dan niat baiknya yang ingin bersama adiknya membawa sebuah akhir kebahagiaan?

Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Khozi Khozi, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri

episode 5 tidak disengaja

“Semua sudah mengerti?” suara Pak Yanto, guru fisika, muka nya terlihat garang suaranya yang tegas. Di antara guru fisika lain, dialah yang paling santai dan paling mengerti muridnya.

“Udah, Pak. Saya lapar nih. Kalau nggak pulang sekarang, masakan emak saya habis duluan,” celetuk Riko sambil memutar-mutar bolpoin di tangannya.

Pak Yanto melirik jam di tangannya. “Pulangnya masih setengah jam lagi, Rik.”

“Hari ini kan kita jadi anak baik, Pak. Nggak ada yang bolos. Sekali-kali kasih bonus, lah,” pinta Riko sambil menyengir nakal.

Pak Yanto menghela napas, lalu tersenyum kecil. “Ya sudah… pembelajaran hari ini cukup. Kalian boleh pulang.”

“YES! Pulang! Pulang!” seru Riko sambil mengangkat tasnya

“Tapi ingat, besok tugasnya dikumpulin,” tambah Pak Yanto.

“Serius, Pak? Saya kerjain semua juga bisa, Pak!” timpal Doni sambil bercanda, membuat beberapa anak tertawa.

“Kalian hati-hati di jalan,” pesan Pak Yanto sebelum keluar kelas.

Di meja dekat jendela, Lita merapikan buku-buku yang berserakan, memasukkannya ke dalam tote bag.

“Lit, ayo pulang,” ajak Amel yang sudah siap berdiri.

Lita tersenyum tipis. “Kalian duluan aja. Gue pulang sama Arya.”

Arya hanya menatap Lita sebentar, lalu mengangguk pelan.

" gue pulang dulu ya lo hati² " ucap lita melambaikan tangan

" iya sahabatku " ucap lita

lita dan Arya berjalan beriringan menuju parkiran belakang sekolah

“Kita mampir ke warung mbok inem sebentar, ya,” ajak Arya sambil tanpa ragu menggandeng tangan Lita.

“Heh! Tangan gue, Arya!” protes Lita setengah kaget, matanya membelalak.

“Tuh kan… diem gini aja kan nyaman?” ujar Arya sambil tersenyum tipis.

Lita refleks menunduk, pipinya memanas. “Dasar…” gumamnya pelan, mencoba menyembunyikan rasa malu.

Tak lama, mereka tiba di sebuah warung kecil. Bau asap rokok dan kopi hitam bercampur menjadi satu . Di sana sudah ada teman-teman Arya dari berbagai SMA lain, duduk santai sambil tertawa.

“Wuih… siapa nih? Cantik banget,” puji Aji, salah satu teman Arya, sambil melirik Lita.

“Cantik kan? Nih calon pacar gue,” kata Arya penuh percaya diri, membuat Lita langsung melotot ke arahnya.

“Bukan! Gue cuma sahabatnya,” tegas Lita.

“Ya, kalau jadian juga kenapa?” Arya menoleh santai, seolah melempar tantangan.

“Pinter juga cari calon pacar lo ,” celetuk Aji sambil terkekeh.

“Yalah, gue kan ganteng. Siapa sih yang nggak mau sama gue?” Arya mengedipkan sebelah mata ke arah Lita.

“Pede banget sih, ,” balas Lita, tapi senyumnya yang ia tahan-tahan malah bikin pipinya makin merah merah

“Mana rokok lo?” tanya Arya sambil duduk, matanya menyapu meja.

“Tuh, di meja. Ambil aja…” jawab aji,

Arya meraih bungkus rokok itu, menarik sebatang, lalu menyalakannya dengan korek api.

“Nanti malam… jam berapa?” tanyanya sambil menghembuskan asap perlahan.

“Jam sembilan,” jawab Juan cepat. “Kali ini lawan lo agak berat.”

“Lebih mahal nggak dari yang kemarin?” Arya memicingkan mata.

“Nominalnya gede. Dan lawan lo… bukan orang sembarangan,” jawab juan pelan, suaranya nyaris berbisik.

Arya terdiam sejenak, menghisap rokoknya dalam-dalam, lalu mengangguk. “Yaudah… gue balik dulu. Nanti malam kumpul kayak biasa.”

“Lo juga siapin fisik. Jangan sampai lengah,” pesan juan.

Arya berdiri, menepuk bahu Juan, lalu berjalan menghampiri lita . “Sampai nanti malam…” katanya, sebelum bayangannya hilang di balik cahaya sore yang redup.

“Ayo balik,” ucap Arya sambil mengambil motornya yang terparkir di dekat pohon. Ia menoleh, menodorkan helm. “Nih, pakai helm lo.”

Lita menatapnya, alis sedikit mengernyit. “Arya, kenapa tadi lo bilang gue nolong pacar lo?” tanyanya, nada suaranya penuh rasa ingin tahu.

Arya tersenyum miring. “Emang kenapa? Lo suka, ya?” godanya ringan.

