Namaku Mentari Intania Putri. Seorang anak yang tumbuh di sebuah kampung kecil yang bernama Kampung Karet. Kehidupanku tidak seindah anak-anak lain. Hidup yang sederhana dengan didikan keras oleh kedua orang tuaku. Hidup dengan banyak orang di rumah.
Dengan backround pendidikanku yang hanya tamatan SMA aku mulai bekerja di usiaku yang baru menginjak 17 tahun. Mulai hidup mandiri di usia yang sangat muda.
Seperti wanita lain di luar sana aku juga memiliki kisah cinta yang menarik. Yang menyedihkan dan menegangkan. Aku juga merasakan yang namanya cinta pertama, aku juga merasakan yang namanya patah hati. Aku juga merasakan dicintai dan mencintai.
Hingga akhirnya takdir membawaku pada pernikahan di usia muda, aku menikah di usiaku yang belum genap 20 tahun. Aku yang hidup dengan bayang-bayang masa lalu. Aku yang berusaha menjadi wanita yang sempurna untuk suamiku. Aku juga menjadi seorang ibu, ibu muda yang harus berjuang dengan untuk membuat hidupnya sempurna dimata semua orang.
Takdir yang terus mempermainkanku dari masa kecil hingga dewasa. Aku tidak tahu dimana letak kesalahanku, aku bahkan tidak menyadari hal buruk apa yang telah aku lakukan sampai aku merasa takdirku adalah hukuman, akankah aku mendapatkan kebahagiaan yang aku dambakan. Inilah ceritaku ......
Karya ini diterbitkan atas izin NovelToon Putri Pena, isi konten hanyalah pandangan pribadi pembuatnya, tidak mewakili NovelToon sendiri
Bab 33. Janji Bumi pada Mentari
Aku tidak tahu kalau rindu karena jatuh cinta itu menyakitkan. Dan lebih sakit lagi ketika rindu setelah patah hati.
-Takdir Mentari-
...****************...
Sore itu Kampung karet masih seperti biasa, para gadis-gadis mengangkut air di bak penampungan air dengan ember di atas kepala mereka. Mentari juga ikut dalam antrean. Dia berusaha melakukan pekerjaan seperti biasa. Supaya orang rumah tidak curiga kalau Mentari sedang patah hati.
Kakinya bekas luka kemarin masih sakit sedikit, tapi sudah tertutupi oleh sakit hatinya. Jadi jika matanya sembab karena menangis dia bisa bilang kalau itu karena menahan sakit pada luka di kakinya. Bukan karena luka di hatinya.
Mentari bersama Senja bolak balik sebanyak 4x untuk mengisi bak air di dapur dan juga kamar mandi untuk sekolah besok supaya tidak perlu ke sungai.
Kemudian Senja bertugas memberi makan bebek-bebek dan mengantarkan bebek- bebek ke kandang. Biasanya bebek-bebek ini bermain di Sungai kampung karet sampai sore hari. Senja adalah penggembala bebek yang handal, hanya dengan panggilan khususnya bebek-bebek itu akan mendekat dan dengan mudah diantarkan pulang oleh Senja.
Sedangkan Mentari bertugas mengambil cucian yang sudah kering, langsung melipat dan merapikan di lemari.
Setelah tugas selesai, barulah mereka berdua ke sungai. Mentari hanya bercanda seperti biasa. Tidak banyak yang bisa dia ceritakan kepada Senja. Dia ingin bercerita tapi sepertinya Senja belum cukup umur untuk memberikannya nasihat dan solusi. Tapi mengingat bagaiamana Senja menasihatinya kemarin itu artinya Senja sudah tau yang dia alami.
Selanjutnya setelah selesai ganti pakaian, sudah mandi. Mereka menuju merajan (tempat sembahyang umat Hindu di rumah) untuk sembahyang.
Mereka adalah anak-anak yang rajin. Tidak hanya rajin membantu orang tua, tapi juga berbakti pada Tuhan. Jika dipikir dengan kehidupan Mentari seperti itu dia seharusnya bisa mendapatkan hadiah kebahagiaan dari Tuhan. Tetapi yang dia rasakan selalu berbeda dari apa yang di harapkan.
Mentari langsung menuju kamar dan belajar. Namun sepertinya pikirannya masih belum bisa dikendalikan.
Buku kisi-kisi soal ujian Nasional masih terbuka di depannya. Namun konsentrasinya buyar karena suara pesan dari HPnya.
Dia mengambil HP. Ada pesan dari Bumi sekitar 30 menit yang lalu. Tetapi karena tidak ada balasan sepertinya Bumi mengirimkan pesan lagi.
Bumi : Lagi ngapain ?
Bumi : Sibuk ya? Ada waktu untuk smsan?
Bumi : Ada sesuatu yang ingin aku sampaikan
Bumi : Kok nggak dibalas?
Bumi : Maaf kalau ganggu.
...****************...
Mentari kemudian membalas pesan dari Bumi
Mentari : Belajar,
Bumi : Masih marah?
Mentari : nggak kok kenapa harus marah?
Bumi : Bukannya kamu sudah ikhlas?