Lita mendengus, menatapnya sinis. “Harusnya gue yang nanya gitu.”

“Apaan sih? Ya enggak lah,” jawab Lita lagi, tapi matanya sempat menghindar.

Arya sempat meliriknya. “Tadi pipi lo merah kenapa tuh?”

“Demam,” jawab Arya cepat, nadanya jelas menggoda.

“Udah diem, lo.” lita memotong, tapi bibirnya menahan senyum. Untung wajahnya tertutup helm—kalau tidak, pasti Arya sudah menjadikannya bahan ledekan.

“Tadi lo ngomongin apa sama temen lo?” tanya Melly kemudian, kali ini nada suaranya penuh rasa penasaran.

“Enggak, cuma latihan basket nanti malam,” jawab Arya santai, seolah tak ada yang terjadi

“Beneran pertandingan basket?” Lita masih mencoba memastikan.

“Iya… calon pacar,” jawab Arya, sengaja memberi kode dengan tatapan penuh arti.

“Ya ampun, apaan sih lo?” lita tersenyum, mencoba menutupi degup jantungnya yang mendadak tak karuan.

“Sana masuk,” ucap Arya, menghentikan motornya tepat di depan rumah Lita.

“Iya. Nih, helm lo. Makasih ya,” jawab Lita sambil tersenyum tulus, menyerahkan helm itu sebelum melangkah masuk ke rumah.

Begitu membuka pintu, ia melihat ibunya dan Melly sedang bersiap keluar. “Ibu sama Mbak mau ke mana?” tanyanya penasaran.

“Ibu mau ke kebun,” jawab Ibunya singkat.

Lita melirik Meli. “Mbak juga ikut?”

“Iya, bosen di rumah terus,” sahut Meli sambil merapikan bajunya

Lita mengangguk. “Ya udah, aku mau ke kamar dulu, Bu. Capek, mau ganti baju sama istirahat.” Ia meregangkan badannya yang pegal.

“Nanti kalau mau makan, tutup makanannya, ya,” pesan Bu Yana sebelum keluar. “Jangan kayak kemarin, lupa nutup. Kucing tetangga sampai habis ikan ibuk .”

“Iya, Bu…” jawab Lita, mengingat kejadian itu sambil tersenyum malu. Ia lalu menuju kamar.

Setelah berganti pakaian—celana selutut dan kaos oversize—Lita melangkah ke dapur untuk mencari makanan.

Begitu masuk, ia tertegun. Di sana sudah ada roni , kakak iparnya , sedang menuang makanan ke piring.

“Lita mau makan juga?” tanya roni sambil meliriknya.

“Iya. habis Pulang sekola, jadinya lapar,” jawab Lita sambil tersenyum tipis.

“Ya udah, sini. Makan bareng. Abis itu istirahat, biar segar lagi,” ucap roni

dengan nada ramah.

"iya mas ,duluan aja lita masih mau kekamar mandi " ucap lita

" mas kedepan dulu ya, nanti nyusul" ucap roni berjalan kemeja yang ada di depan

Lita berdiri di ambang pintu dapur, menimbang-nimbang. Masih ada Mas Roni di meja… gimana ini? dadanya terasa aneh, seperti ada sesuatu . Kenapa jadi canggung begini? Waktu masih SMP juga biasa aja.

Akhirnya ia menarik napas, mengambil piring, lalu keluar dari dapur. Makanannya ia taruh di meja makan, lalu duduk di samping Roni—tapi sengaja menyisakan jarak dua kursi.

“Kamu lama banget di dapur, Lita. Kamu nggak apa-apa?” tanya Roni, menatapnya singkat.

Lita cepat-cepat menunduk. “Tadi… perutku agak sakit, Mas. Tapi udah mendingan kok,” jawabnya, mencoba terdengar santai.

Roni mengangguk pelan. “Sudah, kamu habisin dulu makanannya.” Nada suaranya tenang tapi terasa mengayomi.

“Iya, Mas,” jawab Lita, lalu mulai menyuap perlahan.

Saat hendak mengambil minum, tangannya sedikit gemetar. Gelas itu terlepas kendali, dan air tumpah, membasahi bagian depan bajunya. Rasa dingin langsung merayap ke kulit. Lita refleks memeluk tubuhnya, panik. Astaga… jangan sampai kelihatan.

“Biar Mas bantuin,” ucap Roni sambil cepat mengambil kain kering dari dekat lita

“Eh… nggak usah, Mas! Biar Lita aja,” Lita buru-buru menolak, tapi suaranya bergetar.

Namun Roni tidak menghiraukan. Ia berjongkok sedikit, lalu dengan hati-hati mengusap bagian yang basah. Sentuhannya membuat Lita kaku, darahnya berdesir aneh. Ia hanya bisa menunduk,

1
NovelToon
Novel sejumlah besar sedang menunggu Anda baca! Juga ada komik, buku audio, dan konten lain untuk dipilih~
Semua konten GRATIS! Klik di bawah untuk download!