Mentari : ya ikhlas nggak ikhlas harus
ikhlas, mungkin memang aku nggak pantas untuk kamu
Bumi : aku yang nggak pantas buat kamu
Mentari : Sudahlah nggak perlu dibahas lagi
Bumi : kenapa kamu nggak pernah bilang kalau kamu suka sama aku
Mentari : Karena kita masih saudara
Bumi : Maaf aku juga nggak pernah bilang kalau aku sudah punya pacar
Mentari : ya, dia yang lebih pantas untuk kamu
Bumi : tapi ternyata hanya kamu yang bisa mengerti aku
Mentari : aku merasa belum bisa ngertiin kamu
Bumi : ketika aku membaca buku diarymu, aku menyadari kalau aku juga suka sama kamu, tapi semua terlambat ketika aku bilang akan putus, pacarku mengaku hamil.
Mentari : ya semua sudah terlambat, sekarang aku harus melupakanmu
Bumi : jangan pernah menyalahkan dirimu karena cinta.
Mentari : rasanya menyakitkan, dan yang membuat lebih sakit itu ketika aku tau kamu suka sama aku dan kamu harus menikah.
Bumi : Maaf karena aku terlambat menyadarinya. Aku hanya mencoba menunda untuk mengatakannya karena aku takut mengecewakan bapakmu. Aku takut karena aku belum bisa menjadi keponakan yang baik, aku takut malah aku akan membuatmu menderita
Mentari : Ya dan sekarang aku semakin menderita.
Bumi : aku berjanji akan membuatmu bahagia. Walaupun tidak disisimu, kamu tetap adalah milikku. Aku berjanji
Mentari : Jangan berjanji karena kamu tidak akan bisa menepati ya, semua sudah terjadi. Tidak akan bisa kembali seperti sebelumnya. Sebentar lagi kamu akan menikah dan aku tidak boleh merindukanmu lagi.
Bumi : Akan aku buktikan, hanya yang pernah buat derita yang bisa membuatmu bahagia. Kamu boleh memegang janjiku
Mentari : 🥹🥹🥹🥹😭 aku bilang jangan berjanji !!!!
Bumi : Mau jalan-jalan sebelum aku menikah? Kita masih punya waktu membuat kenangan aku ingin membuat kenangan bersamamu sebelum aku menjadi miliknya.
Mentari : 😔😔😔😔 nggak perlu untuk apa lagi?
Bumi : Aku akan menjelaskan semuanya.
Mentari : Penjelasan nggak akan merubah apapun.
Bumi : Setidaknya penjelasanku akan mengobati luka hatimu
Mentari : Aku sudah sembuh
Bumi : Jangan bohong
Mentari : Aku bukan pembohong seperti kamu.
Bumi : Ya aku akui aku memang pembohong. Tapi berika aku kesempatan menjelaskan.
Mentari : Kamu temani saja calon istri dan anakmu, nggak usah pedulikan aku disini
Bumi : Kamu boleh membenciku, tapi jangan sakiti dirimu sendiri.
Mentari : Aku bisa menjaga diriku
Bumi : Selamat belajar, semoga ujianmu berjalan lancar.
Mentari : Terserah!!!!
Bumi : aku akan datang,
Mentari : selamat malam, pulsaku habis, ini yang terakhir.
Bumi : Besok aku kirimin pulsa.
Bumi : Bye, Good night, Sweet dream
Bumi menahan sakit hatinya. Dia sangat menyesali perbuatannya yang sudah membuat Mentari sesakit itu. Bumi menuliskan sesuatu di bukunya. Bumi maupun Mentari memiliki hobby yang sama. Mereka biasa menuliskan apapun lewat tulisan. Berbeda jika Mentari biasanya menuliskan ceritanya lewat novel ataupun cerpen. Bumi lebih suka menuangkan cerita atau perasaannya lewat lagu.
Aku tak mengerti mengapa dunia tidak berpihak padaku.
Keegoisan dan labilnya diriku membuatku tak tau bahwa hanya dirimu lah yang aku sayangi. Hanya dirimu yang bisa mengerti aku. Kesalahanku menyakitimu akan aku bayar dengan janjiku untuk membuatmu bahagia. Walaupun dengan jalan yang berbeda. Aku akan meminta pada Tuhan untuk menjadikanmu wanita paling bahagia di dunia. Dan mempertemukan kita di kehidupan selanjutnya.
( Bumi, 2006)
...****************...
Mentari menitikan air mata lagi, setelah membaca pesan terakhir dari Bumi. Dia lupa akan buku soal-soal yang ada di depannya. Tubuhnya lemas lagi, dan dia langsung merebahkan tubuhnya di kasur. Menutup tubuh sampai kepalanya dengan selimut.
Dear Diary....
Aku takut mengukir kenangan bersamanya lagi, tapi hatiku membutuhkan sesuatu untuk mengobati luka ini.
Hatiku sedikit tersenyum walaupun hanya membaca pesan darinya.
Hatiku merasa bahagia walaupun hanya melihat wajahnya
Bolehkan aku tidak peduli
Dia akan menikah ataupun tidak
Dia akan menjadi milik orang lain
Aku ingin tidak peduli karena saat ini dia belum menjadi milik siapa-siapa.
Masih ada 2 bulan lagi
Aku ingin membuat kenangan bersamanya.
Biarkan aku hidup dengan kenangan-kenangan itu.
Seperti hatiku adalah sebuah kaca yang retak.
Yang hanya bisa di lem walaupun bekas retaknya masih terlihat
Setidaknya kaca itu masih bisa digunakan
Dan aku bisa mengingat trus bahwa Kaca yang yang pernah retak itu telah aku perbaiki. Sehingga bisa berguna untukku lagi. (Mentari, 2006)
Mentari menangis lagi tanpa suara.
Bagaimana Bumi menepati janjinya?